Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Harga sebuah penampilan

Cita-cita untuk jadi bintang film telah mengantar johny indo ke penjara. penampilan yang wah, bermobil, perlu untuk menopang cita-citanya. semuanya tak mungkin ditutup hanya sebagai sopir dengan istri & 5 anak. (krim)

29 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUA Kiansantang di Gunungguruh (Sukabumi) kabarnya bekas pertapaan Prabu Siliwangi. Tapi di sini Johny tak dapat menyembunyikan jejaknya. Petualangannya April lalu, berakhir di gua ini. Yaitu seelah juru kunci petilasan keramat tersebut ogah melindungi dan malah kemudian melaporkannya kepada mantri polisi setempat. Nasihat seorang dukun wanita di Tanjungpriok, yang menjanjikan keselamatannya di sana, sia-sia saja rupanya. Menunggu putusan pengadilan berikutnya, di penjara LPK Cipinang tempat ia ditahan -- Johny masih mempertahankan penampilannya. Bertubuh semampai, lemah lembut, ia mengenakan celana jeans, baju kaos sport merah dan bersepatu kain putih dengan gambar salib. Kerapian begitu sangat perlu baginya. "Inilah susahnya di negara kita," katanya, "menghargai orang dari penampilannya." Untuk penampilan itulah, katana, yang menjerembabkannya ke dunia hitam. Coba-coba melemparkan dirinya sebagai bintang film dan model, lanjutnya, biayanya tidak sedikit. Selagi honorarium sebagai peran pengganti dan foto model iklan masih kecil, belum apa-apa, ia merasa harus kelihatan selalu bermobil. Untuk mencarter mobil saja pengeluarannya tak kurang dari Rp 500 ribu setiap bulan. Mulai ke Gereja Besar pasak dari tiang? "Tidak," bantahnya. Tapi memang, "penghasilannya" yang sekitar Rp 1,5 juta dari setiap perampokan lebih banyak digunakan untuk menopang penampilannva. Dan yang demikian katanya bukan foya-foya namanya. Demi "cita-cita untuk jadi bintang film," katanya. Lahir di Garut dari ayah orang Belanda dan ibu Banten, Johny harus menanggung seorang istri dan lima anak. Katanya tak pernah punya istri kedua atau ketiga. Pacar memang ada beberapa. "Sebagai layaknya bintang film," katanya, "saya memang banyak bergaul." Untuk pergaulannya itu tentu saja tak mungkin ditutupnya hanya sebagai sopir -- mengingat pula cita-citanya yang memang tidak sederhana. Ia hanya berpendidikan sampai kelas dua SMA. Jadi kegiatannya selama ini menggarong toko emas --katanya "semata-mata hanya karena kesulitan ekonomi." Menurut Johny hasilnya tidak berlebihan. "Bayangkan, jarak antara perampokan yang satu dengan berikutnya, bisa sekitar lima bulan." Apa rencananya kini? Mengharap keringanan. "Kalau kelakuan saya baik, saya kira akan dapat keringanan." Dan tambahnya, "prinsip saya sekarang, tidak akan mengulangi perbuatan yang dulu." Ia sudah mulai ke gereja dalam rangka tobat. Hanya saja yang disesalkannya ia menilai putusan pengadilan terlalu berat. Hakim, katanya, "sudah apriori penuh prasangka dan siap menghukum berat."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus