Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tuti, oh, tuti

Seorang ibu berusaha mengambil anak yang ditinggalkannya untuk diserahkan kepada pria yang menghamilinya. tapi si nenek bertahan.

8 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YOHANES Susriyanda tidak bahagia. Bocah 11 tahun yang tinggal di rumah neneknya, di Perumnas Salatiga Permai, Salatiga, Jawa Tengah itu kini sakit-sakitan dan sering cemas. Sejak kecil Yohanes dirawat oleh neneknya, Sri Rahayu, janda 57 tahun, karena ditinggalkan ibunya sejak lahir. Namun, sekarang sang ibu, Tuti Maria Asumpta, 31 tahun, datang dan menuntut haknya sebagai ibu. Si nenek merasa keberatan. Karena tidak ada titik temu, perbedaan pendapat ini lalu berlanjut ke Pengadilan Negeri Ungaran, Jawa Tengah. Dalam persidangan yang kini sedang berlangsung, terungkap bahwa 12 tahun lalu, Tuti Maria Asumpta hamil di luar nikah ketika baru saja menyelesaikan SMA-nya di Jakarta. Tuti tak menggugurkan kandungannya. Bayi yang kemudian lahir dan diberi nama Yohanes ini dititipkan ke ibunya, Sri Rahayu. Ia sendiri kemudian berkelana. Sempat tinggal di Negeri Belanda dan menikah dengan warga sana. Yohanes kemudian dibesarkan Sri Rahayu. Sehari-hari Yohanes memanggil neneknya itu dengan sebutan ''ibu''. Berdua, nenek dan cucu ini, mengarungi berbagai kesulitan. ''Untuk menghindari pertanyaan orang-orang, saya terpaksa meninggalkan Jakarta dan pindah-pindah, menjual peninggalan suami untuk biaya hidup kami berdua,'' ujar Sri Rahayu. Namun, pada akhirnya nenek dan cucu ini bisa hidup tenang di Salatiga. Kehidupan mereka tiba-tiba terguncang ketika Tuti datang. Tuti mengatakan bahwa keluarga Tony Dradjat, pria yang menghimilinya 12 tahun lalu, bermaksud mengasuh Yohanes. Keluarga Toni bersedia mengganti semua biaya yang sudah dikeluarkan Sri Rahayu untuk membesarkan Yohanes selama ini. Kabar yang dibawa Tuti tak menggembirakan Sri Rahayu. Ia malah merasa terpukul. ''Saya sudah menderita untuk mengasuh Yohanes, mengapa baru sekarang mereka mau mengambilnya? Mengapa tidak dari dulu-dulu?'' katanya. Sri Rahayu tak rela, terutama karena Tuti mengambil anaknya untuk diserahkan kepada orang lain. Bukan untuk diasuh sendiri. Dan ini, konon, untuk mendapatkan uang pengganti perawatan Yohanes selama ini. ''Ibu macam apa itu?'' kata Sri Rahayu sengit. Karena Sri Rahayu berkeras, Tuti nekat membawa kasus ini ke pengadilan. Melalui pengacaranya, Achiel Suyanto, Tuti menggugat Sri Rahayu. Ia minta pengadilan membatalkan perwalian sinenek atas Yohanes. Memang Sri Rahayu tidak tercatat sebagai ibu Yohanes. Di akta kelahiran, Sri Rahayu tetap mencantumkan Tuti sebagai ibu kandung Yohanes. Baru pada April 1992 Sri Rahayu, berdasarkan keputusan PN Ungaran, ditetapkan secara hukum sebagai wali Yohanes. ''Perwalian ini saya buatkan untuk keperluan sekolahnya,'' kata Sri Rahayu. ''Perwalian itulah yang kami gugat,'' kata Achiel kepada M. Faried Cahyono dari TEMPO. Menurut Achiel, perwalian tersebut tidak sah karena diajukan tanpa diketahui Tuti. Achiel juga membantah pernyataan Sri Rahayu bahwa perwalian itu diajukan untuk kepentingan sekolah Yohanes. ''Saya sudah mengecek ke sekolahnya.'' Apa pendapat Achiel tentang motivasi Tuti menyerahkan Yohanes kepada orang lain? Menurut Achiel, secara hukum, ini hak Tuti sebagai ibu kandung Yohanes. ''Ia punya hak untuk memelihara sendiri atau menyerahkan anaknya untuk dirawat orang lain,'' kata pengacara itu. Apakah Sri Rahayu dengan sengaja ingin ''menguasai'' cucunya lewat perwalian? Sri Rahayu menyangkal keras kecurigaan itu. Menurut si nenek, ia sama sekali sekali tak bermaksud membuat Yohanes melupakan ibu kandungnya. ''Setiap kali ibunya telepon, saya suruh ia bicara dengan Tuti. Sebaliknya waktu Tuti pulang, saya juga menyuruh dia mendekati anaknya,'' katanya. Tapi karena Tuti jarang pulang, masuk akal bila si anak tidak merasa dekat dengan ibunya. ''Saya lebih suka tinggal dengan Ibu Sri daripada dengan Ibu Tuti,'' kata Yohanes ketika ditanya. Rustam F. Mandayun dan Bandelan Amarudin (Salatiga)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus