Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin resmi meneken Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyidik Koneksitas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur Kementerian Pertahanan tahun 2012. Keputusan itu diteken hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jaksa Agung resmi menandatangani keputusan tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, lewat keterangan tertulis, Kamis, 10 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim penyidik koneksitas ini, kata dia, beranggotakan 45 orang. Mereka berasal dari Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung, Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, dan Pusat Polisi Militer TNI dan Oditur Militer.
Ketut mengatakan tim akan segera menyidik dan memanggil saksi untuk diminta keterangan. Tim, kata dia, juga akan menyita dokumen dan alat bukti lainnya.
“Selanjutnya akan melakukan gelar perkara untuk menentukan konstruksi yuridis dan pihak yang bertanggung jawab atas perkara dimaksud,” kata Ketut.
Jaksa Agung membentuk tim gabungan ini karena menduga pelaku berasal dari unsur sipil dan militer. Sehingga, perlu keterlibatan POM TNI untuk menyidik unsur militer.
Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Hal ini membuat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.
Di Indonesia, slot ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun Kemenhan kemudian meminta hak pengelolaan ini dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Untuk mengisi slot itu, mereka menyewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited (Avanti).
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md mengatakan Kemenhan membuat kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kontrak dengan Avanti diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetujuan di Kominfo untuk pengelolaan slot orbit 123 baru keluar 29 Januari 2016.
Lebih parah, kontrak Satelit orbit 123 tak hanya dilakukan dengan Avanti. Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016. Menurut Mahfud Md, saat itu juga anggaran belum tersedia. Pada 2016 anggaran sempat tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemenhan.
Baca: Kejaksaan Agung Cekal Tiga Saksi Kasus Satelit Kemenhan