Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mahasiswa: Resah, Resah...

Keresahan mahasiswa karena kegiatan sosial politik masyarakat, campur tangan pemerintah, larangan kegiatan ekstra. pimpinan mahasiswa diikut sertakan kegiatan pembantu rektor bidang kemahasiswaan. (pdk)

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHASISWA tidak mengalami frustrasi. Menurut WS Rendra. Tapi menjawab pertanyaan seorang mahasiswa dalam sebuah diskusi halal bihalal mahasiswa se DKI, 23 Oktober yang lalu, penyair itu menilai, apa yang menjadi sebab keresahan di kalangan generasi sekarang adalah karena salahnya sistim pendidikan yang ada. "Generasi 45 telah gagal mendidik anak-anaknya untuk menjadi calon pemimpin baru", katanya, "generasi 45 telah gagal menciptakan sistim yang mengontrol kekuatan mereka". Dan Direktorat Kemahasiswaan P&K juga mengakui adanya keresahan itu. Tentu saja dalam versi yang lain. Dalam hasil evaluasi bidang kemahasiswaan yang disampaikan pada Lokakarya dan Rapat Kerja Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Perguruan Tinggi se Indonesia di Malang, 20 sampai 25 Oktober kemarin, disebutkan bahwa keresahan terjadi, baik di kalangan mahasiswa maupun staf pengajar. Bahkan sampai ke kalangan pimpinan perguruan tinggi. Sumber keresahan itu antara lain: fanatisme yang sempit dan adanya kepentingan pribadi antara golongan, serta masalah pemilihan Dewan Mahasiswa (DM), Senat Mahasiswa dan keanggotaan Majelis Permusyawarahan Mahasiswa (MPM). Berdasarkan evaluasi itu, 25% mahasiswa menyatakan adanya keresahan di dalam kampus. Menurut jawaban-jawaban dari kalangan mahasiswa keresahan tersebut meliputi kalangan antara mahasiswa sendiri (34,06%), antara staf pengajar (2,19%), antara pimpinan (2,19%), antara mahasiswa dan staf pengajar (24,17%), antara mahasiswa dan pimpinan (13,18%), antara mahasiswa, staf pengajar, dan pimpinan (20,87%) dan antara staf pengajar dan pimpinan (3,29%). Faktor-faktor yang menimbulkan keresahan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar kampus antara lain: kegiatan sospol dalam masyarakat, campur tangan pemerintah, larangan demonstrasi, larangan diskusi, SK Menteri P&K No. 028, kegagalan olahraga dan lain-lain. Tidak Stabil Penilaian Direktorat yang dipimpin Kolonel drs. R. Soedjoko itu, selain berisi pendapat DM tentang faktor penyebab keresahan, juga penilaian terhadap kemampuan organisasi DM. Keresahan, menurut kira-kira 33% DM yang merasakannya, antara lain disebabkan oleh kekurang-lancaran pembinaan, kurang solidaritas dan toleransi antara pimpinan, staf pengajar dan mahasiswa, kurang fasilitas untuk pimpinan dan mahasiswa, serta kurikulum tidak stabil dan kurang disetujui mahasiswa. Sementara penilaiannya tentang organisasi DM, selain menyebutkan para pimpinan DM itu hampir semuanya memiliki jabatan di luar tugas DM (42,26% pengurus organisasi ekstra universitas, 38,35% pengurus organisasi kegiatan mahasiswa), juga kemampuan staf DM dinyatakan 6,8% baik, 80% cukup mampu dan 12,76% kurang mampu. Tentu saja kertas kerja yang berupa evaluasi itu tidak melulu menyinggung tentang keresahan. Di samping penilaian terhadap pelaksanaan program pembinaan kemahasiswaan di masa lalu, target yang hendak dicapai Lokakarya adalah pembinaan mahasiswa sebagai sub-sistim dari sistim pendidikan tinggi, identifikasi dunia kehidupan mahasiswa, serta usaha-usaha yang relevan dengan pelaksanaan tugas Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan dalam pelaksanaan tugas pembinaan. Awam & Amatir Keempat masalah pokok itu memang telah ditetapkan sebagai topik yang perlu dibahas pada waktu Rapat Kerja terbatas Pembantu Rektor III di Yogyakarta, bulan Maret yang lalu. Baru dua kali menyelenggarakan pertemuan lengkap serupa itu, pihak Pemerintah masih memerlukan waktu yang banyak dalam mencari pola pembinaan mahasiswa yang ideal. Meskipun sebenarnya, pihak Direktorat Kemahasiswaan sudah punya patokan tentang pembinaan mahasiswa -- yang kira-kira dimaksudkan sebagai usaha sadar, berencana, teratur dan terarah, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan mahasiswa. Memang belum jelas bentuk pelaksanaan yang bagaimana yang bisa cocok untuk maksud tersebut. Yang pasti, hal tersebut bukan merupakan tugas yang ringan. "Tugas yang berat karena berbagai faktor", tulis M. Soenardi Djiwandono, Pembantu Rektor III IKIP Malang dalam kertas kerjanya. Menurut Soenardi faktor-faktor tersebut antara lain adalah bahwa pembinaan itu belum tentu dimengerti apalagi diterima oleh yang memerlukan pembinaan. Pola dan pedoman pembinaan masih harus dicari disusun dan dikembangkan. Kemudian petugas-petugas pembina yang merupakan tenaga-tenaga awam, amatir dan sering masih berada dalam tingkat perkembangan serta usia yang tidak berbeda banyak dengan yang harus dibina. Sementara pada pandangan mahasiswa, titik sentral seluruh karya pembinaan, "rasanya secara jujur tidak selalu kita fahami secara mendalam dan tepat mengenai apa siapanya, potensinya, aspirasinya dan lain-lain", tambah Soenardi. Karena itu Purek III IKIP Malang berpendapat akan lebih baik bila orang melakukan tinjauan dan interpretasi terhadap mahasiswa. Sebagai Mahasiswa Banyak yang disarankan Soenardi untuk pembinaan mahasiswa itu. Salah satu alternatif yang dapat ditinjau kemungkinannya adalah menempatkan unsur pimpinan mahasiswa dalam organisasi pembina, dengan kedudukan, tugas dan kewajiban yang jelas. Misalnya dengan menempatkan pimpinan mahasiswa seperti Ketua DM atau Ketua MPM, atau keduanya, secara ex-officio sebagai asisten Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan. Saran ini memang belum tentu disepakati mahasiswa. Tapi Menteri P&K Sjarif Thajeb yang diwakili Dirjen Pendidikan Tinggi Dody Tisna Amidjajadalam rapat Kerja itu berpendapat, kepada mahasiswa hendaknya diberikan kesibukan-kesibukan yang dapat membina mereka dalam pertumbuhan baik sebagai manusia maupun calon ilmiawan. Menteri juga mengakui, kampus pada hakekatnya tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Namun pengaruh masyarakat yang kurang baik perlu dijaga. Itulah sebabnya, menurut Menteri, SK 028 keluar. "SK 028 itu hanya sekedar formulasi dari keadaan yang ada", ucap Soedjoko, Direktur Kemahasiswaan P&K. Diakui dengan adanya SK itu rektor seperti diktator. Dan usaha untuk menghilangkan gambaran tersebut bukan tidak ada. Misalnya dengan pertemuan rektor se Indonesia setiap tahunnya. "Tapi kalau rektornya sendiri tidak mampu menciptakan iklim yang baik, yah bagaimana", tambah Soedjoko kepada Anshari Thayib dari TEMPO. "Jadi pimpinan perguruan tinggi nampaknya memang harus siap dimaki-maki", sela Dr. Ir. Harsono Taroepratjeko, peserta Raker dari ITB. Masa Berawan Dapatkah mahasiswa mengerti maksud pemerintah yang mestinya bertujuan baik itu? Menurut Soenardi, mahasiwa yang sudah mendapatkan pendidikan dan pengajaran minimal 12 tahun itu, pada usia yang minimal 18 tahun, mestinya sudah dewasa dan matang. Pada taraf perkembangan ini, pada mahasiswa bisa diketemukan kemauan keras dan idealisme yang tinggi, yang memungkinkan mereka menjangkau tujuan yang maksimal. Sikap kritis akan membikin mereka mampu membedakan yang benar dan keliru. Keberanian yang masih tebal mendorong mereka mengemukakan apa yang benar. "Dan harapan yang tebal akan masa depannya memberikan tambahan gairah dan semangatnya untuk berusaha", ujar Soedjadi. Pendapat Soedjadi itu ada benarnya, sepanjang memang masa depan mahasiswa di negeri ini bisa terjamin. Ini bisa dihubungkan dengan pendapat Prof. Soemitro Djojohadikusurno, Menteri Riset, yang pernah menyebut, banyak mahasiswa yang berkeinginan cukup untuk mengembangkan pengetahuannya, terganggu oleh kurang adanya gambaran yang cukup terperinci mengenai masa depannya serta perkembangan nasional. Menteri Riset yang pernah menyebut frustrasi di kalangan mahasiswa hanya sekedar mode itu, memang menganjurkan agar mahasiswa berusaha mengembangkan diri menjadi ahli paling baik, paling trampil dalam bidang masingmasing. "Sebab mereka diperlukan" katanya. Apakah ada jaminan? Soemitro dengan tegas menjawab tidak ada jaminan-jaminan. "Sebab hal semacam itulah yang justru dapat menimbulkan frustrasi", katanya pertengahan bulan lalu. Jadi, nampaknya frustrasi atau keresahan itu, bukankah bersumber pada masa depan yang berawan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus