TANPA banyak kesulitan, Chevrolet Luv pick-up BL 5986 OA keluar
dari pelabuhan khusus milik Mobil Oil kontraktor Pertamina yang
mengerjakan penambangan LNG Arun - di Lhoksukon, Kabupaten Aceh
Utara. Sementara itu, beberapa mobil proyek lainnya, di siang
akhir bulan September itu, sibuk mengangkut muatan yang dibawa
kapal Ever Brave, dari Singapura, menuju lokasi proyek di
Landing, 7 km dari pelabuhan.
Anehnya, mobil dengan nomor dinding 324 itu mengubah arah menuju
ke barat: ke sebuah rumah di Desa Hagu, Lhokseumawe, 35 km dari
Pelabuhan Lhoksukon. Di situ dengan cepat, barang-barang
dipindahkan dari mobil ke gudang di samping rumah.
Di saat-saat itulah 4 anggota polisi dari Kepolisian Aceh Utara,
yang sejak pagi mengamati kegiatan di pelabuhan, segera
menggerebeknya. "Ini barang kepunyaan Mobil Oil, teriak Hamid
Badai, si pemilik rumah, sambil menunjuk tulisan "For Mobil Oil"
di dinding peti kemas, yang dibawanya bersama Ali Usman dengan
mobil itu. Tetapi keempat anggota polisi tersebut tidak peduli.
Setelah diadakan penggeledahan, di dalam gudang masih ditemukan
beberapa peti kemas serupa, isinya gasket, klep, dan beberapa
suku-suku cadang alat-alat berat penyambung pipa di pertambangan
minyak dan gas. Kesemuanya berjumlah 21 peti.
Berapa nilai barang yang dituduh selundupan itu masih belum bisa
dipastikan. Menurut faktur barang, yang tidak sesuai dengan
isinya, suku cadang tersebut dibell dari toko Mee Pao Enginering
(S) Pte., Ltd., 101 Bon Keng Road 0113/15, Singapura, dan
bernilai S$ 14.051. Pihak kepolisian sendiri belum bisa
menghitung nilai barang selundupan tadi. "Yang jelas, ratusan
juta," kata komandan Resort 103 Aceh Utara, Let kol Pol Agus
Saleh, kepada TEMPO. Sementara itu, sebuah sumber berani
memastikan bahwa barang selundupan tadi bernilai lebih dari
setengah milyar rupiah. "Suku cadang untuk alat-alat
pertambangan memang mahal harganya," kata sumber tadi.
Rupanya, karena harga barang tersebut tinggi, si penyelundup,
menurut Agus Saleh, tak segan-segan berusaha menyogok para
petugas yang menyergapnya. Kabarnya, berani sampai Rp 25 juta.
Sementara itu, menurut pengakuan Hamid Badai- yang ternyata
adalah direktur Firma Bahagia, salah satu rekanan sebagian
kebutuhan Mobil Oil - kepada polisi, suku cadang tersebut akan
dijualnya kepada PT Arun yang memproduksikan LNG.
Dari hasil pemeriksaan sel mentara, dua karyawan Mobil Oil, dari
bagian clearing di pelabuhan Lhoksukon, Ghazali Rizal dan
Alamsyah, terlibat. Dan hingga pekan lalu, sudah 17 saksi
diperiksa. Akan halnya mobil yang mengankut barang-barang
tadi, menurut manajer material Mobil Oil, Susilo Siswonto,
adalah milik kepala Inspeksi Bea Cukai Lhokseumawe, Drs. Benny,
yang disewakan kepada CV Hudaya, kontraktor Mobil Oil bagian
angkutan.
Sebenarnya, sudah lama polisi mencurigai pelabuhan hhusus di
Lhoksukon itu sebagai tempat penyelundupan. "Tapi baru kali ini
lah kami berhasil memergokinya," kata Agus Saleh. Pihak Bea
Cukai, menurut Agus Saleh, selalu meyakinkan polisi bahwa
barang-barang yang masuk melalui pelabuhan tersebut "semuanya
terdaftar dan hanya milik Mobil Oil." Baru belakangan pihak
kepolisian diperbolehkan masuk ke pelabuhan, setelah
berpura-pura akan menangkap buron pengisap ganjia.
Kepala Bea Cukai Wilayah I di Banda Aceh, Drs. Soepardjo, pernah
mengatakan bahwa memang sulit mengamankan lalu lintas barang di
pelabuhan-pelabuhan khusus, seperti di Lhoksukon itu. Tapi
sumber lain di Bea Cukai meyakinkan, sebenarnya lebih gampang,
"karena barang-barang yang masuk sudah khusus pemiliknya."
Kini pihak polisi masih terus melakukan pemeriksaan, "meskipun
banyak tantangan," ujar Agus Saleh. Sedangkan Mobil Oil,
walaupun dua karyawannya terpaksa ditahan , membantah terlibat
dalam perlstiwa itu. Barang-barang tersebut, menurut Susilo
Siswonto, tidak termasuk dalam daftar manifes. "Untuk memasukkan
suku cadang dari luar negeri, kami malah dibebaskan dari bea
masuk, sesuai dengan peraturan PMA," kata Susilo, "jadi buat apa
menyelundup?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini