MERAJALELANYA tindak kejahatan belakangan ini membuat resah masyarakat. Dan ketika mereka yang sudah dicap sebagai bandit itu kini dijaring dengan semacam tangguk-rapat Operasi Bersih, timbul lagi keresahan baru: jangan-jangan kini petugas hukum pula yang mengabaikan hukum. Wartawan TEMPO Taufik Alwi dan Wahyu Muryadi kemudian mewawancarai Mayor Jenderal A.M. Hendropriyono, S.H., Panglima Daerah Militer Jakarta Raya sebagai Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Jakarta. Pertemuan mereka di Jakarta Convention Center, saat istirahat makan siang dalam Sarasehan Golkar, Rabu siang pekan lalu. Berikut cuplikannya: Apa latar belakang dan tujuan Operasi Bersih? Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah tanggung jawab ABRI, dalam hal ini Polda Metro Jaya. Selanjutnya Polda Metro Jaya dan beberapa instansi terkait mengusulkan untuk diangkat dalam forum Bakorstanasda. Jadi, ini bukan sama sekali cari nama, cari popularitas, ataupun ambisi pribadi, tetapi berdasarkan pengamatan yang seksama dari keadaan yang berkembang dalam masyarakat, oleh semua instansi terkait di DKI Jaya. Bakorstanasda Jaya memelopori Operasi Bersih ini? Saya tidak merasa memelopori. Begitulah strategi ABRI, perintah sama-sama kita terima dari Pangab. Tapi yang pertama ditangani harus jantung, yakni Jakarta. Bila dimulai dari Irian atau Kalimantan, nanti larinya ke Jakarta. Ini akan susah diatasi. Kenapa anggota pasukan makin banyak diturunkan? Maksudnya, semakin banyak petugas dikerahkan, akan dapat menangkap banyak penjahat. Kalau banyak penjahat yang ditangkap, kita bisa memeriksa dia, ke mana kaitannya. Bisa kita kembangkan. Tapi sejauh ini yang terbanyak adalah non-sindikat, yang kepepet ekonomi. Geng atau sindikat masih sedikit, tapi efektif, ini yang perlu kita bongkar. Kita sudah mencium embrio ini, antara lain adanya pembunuh bayaran, jaringan penjualan obat terlarang, dan minuman keras. Minuman keras berbahaya. Orang yang mabuk biasanya hilang kontrol dan sanggup berbuat sadistis. Mencuri cincin enak saja memutus jari korban, mengambil anting dengan menggunting telinga. Ini harus kita hentikan, apa pun orang mau ngomong. Ada kesan peristiwa Tampubolon merupakan faktor pencetus Operasi Bersih. Kesan ini tidak benar. Ini semua adalah strategi. Konsepnya sudah lama disusun, hanya kebetulan pas dengan kejadian Brigjen Tampubolon. Mestinya pas perintah turun, kita sudah main. Tapi kan perlu penjabaran dan mencari pola yang enak. Apakah masalah administrasi merupakan kendala serius dalam teknis pelaksanaan operasi? Biasanya begitu. Setiap gerak langkah perlu dukungan administrasi, keuangan, fasilitas perlengkapan, dan sebagainya. Kalau kita memikirkan itu ada prosedurnya, terus ada porsi- porsian, ini porsi polisi aja, wah, kan nggak selesai-selesai. Jadi, tidak usah lagi dipikirkan. Kita mendapat perintah Pangab, Jakarta ini harus aman. Bersihkan dulu kriminalitas, supaya kepercayaan rakyat terhadap alat negara terpelihara. Sebagian masyarakat bertanya-tanya, kok penanganan masalah kamtibmas melibatkan jajaran Kodam. Banyak orang mengira Operasi Bersih dilakukan Kodam. Padahal, Bakorstanasda bukan Kodam, tapi melibatkan Polda, Pemda, dan jajaran instansi terkait di wilayah ini. Ini forum koordinasi. Karena ini masalah kamtibmas, ujung tombaknya adalah Polda Metro. Pasukan Kodam dikerahkan untuk membantu. Dan ingat, salah satu jiwa dari perintah harian Kasad adalah kepedulian terhadap keadaan yang berkembang dalam masyarakat. Jadi, ini panggilan tugas. Ada kesan, polisi hanya dijadikan semacam proforma dengan ditampilkan satu dua orang, sedangkan yang bergerak lebih banyak baju hijau. Seperti kita tahu, aparat polisi masih kurang jumlahnya. Sehingga ketika beroperasi, khususnya di tempat yang agak jauh dan wilayah luas, seperti di Bekasi dan Tangerang, mungkin polisi cuma lima, tentaranya satu kompi. Jadi, kendalanya adalah jumlah polisi. Pasukan Kodam jauh lebih banyak dari Polda Metro Jaya. Kenapa penjahat begitu sadistis? Biasanya penyebab orang begitu sadistis adalah minuman keras. Maka, kita juga memusnahkan sejumlah besar minuman keras, terutama golongan C dan golongan lain yang dijual di luar izin dan ketentuan yang berlaku. Sekarang ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia gencar menyorot masalah hak asasi manusia. Dalam pelaksanaan operasi, bagaimana upaya Anda agar tidak sampai dituding melanggar hak asasi? Saya mengerti napas pembelaan asasi manusia, yaitu membela manusia dari kesewenang-wenangan. Tapi kadang orang lupa, kesewenangan itu bisa dimiliki oleh penjahat, bandit, gangster. Orang menjadi takut keluar karena dihadang, diteror, dan diancam. Nah, orang yang tertekan ini harus kita bela hak asasinya. Anda pernah menegaskan, para penjahat dan bandit di Ibu Kota harus habis sebelum November mendatang. Apa pertimbangannya dan kenapa optimistis? Tiap operasi ada batas. Beda dengan pembinaan, yang bisa tanpa batas waktu. Kalau tidak ada batas waktu, pasukan jenuh, dan biayanya boros. Sebagai ancar-ancar adalah forum APEC pada November nanti, yang memerlukan penjagaan keamanan maksimal. Jadi, ditargetkan, sebelum sidang APEC, tingkat kriminalitas telah ditekan seminimal mungkin. Kita bisa optimistis karena dukungan personalnya. Sejak digelar, anggota pasukan yang dikerahkan 16.700, dan akan ditambah lagi, sehingga sampai November jumlahnya 30.000 personel. Dalam menumpas kriminalitas, apakah kita cenderung main tembak saja, atau diupayakan pembinaan kepada penjahat yang tertangkap? Kalau main tembak, itu melanggar hukum meskipun maksudnya menegakkan hukum. Itu tidak boleh. Terhadap penjahat yang tidak bisa dibina lagi, kita pakai teori Montesory: biarkan ia termakan oleh kesalahannya sendiri. Misalnya, tertembak pada saat melawan atau melarikan diri. Andai dalam kejadian itu si penjahat menyerah, apa masih perlu ditembak? Selama mau menyerah, penjahat itu masih normal, bisa diharapkan kapok, dan tidak perlu ditembak. Apakah Operasi Bersih ini merupakan bentuk lain dari petrus (penembakan misterius) mengingat cukup banyak penjahat yang tewas ditembak? Itu tidak benar. Tidak ada petrus, tidak ada perintah Pangab untuk melakukan petrus. Banyak penjahat yang tertembak mati karena salah sendiri, melawan atau melarikan diri. Nah, mayat penjahat tadi kita serahkan ke keluarganya, tidak dibuang begitu saja. Bila ada mayat yang ditemukan di jalan, itu saya tidak bertanggung jawab, sebab besar kemungkinan korban pembunuhan antargeng mereka sendiri. Ada cerita, petugas seperti sengaja menghabisi penjahat dengan pura-pura si penjahat itu diberi kesempatan melarikan diri, kemudian baru dia ditembak. Komentar Anda? Itu sebetulnya ekses. Dalam peraturan atau prosedur tetap Binkamwil (Pembinaan Keamanan Wilayah) kami, itu tidak boleh. Tapi kalau ada penyimpangan, ini relatif kecil sekali. Kendati begitu, melalui media Anda, saya minta maaf kepada masyarakat yang terkena ekses itu. Apa upaya untuk menekan tindakan overacting dari petugas di lapangan? Selalu kita lakukan pengawasan. Prajurit akan selalu merasa diawasi, sehingga tidak berani bertindak macam-macam di luar prosedur. Kami selalu menegakkan pembinaan disiplin di satuan berdasarkan KUHDM (Kitab Undang-Undang Hukum Dasar Militer) dan KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Peraturan Militer) secara konsekuen. Menurut Anda, setelah ada Operasi Bersih, bagaimana kecenderungan kriminalitas di Ibu Kota? Menurun sekali. Hasil fisik cukup menggembirakan, bisa dicek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dan beberapa rumah sakit lain, jumlah korban kejahatan menurun sekali. Jadi sepi. Memang masih ada satu-dua kejadian, itu karena kita tidak bisa sekaligus sapu bersih. Istilah Anda seperti disikat, disapu, pengertiannya bagaimana, apa berarti dihabisi nyawanya atau ditembaki? Nggak, nggak ditembaki atau dimatikan. Artinya dibersihkan, ya, disapu dan disikat. Kita nggak perlu meledak-ledaklah, ikut saja prosedur hukum yang berlaku. Apa, sih, akar permasalahan yang menyebabkan timbulnya kriminalitas? Kalau akar permasalahan yang Anda maksud, ya, luas sekali. Ada faktor tekanan ekonomi, pengangguran, lingkungan, iman, dan sebagainya. Tapi setelah dipersempit, saya rasa penyebabnya adalah faktor keinginan mendapatkan uang dengan cara yang mudah. Apakah sejumlah tokoh yang disebut-sebut sebagai bos preman juga diawasi? Semua orang yang bersangkut paut dengan kekerasan tentu kita awasi. Teknik pengawasannya? Agak susah memaparkannya. Bisa saja kita amati dari laporan semua kejadian. Misalnya, dalam satu kejadian terlibat nama si A. Ada lagi kejadian, si A terlibat lagi, lalu terlibat lagi pada kejadian lain. Nah, si A ini kita beri tanda seleksi sasaran. Jadi, tinggal tunggu waktu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini