Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jalan Berliku Menguak Tabir

Karena kasus pembunuhan wartawan Udin tetap gelap, AJI dan SEAPA mencoba menerobosnya lewat gugatan perdata.

13 April 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH enam setengah tahun Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin tiada. Tapi wajah wartawan harian Bernas ini seolah hadir dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu. Wajah Udin yang bulat dan tubuhnya yang gempal dibayangkan lagi oleh sebagian hadirin saat dibacakan gugatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan South East Asian Press Alliance (SEAPA) terhadap Kepala Polri dan Panglima TNI. Tujuan akhir dari gugatan ini sejatinya memang satu: mencari pembunuh Udin.

Gugatan tersebut dilayangkan oleh kedua organisasi wartawan itu karena sampai detik ini pelaku utama pembunuhan masih gelap. Semula Dwi Sumaji alias Iwik yang disangka memukul si wartawan hingga tewas di rumah korban di daerah Bantul, Yogyakarta, pada 16 Agustus 1996. Tapi, setelah disidang di Pengadilan Negeri Bantul, ujungnya Iwik dibebaskan lantaran tidak terbukti bersalah.

Merasa dirugikan, Iwik lalu melaporkan Ajun Inspektur Dua Edy Wuryanto ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) IV/2 Yogyakarta. Soalnya, saat menjadi anggota reserse Polres Bantul, dialah yang diduga menjebloskan Iwik menjadi tersangka. Atas laporan ini, Denpom kemudian membawa kasus Edy—yang sejak 1999 dimutasi ke Korps Reserse Mabes Polri—ke Mahkamah Militer Yogyakarta.

Kasus itu sudah diproses sejak 2001, tapi macet. Komandan Puspom mengaku sudah berkali-kali meminta agar Polri menghadirkan Edy Wuryanto di persidangan, namun permintaan ini ditolak. Alasannya? Dia harus dilindungi karena seseorang tidak bisa diadili dua kali dalam perkara yang sama. Sebelumnya, Edy tengah diproses sebagai tersangka penghilangan barang bukti buku catatan Udin dan melarung darah Udin di Pantai Parangtritis, Yogyakarta. Tapi kasus ini pun masih terkatung-katung lantaran kepolisian juga tak mau menghadirkan Edy.

Karena terseok-seoknya perkara yang dilaporkan Iwik itu, kalangan AJI dan SEAPA pun kesal. Ini sebuah ancaman bagi kebebasan pers karena diduga kuat pembunuhan terhadap Udin berkaitan dengan berita yang pernah ditulisnya. Akhirnya kedua organisasi ini menggugat Kapolri cq Kepala Korps Reserse Mabes Polri dan Panglima TNI cq Danpuspom TNI. Kepolisian dianggap oleh penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menolak menyerahkan Edy Wuryanto, tersangka pada kasus rekayasa penganiayaan yang berakibat terbunuhnya Udin. Pihak TNI juga digugat karena dinilai tak serius menangani kasus ini, padahal Puspom mempunyai kewenangan untuk menangkap Edy.

Itu sebabnya, kedua lembaga tersebut, menurut Daniel Panjaitan, pengacara penggugat, menabrak Pasal 1365 KUH Perdata. "Mereka melawan hukum karena menimbulkan kerugian pada orang lain," katanya. Tuntutan yang diajukan si penggugat tak tanggung-tanggung, sebesar Rp 3,8 miliar ganti rugi material dan Rp 1 miliar ganti rugi material.

Menghadapi gugatan itu, kuasa hukum Polri dan Puspom, Palmer Situmorang, telah pasang kuda-kuda. Menurut dia, seharusnya kasus pembunuhan Udin diselesaikan secara pidana. "Macetnya proses pidana kasus ini, ya, harus diselesaikan secara pidana pula, bukan gugatan perdata," katanya. Karena itu, Palmer menilai gugatan perdata itu kurang tepat. "Ini ibarat mau menghidupkan ikan di darat," katanya. Dia pun menganggap tuntutan ganti rugi yang diajukan AJI dan SEAPA juga tidak relevan.

Hanya, bagi Indriyanto Seno Adji, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, gugatan tersebut tidak salah kapling. Perkara pidana bisa saja membuahkan gugatan perdata jika memang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Hanya, putusan kasus perdata tersebut tak bisa dijadikan landasan untuk mendorong macetnya kasus Edy Wuryanto. Kalaupun AJI dan SEAPA menang, kata Indriyanto, hal itu tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk membobol kebuntuan perkara pidana. "Tapi seharusnya Polri berbesar hati menyerahkan Edy ke mahkamah militer," ujarnya.

Edy Wuryanto sendiri sampai sekarang tak kelihatan datang ke kantor Mabes Polri. Ada kabar dia telah dipindahkan ke daerah Poso, Sulawesi Tengah. Hanya, ketika dikonfirmasi mengenai hal ini, Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Edward Aritonang mengaku tidak tak tahu persis. "Yang jelas, hingga akhir 2002, dia masih aktif dan berdinas di Mabes," katanya.

Wajah bulat Udin pun kembali terbayang. Betapa pelik dan berliku-likunya menguak kasus yang mengantar dia ke liang kubur, enam setengah tahun silam.

Nurdin Kalim, Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus