TUBUH perwira polisi dari Kepolisian Daerah Metro Jaya ini sedang-sedang saja. Tidak kurus, tidak juga tegap. Air mukanya bersih. Dan pembawaannya sehari-hari suka bercanda. Padahal, ia sering berurusan dengan maut. Selama 15 tahun ia berdinas di kepolisian, sudah 35 nyawa penjahat melayang di tangannya. Sebagian dari jumlah itu dieksekusinya ketika ia beraksi di zaman penembak misterius alias petrus. Selama Operasi Bersih yang kini dilaksanakan, jagoan kita ini belum menembak penjahat sampai tewas. Padahal, ia termasuk penembak berdarah dingin. Itu terasa jika ia mengungkapkan kejahatan si bandit. "Terhadap mereka, tangan ini gatal. Rasanya kepingin menembak saja," katanya pekan lalu kepada TEMPO. Sehabis mengedor penjahat, ia mengaku tidak menyesal atau dihantui rasa bersalah hingga terbawa dalam mimpi. Baginya, semua berlaku wajar. "Kita menjalankan tugas. Yang penting, kita bayangkan saja kebrutalannya. Kita bayangkan, jika tidak cepat ditembak, penjahat itu akan menikam kita. Jangan bayangkan ia sebagai manusia," katanya. Pernah, ketika aksi petrus diberlakukan di negeri ini, seorang rekannya tidak sampai hati mengeksekusi bandit yang sudah ditangkapnya. Sebab, wajah si bandit mirip dengan seorang anggota keluarga rekannya itu. "Langsung saya ambil pistolnya. Lantas saya yang mengeksekusi. Dor. Beres," kata jagoan kita ini lagi. Ia mengaku selagi menjalankan tugas kadang muncul rasa khawatir ditikam penjahat. Sial memang dapat muncul sewaktu- waktu. "Saya punya istri, punya empat anak. Kalau saya mati, siapa yang akan mengurus mereka? Mengandalkan uang pensiun, mana cukup," katanya. Karena itu, ia tak mau mengambil risiko. "Begitu penjahat mencoba menyerang, langsung saya tembak," katanya. Jadi, jangan mencoba main-main, atau bercanda, misalnya, karena sudah kebelet buang air lalu ngacir ke tempat gelap. Sebab siapa tahu sang jagoan yang kadar kecurigaannya sedang tinggi ini lepas kendali, dan mengedor Anda. Soalnya, ia mengaku, menembak sasaran ke dada adalah paling gampang. "Menembak kaki atau tangan riskan. Takut mengenai orang tidak bersalah," katanya. Polisi ini ternyata tidak pernah melumpuhkan penjahat dengan tangan kosong. "Omong kosong. Itu sih di film. Jangan kita tiru, bisa mampus kita," katanya. Ia suka mewanti-wanti rekan- rekannya. Mengenai penjahat yang ditembak hingga tewas ketika dibawa menunjukkan tempat persembunyian rekannya (penjahat lain), jagoan kita ini mengaku, untuk semua itu tidak ada instruksi khusus dari atasannya. Maksudnya, peristiwa itu spontan saja. Ketika penjahat mencoba lari, tembak saja. Tidak perlu lagi tembakan peringatan. "Kalau perlu tembakan peringatan, berikan setelah penjahat itu kita tembak lebih dulu." Dan kalau penjahat yang ditembak tadi sedang sekarat, jagoan kita ini mengaku memang ada sedikit timbul rasa kasihan. Maka, cara meredam rasa kasihan itu: sebutir pelor ditembakkan ke kepala si penjahat yang sekarat tadi. Selesai. Kok tega menjadi penembak berdarah dingin? "Nggak tahu, ya. Saya ini karatan di lapangan, sudah capek. Jadi, gampang jengkel, gitu," ujar perwira kita ini. Dan kalau ia bertemu dengan penjahat yang suka mempermainkannya? "Langsung dor saja. Kenapa pusing-pusing?" ujarnya ketus. Ngeri.WY dan TA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini