Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jubir KPK: Hak Imunitas DPR Tak Berlaku untuk Kasus Korupsi

KPK mengatakan penggunaan hak imunitas oleh anggota DPR bisa menghambat penanganan kasus korupsi.

14 November 2017 | 19.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, mengatakan alasan imunitas yang digunakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto sebagai dalih untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK tak berdasar. Menurut dia, Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tak mengatur imunitas anggota Dewan yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

"Karena alasan imunitas ataupun dibutuhkannya persetujuan tertulis dari presiden, sebenarnya kalau kita baca Undang-Undang MD3 secara hati-hati, tidak ada ketentuan seperti itu," katanya di kantor KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 14 November 2017.

Baca juga: Kuasa Hukum Setya Novanto Minta KPK Belajar Soal Hak Imunitas

Febri menjelaskan, dalam konteks dugaan tindak pidana korupsi, hak imunitas tidak bisa digunakan anggota DPR. "Karena berisiko sekali kalau dengan alasan imunitas seseorang anggota DPR tidak bisa diperiksa," ujarnya. Menurut Febri, dalih imunitas bisa mempersulit penanganan kasus korupsi.

Setya mangkir dari pemeriksaan KPK saat akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Pada pemanggilan pertama, Setya mangkir dengan alasan tengah mengunjungi konstituen pada masa reses DPR. Dia kembali absen dan surat ketidakhadirannya dikirimkan Sekretaris Jenderal DPR. Dalam surat itu, Sekjen DPR meminta KPK meminta izin presiden jika ingin memanggil Setya.

Baca juga: Refly Harun: Imunitas DPR Tak Berlaku untuk Kasus Korupsi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengacara setya Novanto  Fredrich Yunadi, berujar akan meminta perlindungan kepada Presiden, Kepolisian RI, dan Tentara Nasional Indonesia jika KPK berniat memanggil paksa Setya. "Pasti kami akan meminta perlindungan pada Presiden, termasuk pada polisi dan TNI," ujarnya.

Jubir KPK itu i menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang MD3, terdapat pengecualian izin tertulis presiden itu jika yang disangkakan melanggar tindak pidana khusus. "Artinya, klausul itu tidak bisa digunakan lagi," ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus