Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tertuduh-tertuduh kelas cie

Pengedar narkotik kelas berat, daniel musa (yeri), nyen nyen, tan tjit nio diadili di Jakarta. di Jakarta diperkirakan terdapat 200 pengedar. (krim)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DANIEL Musa alias Yeri boleh dibilang seorang pengedar ganja yang kampiun. Hanya dalam beberapa bulan, ia berhasil memasarkan hampir 40 kilo "daun emas" yang diterimanya lewat paket, dalam 8 kali pengiriman. Si pengirim di Medan, menurut polisi tak lain Yeri sendiri. Caranya, setelah ia membeli dan memaketkan barang haram itu dari sana, ia buru-buru naik pesawat ke Jakarta, dan mengambil paket yang dikirimkannya. Terakhir, Maret lalu, akal bulusnya itu ketahuan. Petugas Bea Cukai di Jakarta mencurigai sebuah paket enam kilo lebih yang dialamatkan kepadanya. Polisi segera dikontak, dan begitu Yeri mengambil paketnya di kantor Elteha, Tanah Abang, ia pun disergap. Kini ia diadili di Pengadilan NegeriJakarta Pusat. Jaksa M. Panjaitan, pekan lalu, menuntutnya hukuman 10 tahun penjara. Tuntutan itu cukup.memadai karena Yeri boleh dibilang seorang residivis narkotik kelas berat. Pada 1978 lalu, ia dihukum 1 tahun 6 bulan. Di gedung pengadilan yang sama, kini juga tengah diadili residivis narkotik lain, Nyen Nyen dan ibunya, Mama Cacit alias Tan Tjit Nio. Juni lalu keduanya tertanekap di rumah mereka, di Bekasi, dengan bukti 2 cie morfin. Jaksa Sukarno menuntut keduanya masing-masing hukuman 6 tahun penjara disertai denda Rp 4 juta dan 3 tahun penjara plus denda Rp 2 juta. Nyen Nyen dan ibunya sudah tak asing lagi bagi polisi. Tahun 1978, Mama Cacit dihukum 7 bulan gara-gara memperjualbelikan "pembunuh putih" alias morfin. Sekarang, Nyen Nyen sudah 3 kali ditangkap oleh sebab yang sama. Sedangkan ayah Nyen Nyen, yang nama panggilannya Orok, belum lama ini baru keluar penjara setelah dihukum 4 bulan. "Keluarga itu memang hidup semata dari berdagang morfin," kata seorang perwira polisi Jakarta. Keluarga itu disinyalir sudah mulai terlibat bisnis narkotik sejak 1970. Mula-mula hanya sebagai pengecer kelas teri dengan omset beberapa cekak saja. Ternyata bisnis keluarga itu maju, sehingga mereka meningkat menjadi pengedar kelas cie, yang bisa mendatangkan penghasilan lumayan. Tertangkapnya Nyen Nyen dan Mama Cacit kali ini oleh dibilang secara tak sengaja. Mula-mula Kapten Pol Gordon Siadari, komandan Unit Narkotik Kodak Metro Jaya, beserta anak buahnya, memasang jaring-janng untuk menangkap Buce dan istrinya, yang diketahui sering melakukan transaksi lewat telepon. Setelah 3 bulan diamati dan dikuntit, Buce dan istrinya, Juni lalu, disergap di rumah mereka di bilangan Bekasi, saat meracik' lebih dari 1.000 cekak morfin. Buce tak berkutik dan mengaku mendapat morfin itu dari Boy Aseng. Boy itulah yang kemudian menunjuk Nyen Nyen serta ibunya sebagai pensuplai mereka. Dan ternyata benar. Namun, sampai kepada Nyen Nyen, polisi menemui jalan buntu untuk melacak jaringan pengedar narkotik yang lebih tinggi. Di sidang pengadilan, sebagai saksi Buce mengakui, ia punya hubungan bisnis narkotik dengan Nyen Nyen. Nyen Nyen sendiri juga mengaku, setiap 4 hari sekali ia paling tidak mengirim 1 cie morfin buat Buce. Morfin itu selaniutnva diracik dan diedarkan sampai ke Bandung dan Semarang. Menurut perkiraan Kapten Gordon, diJakarta paling tidak ada sekitar 200 pengedar hampir 90% di antaranya residivis - yang kini masih aktif melakukan bisnis dalam gelap. Dari jumlah pengedar itu, bisa dibayangkan berapa banyak yang sudah menjadi korban. Satu cie morfin, menurut Gordon, cukup untuk meracuni 150 orang. Sebab itu, orang seperti Gordon, yang setiap hari bergulat dengan "musuh masyarakat" dan tahu betapa berbahayanya narkotik, berharap agar para pengedar dihukum berat. Terus terang, Jaksa Sukarno pun "menyesal" hanya menuntut Nyen Nyen dan ibunya 6 dan 3 tahun penjara, meski masih dibebani denda. Sukarno mengaku baru sadar betapa berbahayanya narkotik setelah Kapten Gordon memberi kesaksian di pengadilan. Itu pula sebabnya ia hanya mengajukan perkara residivis narkotik elas berat itu secara sumir. Padahal, berdasar pasal 33 UU No.9/ 1970 tentang narkotik, orang seperti Nyen Nyen diancam dengan hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda Rp 30 juta. "Lain kali, insya Allah, saya akan mengajukan perkara narkotik secara toakan dan akan menuntut hukuman lebih berat," katanya kepada TEMPO . Menurut kabar, jaksa yang mengajukan perkara narkotik ke pengadilan biasanya memang bersikap hati-hati, antara lain dengan cara tidak terlalu gencar dalam mengejar jawaban terdakwa. Lalu tuntutan yang dilontarkan sering jauh di bawah ancaman hukuman yang ditetapkan undang-undang antinarkotik. "Salah satu hambatannya adalah soal jaminan keselamatan," kata seorang jaksa. Hal itu tampak dari cerita Jaksa M.- Panjaitan, misalnya, yang dalam menangani perkara Yeri mengaku diperingatkan beberapa rekannya agar tidak terlalu bersikap keras. "Sindikat narkotik biasanya punya kaki tangan dan bisa mengancam keselamatan mereka yang tak disenangi," begitu antara lain nasihat yang sampai ke telinganya. "Tapi saya tidak peduli. Bagi saya, hukum adalah hukum," kata jaksa yang sudah berpengalaman hampir 20 tahun itu. Selain menyadari bahaya? penyalahgunaan narkotik, jaksa itu juga tahu persis kegiatan Yeri karena kebetulan mereka bertetangga. Panjaitan sering menerima laporan dari para tetangga tentang bisnis gelap Yeri. "Dia ternyata memang pensuplai utama untuk wilayahnya. Saya perkirakan pelanggannya mencapai 50 orang," kata Panjaitan. Sebab itulah, ia merasa tidak ragu-rau menuntut Yeri 10 tahun penjara. Masih ditunggu apakah hakim yang memeriksa Yeri, Nyen Nyen, dan ibunya akan seberani Panjaitan atau bersikap hati-hati seperti Sukarno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus