Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WALI Kota Padang, Sumatra Barat, Zuiyen Rais, 60 tahun, kini menduduki kursi panas. Ia sebentar lagi terpaksa melepaskan posisi sebagai orang nomor satu di "kota awak" itu, menyusul putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan vonis MA pada 25 September 2000, Zuiyen dihukum selama 10 bulan penjara. Majelis hakim agung yang diketuai Soeharso menganggapnya telah menggelapkan uang anggaran negara.
Mungkin Zuiyen tak pernah menduga bahwa putusan dari peradilan tertinggi itu menjadi klimaks dari kasus pidana yang melibatkannya. Proses perkara yang panjang itu diawali dengan penyidikan sejak Mei 1999. Kasusnya menyangkut uang bantuan sebesar Rp 1,2 miliar dari Wali Kota Zuiyen kepada anggota DPRD Padang hasil Pemilihan Umum 1997.
Ada yang menuding bahwa bantuan itu merupakan uang pelicin untuk memuluskan jalan Zuiyen menjadi Wali Kota Padang untuk kedua kalinya. Sebelumnya, tahun 1993 sampai 1998, Zuiyen juga menjadi wali kota di situ. Akibat kasus dana bantuan, Zuiyen lantas dinonaktifkan dari jabatannya oleh Menteri Dalam Negeri Surjadi Soedirdja.
Ternyata, dewi keadilan berpihak pada Zuiyen. Pada Januari 2000, Pengadilan Negeri Padang membebaskannya. Karenanya, Zuiyen pun diangkat kembali menjadi Wali Kota Padang. Sementara itu, jaksa Hamzah Tadja mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya, ya, putusan pidana itu.
Namun, sampai pekan lalu vonis MA belum juga sampai ke tangan Zuiyen. Padahal berita tentang adanya putusan tersebut sudah dimuat di koran lokal. Akibatnya, Zuiyen, yang lahir di Kapau Agam, Padang, merasa perlu terbang ke Jakarta untuk mengeceknya.
Sayangnya, ketika dihubungi wartawan TEMPO Rian Suryalibrata, Zuiyen enggan menjelaskan hasil pelacakannya terhadap vonis MA di Jakarta. Ia juga tak mau mengomentari putusan pidana itu. "Ini semua terjadi karena ada yang mengondisikan supaya saya berhenti dan diganti dengan wali kota baru," kata Zuiyen.
Benarkah Zuiyen diincar oleh lawan politiknya untuk disingkirkan? Entahlah. Yang pasti, Zuiyen tergolong tipe pejabat yang meniti karir dari bawah. Mengantongi ijazah sarjana dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang, ia menjadi pegawai negeri di Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Madya Padang sejak 1970.
Sebelum itu, Zuiyen sempat malang-melintang sebagai wartawan untuk koran lokal dan menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Sumatra Barat. Berlatar belakang itu, Zuiyen akrab dengan wartawan.
Zuiyen menghabiskan karirnya di lingkungan pemerintahan. Jabatan-jabatan strategis yang pernah dipegangnya antara lain Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Padang. Begitu menggondol ijazah S2 dari Institut Pertanian Bogor, Zuiyen diangkat menjadi Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan/Kesejahteraan Rakyat. Setelah menjabat Kepala Sekretariat Wilayah Daerah, semuanya masih di lingkungan Pemda Padang, Zuiyen terpilih menjadi Wali Kota Padang ke-12 untuk periode 1993-1998.
Zuiyen punya nama harum di dunia pendidikan. Bersama bekas Gubernur Sumatra Barat Hasan Basri Durin dan bekas Menteri Kesejahteraan Rakyat Azwar Anas, Zuiyen ikut membidani kelahiran Universitas Bung Hatta pada 1981. Posisi sebagai Pembantu Rektor I di kampus itu pernah dienyamnya. Selain dunia pendidikan, Zuiyen berjasa membina kesebelasan Persatuan Sepak Bola Padang (PSP).
Namun, tak ada gading yang tak retak. Nama Zuiyen pernah tersangkut dalam kasus kebocoran dana di Perusahaan Daerah Air Minum Padang, yang digunakan untuk pembinaan PSP. Selain itu, sebagai wali kota, Zuiyen memiliki proyek raksasa bersama Hasan Basri Durin yang terbengkalai. Contohnya proyek Padang Industrial Park, yang tersangkut masalah pembebasan lahan, sehingga calon investor dari Malaysia menarik diri. Ada lagi proyek pemindahan terminal pada 1998 yang diprotes masyarakat. Terbengkalainya dua proyek itu ditengarai berbagai pihak di Padang sebagai latar belakang dan penyebab Zuiyen terus mengupayakan jabatan wali kota dengan dukungan Hasan Basri Durin.
Kini, setelah vonis kasasi yang memidananya muncul, agaknya Zuiyen tinggal menghitung hari. Ia mesti menjalani penjara 10 bulan, kecuali bila ia meminta grasi kepada presiden. Namun, entah kenapa, Zuiyen belum juga dicopot dari jabatannya.
K.M.N., Rommy Fibri (Jakarta), dan Febrianti (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo