GUA Kiansantang di Gunungguruh (Sukabumi) kabarnya bekas
pertapaan Prabu Siliwangi. Tapi di sini Johny tak dapat
menyembunyikan jejaknya. Petualangannya April lalu, berakhir di
gua ini. Yaitu seelah juru kunci petilasan keramat tersebut
ogah melindungi dan malah kemudian melaporkannya kepada mantri
polisi setempat. Nasihat seorang dukun wanita di Tanjungpriok,
yang menjanjikan keselamatannya di sana, sia-sia saja rupanya.
Menunggu putusan pengadilan berikutnya, di penjara LPK Cipinang
tempat ia ditahan -- Johny masih mempertahankan penampilannya.
Bertubuh semampai, lemah lembut, ia mengenakan celana jeans,
baju kaos sport merah dan bersepatu kain putih dengan gambar
salib. Kerapian begitu sangat perlu baginya. "Inilah susahnya di
negara kita," katanya, "menghargai orang dari penampilannya."
Untuk penampilan itulah, katana, yang menjerembabkannya ke
dunia hitam. Coba-coba melemparkan dirinya sebagai bintang film
dan model, lanjutnya, biayanya tidak sedikit. Selagi honorarium
sebagai peran pengganti dan foto model iklan masih kecil, belum
apa-apa, ia merasa harus kelihatan selalu bermobil. Untuk
mencarter mobil saja pengeluarannya tak kurang dari Rp 500 ribu
setiap bulan.
Mulai ke Gereja
Besar pasak dari tiang? "Tidak," bantahnya. Tapi memang,
"penghasilannya" yang sekitar Rp 1,5 juta dari setiap perampokan
lebih banyak digunakan untuk menopang penampilannva. Dan yang
demikian katanya bukan foya-foya namanya. Demi "cita-cita untuk
jadi bintang film," katanya.
Lahir di Garut dari ayah orang Belanda dan ibu Banten, Johny
harus menanggung seorang istri dan lima anak. Katanya tak pernah
punya istri kedua atau ketiga. Pacar memang ada beberapa.
"Sebagai layaknya bintang film," katanya, "saya memang banyak
bergaul." Untuk pergaulannya itu tentu saja tak mungkin
ditutupnya hanya sebagai sopir -- mengingat pula cita-citanya
yang memang tidak sederhana. Ia hanya berpendidikan sampai kelas
dua SMA. Jadi kegiatannya selama ini menggarong toko emas
--katanya "semata-mata hanya karena kesulitan ekonomi." Menurut
Johny hasilnya tidak berlebihan. "Bayangkan, jarak antara
perampokan yang satu dengan berikutnya, bisa sekitar lima
bulan."
Apa rencananya kini? Mengharap keringanan. "Kalau kelakuan saya
baik, saya kira akan dapat keringanan." Dan tambahnya, "prinsip
saya sekarang, tidak akan mengulangi perbuatan yang dulu." Ia
sudah mulai ke gereja dalam rangka tobat. Hanya saja yang
disesalkannya ia menilai putusan pengadilan terlalu berat.
Hakim, katanya, "sudah apriori penuh prasangka dan siap
menghukum berat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini