KETENTERAMAN penduduk yang tinggal di seputar hutan Boja,
Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dalam beberapa bulan belakangan
ini agak terusik. Mereka sering diganggu orang-orang tak
dikenal, yang secara paksa meminta makanan atau uang. "Mereka
mengancam akan membunuh, bila kami melapor kepada yang
berwajib," kata Mahmud, 24 tahun, penduduk Desa Suruhan.
Orang-orang tak dikenal itu, yang bersembunyi di hutan jati dan
hutan karet, diduga keras para bandit yang melarikan diri,
karena tergencet Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK) di
perkotaan beberapa waktu lalu. Dari logat bicaranya, yang
ditandai penduduk, mereka diperkirakan ada yang berasal dari
daerah Jawa Barat. Selain bersembunyi di hutan Boja, gali
pelarian itu juga diduga penduduk bersembunyi di hutan Kaliwungu
dan Alas Roban.
Beberapa hutan di Jawa Tengah lainnya dan Jawa Barat disinyalir
menjadi tempat mengamankan diri mereka yang merasa tersodok
OPK. Di kawasan Segaranten dan Bojonglopang Sukabumi, diduga
banyak penjahat bersembunyi. Satu di antaranya Suman bin Donci
yang menurut polisi adalah residivis, tewas tertembak dalam
operasi pagar betis Agustus lalu (TEMPO 3 September).
Mahmud, yang telah disebut tadi, geregetan karena belum lama
ini, sewaktu pulan dari desa tetangga memanggu dipan - tempat
tidur kecil dan kayu - dan melewati hutan jati, ia dihadang tiga
lelaki bertampang beringas. Uang Rp 1000, hasil kerja keras yang
akan dipakai membeli beras terpaksa ia serahkan Pada hari yang
lain, Mbok Gimah penduduk Desa Ngaglak, yang pulang dari pasar
membawa kopi dan tembakau, mengalami nasib sama. Sukini dari
Desa Jambon yang sehari-hari keliling kampung berjualan makanan,
juga pernah mengalami nasib sial. "Saya dihadang dan semua
barang dagangan diminta," katanya kepada TEMPO.
Mereka tak hanya mencegat pejalan kaki. Sekali waktu, bila
kepepet karena tak ada yang dapat dimakan, mereka turun ke desa.
Marju, 45 tahun, penduduk Desa Jambon misalnya, pernah
kedatangan beberapa tamu di tengah malam. Tamunya yang kurus dan
tampak kelaparan itu, tanpa malu-malu, langsung minta makan.
Tamu serupa mendatangi rumah Wagiman di Desa Sapen. Namun, belum
sempat bersantap, ia kepergok petugas ronda dan segera lari. Ia
tertangkap karena kakinya tak kuat membawa lari tubuhnya yang
lemah kurang makan.
Selain itu, polisi Kecamatan Mijen yang dibantu masyarakat
setempat menangkap empat gali lain yang bersembunyi di hutan.
"Tubuh mereka sudah kurus kering dan hampir mati kelaparan.
Jiwanya juga mungkin terganggu, sehingga mereka melongo
saja bila ditanya," kata seorang pejabat polisi Mijen.
Beberapa pelarian di Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, juga
tertangkap. Dua orang di antaranya tertangkap ketika mencegat
Salamin, pedagang es dari desa Sawangan. Setelah masing-masing
minum tiga gelas es, keduanya minta beberapa gelas lagi yang
lalu dituangkan ke dalam kantung plastik. Mungkin untuk
teman-temannya.
Tahu-tahu muncul pengendara sepeda motor, berboncengan, yang
membawa kail dan tempat ikan. Kedua pencegat Salamin anehnya,
lari, dan "pengail ikan" yang ternyata petugas segera mengejar.
Kedua pelarian segera diringkus. Dan menurut Salamin, keduanya
diborgol, lalu dibawa pergi ke arah perkebunan kapas dan karet
milik PTP XVIII.
Belakangan ini gangguan agak berkurang - sejak penduduk
meningkatkan siskamling. Dan bila menjumpai ada orang
mencurigakan bersembunyi di suatu tempat, penduduk segera
melapor ke aparat keamanan. Sebagai langkah pengamanan, bak
menghalau macan, penduduk juga membakar ilalang dan semak-semak
yang tumbuh di sela pohon jati dan karet.
Pihak Perhutani kini juga meningkatkan patroli. "Di masa rawan
begini, semua pegawai tidak dibenarkan mengambil cuti," kata Aji
Darma, pejabat hubungan masyarakat Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Dengan begitu, bisa di pastikan bahwa ruang gerak I para
pelarian, yang tak diketahui berapa jumlahnya, menjadi semakin
sempit. Maka, seorang pejabat polisi di Markas Besar Polri
mengimbau agar mereka menyerah saja. "Tidak betul bahwa
residivis atau gali yang menyerah akan ditembak. Menembak 'kan
ada aturannya, tidak asal buang peluru," katanya.
Tujuh residivis anak buah Saman bin Donci, yang September lalu
tertangkap di Segaranten, buktinya, segera diboyong ke Sukabumi
tanpa lecet sedikit pun - paling-paling digunduli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini