MEMBUNUH dengan jerat belakangan ini kian merepotkan polisi.
Sebab, sudah terbukti, korbannya bukan cuma penjahat kambuhan,
padahal caranya masih tetap sama: korban dijemput dari rumah,
malam hari, lalu ditemukan jadi mayat dengan leher dan tangan
terjerat tali plastik. Seperti yang ditemukan polisi
Tasikmalaya, Jawa Barat, dalam dua pembunuhan yang telah
terungkap, pelakunya adalah hansip atau peronda malam desa. Di
antaranya ada pula yang melibatkan petugas koramil. Korbannya
kali ini: tukang teluh dan rentenir.
"Rapi dan terencana," kata Letnan E. Mutakin, komandan reserse
kepolisian Tasikmalaya. Jeratan tali itu sengaja dipakai untuk
mengaburkan jejak, "agar polisi terkecoh dan peristiwa jadi
misterius," ujar perwira polisi yang sudah bertugas lebih dari
20 tahun itu.
Cuma, rupanya, penjemput calon korban bukan orang misterius.
Nyonya Empad, 28 tahun, penduduk Desa Taraju, misalnya, cukup
kenal bahwa yang menjemput suaminya, Umar, 40 tahun, pada malam
20 September itu, adalah Hansip Djalili. Hansip itu mengatakan
bahwa dia diperintah kepala desa memanggil Umar untuk urusan
transmigrasi. Sebagai calon transmigran, tanpa curiga sang
nyonya melepas suaminya.
Tapi, ketika sampai esoknya Umar tak kunjung pulang, Empad
terpaksa melapor ke polisi. Tentu polisi tak sulit mengusut.
Setelah Isak Koswara, kepala Desa Taraju, membantah bahwa ia
punya urusan dengan Umar malam itu, Djalili pun ditangkap.
Pengakuan Djalili, kemudian, mengungkapkan sebuah kisah.
Adalah Saf'an, 46 tahun, ketua RK setempat yang punya gara-gara.
Setahun lalu, anaknya meninggal dunia. Sesuai dengan hasil
pemeriksaan dukun di kampung itu, kematian itu disebabkan teluh,
sejenis ilmu hitam yang bisa mencelakakan orang.
Ada pula Abas, 29 tahhun, petani dan hansip, yang perutnya
buncit belakangan ini dicurigai karena teluh. Karena pengaduan
mereka, sebulan sebelum peristiwa, Umar diperiksa Kepala Desa.
Tentu saja Umar membantah tuduhan. Tapi, karena tuduhan penduduk
desa sudah begitu gencar, Kepala Desa memutuskan, Umar harus
pergi bertransmigrasi, "agar penduduk tak resah," cerita Isak
Koswara.
Rupanya di belakang itu, diam-diam ketua RK, Saf'an, punya
rencana lain. "Daripada membuat celaka orang di tempat lain,
baik dia dibunuh," begitu kata safan di rumah tahanan polisi
kepada TEMPO kemudian. Lewat suatu rembuk kecil dengan sekitar
20 penduduk, putus rencana malam itu, tukang teluh itu harus
dihabisi. Dan sebagai algojo ditunjuk Abas.
Ketika Umar dijemput di rumahnya, terpaut 300 meter sudah
menunggu Abas dan 4 temannya. Di situlah Umar dihabisi
beramai-ramai dengan pukulan pacul, kayu, dan batu. Kaki,
tangan, dan leher mayat diikat tali plastik, lantas dikuburkan
di lubang yang sudah disediakan. "Biar orang menyangka dia
korban pembunuhan dalam karung," kata Abas mengakui terus
terang.
Sekarang keenam tersangka pelaku pembunuhan itu ditahan polisi.
Mereka adalah Saf'an, Abas, Dodo, Udju, Ihin, dan Entoh. Sedang
14 lainnya, yang mengetahui rencana pembunuhan, cuma diperiksa.
"Sel tak cukup untuk menahan mereka semua," kata Mutakin.
Kisah itu cukup membikin kecut orang-orang yang dituduh tukang
teluh. Sulaeman, 40 tahun, penduduk Kecamatan Cikatomas,
sekarang minta perlindungan polisi, takut akan ancaman bunuh
dengan jerat. Di kecamatan itu 10 tukang teluh lainnya sampai
sekarang menghilang. Tapi, menurut polisi, mereka cuma sembunyi
karena takut. "Belum ada indikasi mereka dibunuh," kata Letnan
Mutakin.
Yan sudah pasti mati terjerat adalah Acip, 40 tahun, tukang
kredit dari Desa Salopa di Kecamatan Sukaraja.
Jalan peristiwanya mirip pembunuh Umar. Malam itu, 12 September,
Acip dijemput hansip. Sekitar 500 meter dari rumahnya. sudah
menunggu Dion, petugas sipil koramil setempat, bersama 3 petugas
ronda malam. Dion, yang dibantu petugas ronda, segera menjerat
leher Acip sampai korban mati lemas. "Mereka seperti menjerat
sapi saja," kata Mutakin. Barulah mayat dikuburkan di tempat
itu.
Serupa pula dengan peristiwa yang menimpa Umar, polisi bisa
membongkar kejadian itu dengan meringkus lebih dulu Toyib,
hansip yang menjemput korban dari rumahnya.
Duduk soalnya cuma karena Acip cekcok soal utang piutang, Rp
32.000, dengan Djukandi, ipar Dion. Dion lalu mengatur rencana
jahat. Dan tampaknya ini tak diketahui persis oleh petugas ronda
yang membantu. "Karena Dion, pegawai koramil, yan
memerintahkan, kami sangka Acip itu orang yang harus
'dikarungkan'," kata Toyib lugu di rumah tahanan polisi. Teman
Toyib ronda malam itu yang turut ditangkap adalah Iming, 41
tahun, Halil, 53 tahun, dan Odjon, 50 tahun. Dion sendiri buron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini