Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Indonesia Masih Surga Koruptor

30 Desember 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN pertama pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri agaknya masih ditandai rapor merah dalam soal peradilan antikorupsi. Berbagai kasus megakorupsi tak kunjung tuntas, apalagi dihukum berat, di pengadilan. Contohnya kasus korupsi mantan presiden Soeharto beserta keluarga dan kroninya. Lantas kasus korupsi ruilslag (tukar-menukar tanah) Bulog dan Goro serta kasus Bank Bali. Kasus Soeharto lewat tujuh yayasan hingga kini buntu lantaran mantan penguasa Orde Baru itu dianggap sakit berat. Toh, kroninya dalam kasus itu tak jua diadili. Sementara itu, dalam kasus Bank Bali, beberapa terdakwa perdananya dibebaskan oleh pengadilan. Kini tinggal peradilan terhadap Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin. Demikian pula pada kasus ruilslag Bulog, meski mantan Kepala Bulog Beddu Amang sudah dihukum dua tahun penjara. Sudah begitu, para tersangka korupsi jarang ditahan. Bahkan beberapa dari mereka masih pula tetap menjadi pejabat negara. Kasus korupsi ruilslag Bulog, dengan terdakwa Tommy Soeharto, lebih janggal lagi lantaran kejaksaan baru menyita harta terdakwa setelah ada vonis kasasi dari Mahkamah Agung. Agaknya, dalam soal penahanan tersangka korupsi yang acap berdalih sakit dan penyitaan harta tersangka, kejaksaan mesti melakukan terobosan baru. Sebenarnya, dari segi peraturan, instrumen hukum antikorupsi sudah cukup lengkap. Undang-Undang Antikorupsi lama (tahun 1971) bahkan sampai dua kali diamandemen. Mendekat ini pun akan lahir undang-undang tentang komisi pemberantasan korupsi. Kalau demikian, persoalan utamanya sebagaimana penyakit semasa Orde Baru adalah kemauan dan keberanian pemerintah untuk membasmi korupsi, tentu termasuk pula keberanian dan peningkatan kemampuan jaksa pengusut korupsi. Tampaknya, pemerintah belum serius mencermati masalah tim kuat pembasmi korupsi. Tim dimaksud amat ditentukan oleh institusi dan pejabatnya, baik di Kejaksaan Agung, kepolisian, kehakiman, maupun Mahkamah Agung. Sampai kini, mengutip pendapat seorang ahli hukum senior, sepertinya pemerintah hanya memprioritaskan tim ekonomi yang canggih. Padahal, kalaupun tim ekonomi berhasil membangkitkan kembali perekonomian negara, hasil itu akan kembali ludes dimakan korupsi, sebagaimana terjadi sebelumnya. Happy S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus