Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hadiah untuk Investor Asing

Di tengah penolakan dua fraksi, DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal. Sejumlah kenikmatan diberikan untuk memikat investor asing.

2 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN selebaran menyelinap di ruang sidang DPR. Dikirim oleh Koalisi Masyarakat Sipil, selebaran ini berisi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal. ”Isi RUU Penanaman Modal bertentangan dengan amanat konstitusi UUD dan terlalu liberal,” demikian bunyi sebagian selebaran itu. Sejumlah tokoh yang tergabung dalam koalisi itu, seperti Kusnanto Anggoro dan ekonom Revrisond Baswir, mengancam akan menggugat RUU itu ke Mahkamah Konstitusi jika tetap disahkan.

Tapi ancaman itu tak membuat para wakil rakyat mundur. Pada Kamis pekan lalu DPR mengetukkan palu, mengesahkan RUU yang sudah dibuat sejak setahun silam tersebut menjadi undang-undang. ”Adanya undang-undang ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menjaga iklim investasi yang kondusif,” ujar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, M.S. Hidayat, beberapa saat setelah RUU itu disahkan.

Pengesahan RUU itu sendiri tidak lewat suara bulat. Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Kebangkitan Bangsa sebelumnya menolak. ”Ada beberapa poin yang harus ditinjau kembali, itu yang kami inginkan,” kata anggota Fraksi PDIP yang juga menjabat Sekretaris Jenderal PDIP, Pramono Anung.

Salah satu pasal yang dipersoalkan PDIP adalah masalah izin penggunaan lahan. Berbeda dengan aturan sebelumnya yang berpatokan pada Undang-Undang Agraria, lewat beleid baru ini para investor asing bisa menikmati penggunaan lahan hingga hampir satu abad lamanya. Menurut Pasal 22 undang-undang ini, para pemilik modal memang bisa mendapat hak guna usaha selama 95 tahun.

Demikian pula hak guna bangunan dan hak guna pakai. Sebelumnya, masing-masing hanya ”berumur” 30 tahun lantas diperpanjang, tapi kini batasan itu lenyap. Saat ini hak guna bangunan bisa diberikan hingga 80 tahun dan hak guna pakai hingga 70 tahun. Jika kurang lama, hak itu bisa langsung diperpanjang masing-masing 50 tahun dan 25 tahun di depan.

Munculnya aturan yang ”menghadiahi” investor lamanya memakai lahan bukan tanpa alasan. Selama ini salah satu tudingan seretnya modal asing masuk Indonesia adalah soal izin memakai tanah. Selain pengurusannya yang dinilai ribet, lama penggunaan, kendati bisa diperpanjang, tak lebih dari 35 tahun. Ini dinilai tak menguntungkan para pebisnis. Lewat aturan baru inilah, ujar Ketua Komisi Perdagangan Didiek J. Rachbini, diharapkan investor asing bakal masuk.

Tapi Fraksi PDI P dan Fraksi Kebangkitan Bangsa menganggap pemberian izin yang kelewat panjang itu berpotensi memancing gejolak. ”Soal tanah adalah masalah peka,” ujar Maria Ulfah Ansor, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Menurut Maria, karena tanah merupakan sumber kehidupan rakyat dan lekat dengan nilai-nilai tradisi, seharusnya pemberian fasilitas penggunaan tanah itu bisa dibatasi. ”Pemberian hak guna usaha selama 95 tahun sama artinya menyerahkan negeri ini ke pihak lain,” ujarnya.

Terdiri dari 18 bab dan 40 pasal, RUU ini memang menyediakan banyak kemudahan bagi investor asing yang ingin menggelontorkan duitnya ke Indonesia. Tidak hanya soal tanah, para investor juga mendapat pembebasan bea masuk, keringanan pajak dan bangunan, serta dibolehkan memiliki seratus persen saham mereka. Selain itu, pemerintah juga menjamin tak ada nasionalisasi terhadap usaha milik investor asing. Adapun jika ada sengketa antara investor dan pemerintah, penyelesaiannya paling banter pemutusan kontrak.

Berjibunnya fasilitas itu tak pelak membangkitkan tudingan undang-un-dang ini lebih mementingkan investor dan menyingkirkan kepentingan rakyat banyak. Menurut Wahyu Susilo, juru bicara Koalisi Organisasi Non-Pemerintah Tolak RUU Penanaman Modal, undang-undang ini memuluskan investor asing menguras sumber daya alam dan memeras tenaga kerja Indonesia dengan bayaran murah. ”Ini ancaman bagi kelangsungan industri nasional, sektor pertanian, dan pertambangan,” ujarnya. Soal jaminan tidak adanya nasionalisasi perusahaan asing, misalnya, di mata Wahyu keputusan itu terlalu tergesa-gesa. ”Padahal negara berhak menasionalisasi modal untuk kepentingan rakyat,” ujar Wahyu.

Tapi Menteri Perdagangan Mari Pangestu menolak jika undang-undang ini dicap mementingkan investor asing. ”Kami tidak melupakan kepentingan nasional. Ada rambu-rambu untuk menjaganya,” ujarnya. Kendati demikian, Mari mengakui ada sejumlah persoalan yang harus diselesaikan jika ingin undang-undang itu berjalan mulus. Antara lain, pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah serta penyederhanaan prosedur perizinan melalui mekanisme satu pintu. Jadi, ada PR berat yang harus diselesaikan pemerintah untuk ”mengawal” undang-undang ini.

LRB/Ariyani, Saiful

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus