Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ia bicara soal petrus

Wawancara tempo dengan cecep (samaran) bekas gembong penjahat tentang kejahatan dan petrus (penembakan misterius)

21 Mei 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sejarah kejahatan di negeri ini, para penjahat sempat mengalami masa mengerikan. Yaitu, ketika muncul petrus (penembakan misterius) pada tahun 1983-1984. Ketika itu, banyak bromocorah atau gali yang tewas ditembak atau dijerat lehernya dengan kawat. Kejadian itu membuat para gali tak lagi berlagak jagoan. Konon, gali yang dibabat habis di atas 10.000 jiwa. Sebagian masyarakat bersyukur, karena angka kejahatan menurun drastis. Namun, ada juga yang tak setuju. Menurut mereka, penyelesaian tindakan kriminal seharusnya tanpa mengabaikan hukum yang berlaku. Dunia hitam di Indonesia geger. Para penjahat lari serabutan, cari aman. Bahkan ada yang menyogok Rp 5 juta atau Rp 10 juta untuk keselamatan dirinya. Sebagian selamat, namun banyak yang gagal. Seorang korban petrus yang selamat ini, kita sebut saja Cecep, mau mengungkapkan pengalamannya di tempat persembunyiannya, di sebuah kota kecil di Jawa Barat. Tahun 1970-an, Cecep beken sebagai gembong penjahat di Jawa. Namun, ia sendiri enggan disebut penjahat. "Saya tidak memeras, mencuri atau merampok," katanya. Ia lebih senang disebut "penjual keberanian". Tugasnya: mengamankan para bos. Untuk menjaga reputasinya, kalau perlu Cecep menyingkirkan saingannya. Cecep mengaku masa lalunya penuh dengan darah. Berikut petikan wawancara Cecep dengan TEMPO: Bagaimana Anda bisa masuk ke dunia hitam? Sejak kecil saya dikenal berani. Kerja saya berkelahi. Siapa "jual" pasti saya "beli". Karena itu sekolah saya berantakan, cuma tamat SMP. Suatu saat, karena ribut di tempat kerjaan, saya khilaf dan membunuh rekan sekerja. Akhirnya saya dipenjarakan. Lalu keterusan jadi preman. Anda disegani kawan dan lawan? Ya, karena saya itu tak kenal takut. Nggak peduli dia pembunuh atau bekas Nusakambangan, saya hadapi. Karena itu, saya sering dipanggil "dokter bedah". Tapi saya tidak membunuh. Bila perlu cuma membacok di bagian yang tidak mematikan. Kondisi kriminalitas sebelum ada petrus? Saat itu penjahat merajalela. Tindak kekerasan lebih brutal dari sekarang. Karena waktu itu pejabat maupun penegak hukum juga tidak menaati hukum. Apalagi banyak penjahat yang memiliki hubungan erat dengan penegak hukum. Akibatnya, tindakan kriminalitas bisa diselesaikan secara kompromi. Diperiksa lalu diam-diam dibebaskan. Seandainya diteruskan ke pengadilan, dengan uang kami juga bisa membuat tuntutan diperingan. Jadi, penjahat merasa urusan dengan penegak hukum gampang diselesaikan. Waktu itu kan ada ada organisasi seperti Prems, yang mencarikan pekerjaan untuk para residivis. Apakah organisasi itu berjalan benar? Tujuan organisasi itu baik. Tapi akhirnya para residivis menggunakan organisasi itu untuk kebanggaan. Lama-kelamaan, nama organisasi dibawa untuk menakuti orang. Misalnya, untuk tagih utang. Ya, sama saja dengan sekarang, ha-ha-ha.... Dari mana Anda tahu petrus itu dibuat untuk membasmi kalangan hitam. Dari koran. Aksi petrus itu sangat atraktif, karena tujuannya shock therapy. Jadi, kami langsung tahu sasarannya. Ciri-ciri korban petrus? Pada tahap awal korban petrus umumnya memiliki ciri luka tembakan. Setelah koran mencurigai aparat keamanan sebagai pelaku petrus, para penjahat lalu tidak ditembak, tapi dibunuh dengan dijerat. Ciri lainnya, pembunuhan itu sengaja diekspos. Korban dimasukkan dalam karung lalu dibuang tak jauh dari rumahnya atau di dekat keramaian umum. Anda sendiri sempat diburu petrus? Ketika berita kematian para bromocorah banyak diberitakan di surat kabar, saya waswas. Perasaan saya nggak enak. Saya lalu pamit pada istri tanpa memberi tahu tempat saya pergi. Ternyata firasat saya benar. Empat hari kemudian rumah saya digerebek. Istri saya dipaksa menunjukkan tempat persembunyian saya. Untungnya, dia nggak tahu. Pernah kepergok? Pernah. Pertama, ketika saya kangen pada istri dan anak saya. Diam-diam saya pulang. Rupanya, rumah saya diawasi. Ketika keluar rumah, saya diberondong peluru. Saya tidak kena. Saya lari lewat belakang. Kedua kali, saya diberondong ketika mengemudikan mobil. Saya berhenti, tapi penembaknya terus kabur. Ketiga, sewaktu saya berjalan ditabrak mobil dari belakang. Saya terlempar, lalu ditembaki. Tuhan masih melindungi saya. Anda punya ilmu kebal? Anggap saja kebetulan peluru itu tidak tepat sasarannya, ha-ha-ha.... Komentar Anda terhadap petrus. Itu cara pembasmian kejahatan yang brutal. Saya katakan brutal karena ada teman saya yang dibunuh di depan orang tua kandungnya. Ironisnya, dengan cap korban adalah bromocorah, pembunuhan itu menjadi sah. Yang saya sesalkan, teman saya yang sudah tobat juga dibabat. Tingkat kejahatan sekarang dibandingkan dengan tahun 1970-an. Kini, yang melakukan kejahatan itu belum pantas disebut penjahat. Itu cuma anak muda yang mabuk atau kehabisan duit, mencoba memeras. Karena tidak diberi, lalu menusuk. Mereka itu baru bibit penjahat. Sebab, penjahat yang profesional akan menghindari jatuhnya korban. Kini aparat bertindak tegas. Banyak penjahat yang didor sampai tewas. Kebijaksanaan petugas sekarang ini tanpa konsep yang jelas. Mereka membersihkan apa yang tampak di permukaan. Waktu petrus dulu, konsepnya jelas. Ada daftar nama dan komando yang jelas dari pusat. Kini instruksinya mengambang. Diserahkan ke petugas di lapangan. Ditembak mati kalau perlu. Ini tidak menyelesaikan akar masalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus