Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mereka yang sembunyi

Hutan-hutan di Jawa Barat dan Jawa Tengah disinyalir menjadi tempat bersembunyi penjahat yang takut opk (operasi pemberantasan kejahatan) dihimbau untuk menyerah. (krim)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETENTERAMAN penduduk yang tinggal di seputar hutan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dalam beberapa bulan belakangan ini agak terusik. Mereka sering diganggu orang-orang tak dikenal, yang secara paksa meminta makanan atau uang. "Mereka mengancam akan membunuh, bila kami melapor kepada yang berwajib," kata Mahmud, 24 tahun, penduduk Desa Suruhan. Orang-orang tak dikenal itu, yang bersembunyi di hutan jati dan hutan karet, diduga keras para bandit yang melarikan diri, karena tergencet Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK) di perkotaan beberapa waktu lalu. Dari logat bicaranya, yang ditandai penduduk, mereka diperkirakan ada yang berasal dari daerah Jawa Barat. Selain bersembunyi di hutan Boja, gali pelarian itu juga diduga penduduk bersembunyi di hutan Kaliwungu dan Alas Roban. Beberapa hutan di Jawa Tengah lainnya dan Jawa Barat disinyalir menjadi tempat mengamankan diri mereka yang merasa tersodok OPK. Di kawasan Segaranten dan Bojonglopang Sukabumi, diduga banyak penjahat bersembunyi. Satu di antaranya Suman bin Donci yang menurut polisi adalah residivis, tewas tertembak dalam operasi pagar betis Agustus lalu (TEMPO 3 September). Mahmud, yang telah disebut tadi, geregetan karena belum lama ini, sewaktu pulan dari desa tetangga memanggu dipan - tempat tidur kecil dan kayu - dan melewati hutan jati, ia dihadang tiga lelaki bertampang beringas. Uang Rp 1000, hasil kerja keras yang akan dipakai membeli beras terpaksa ia serahkan Pada hari yang lain, Mbok Gimah penduduk Desa Ngaglak, yang pulang dari pasar membawa kopi dan tembakau, mengalami nasib sama. Sukini dari Desa Jambon yang sehari-hari keliling kampung berjualan makanan, juga pernah mengalami nasib sial. "Saya dihadang dan semua barang dagangan diminta," katanya kepada TEMPO. Mereka tak hanya mencegat pejalan kaki. Sekali waktu, bila kepepet karena tak ada yang dapat dimakan, mereka turun ke desa. Marju, 45 tahun, penduduk Desa Jambon misalnya, pernah kedatangan beberapa tamu di tengah malam. Tamunya yang kurus dan tampak kelaparan itu, tanpa malu-malu, langsung minta makan. Tamu serupa mendatangi rumah Wagiman di Desa Sapen. Namun, belum sempat bersantap, ia kepergok petugas ronda dan segera lari. Ia tertangkap karena kakinya tak kuat membawa lari tubuhnya yang lemah kurang makan. Selain itu, polisi Kecamatan Mijen yang dibantu masyarakat setempat menangkap empat gali lain yang bersembunyi di hutan. "Tubuh mereka sudah kurus kering dan hampir mati kelaparan. Jiwanya juga mungkin terganggu, sehingga mereka melongo saja bila ditanya," kata seorang pejabat polisi Mijen. Beberapa pelarian di Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, juga tertangkap. Dua orang di antaranya tertangkap ketika mencegat Salamin, pedagang es dari desa Sawangan. Setelah masing-masing minum tiga gelas es, keduanya minta beberapa gelas lagi yang lalu dituangkan ke dalam kantung plastik. Mungkin untuk teman-temannya. Tahu-tahu muncul pengendara sepeda motor, berboncengan, yang membawa kail dan tempat ikan. Kedua pencegat Salamin anehnya, lari, dan "pengail ikan" yang ternyata petugas segera mengejar. Kedua pelarian segera diringkus. Dan menurut Salamin, keduanya diborgol, lalu dibawa pergi ke arah perkebunan kapas dan karet milik PTP XVIII. Belakangan ini gangguan agak berkurang - sejak penduduk meningkatkan siskamling. Dan bila menjumpai ada orang mencurigakan bersembunyi di suatu tempat, penduduk segera melapor ke aparat keamanan. Sebagai langkah pengamanan, bak menghalau macan, penduduk juga membakar ilalang dan semak-semak yang tumbuh di sela pohon jati dan karet. Pihak Perhutani kini juga meningkatkan patroli. "Di masa rawan begini, semua pegawai tidak dibenarkan mengambil cuti," kata Aji Darma, pejabat hubungan masyarakat Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dengan begitu, bisa di pastikan bahwa ruang gerak I para pelarian, yang tak diketahui berapa jumlahnya, menjadi semakin sempit. Maka, seorang pejabat polisi di Markas Besar Polri mengimbau agar mereka menyerah saja. "Tidak betul bahwa residivis atau gali yang menyerah akan ditembak. Menembak 'kan ada aturannya, tidak asal buang peluru," katanya. Tujuh residivis anak buah Saman bin Donci, yang September lalu tertangkap di Segaranten, buktinya, segera diboyong ke Sukabumi tanpa lecet sedikit pun - paling-paling digunduli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus