Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kado Suap buat Para Jaksa

Jaksa Agung Muda Jacob Rahim dituding menerima suap dan menyalahgunakan jabatan. Tudingan yang serius, tapi Jacob menilainya sebagai rumor politik. Dan ia bersedia memaafkan pengadu.

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GELOMBANG aib tak henti- hentinya menerpa wajah kejaksaan. Juni lalu, Jaksa Agung Andi M. Ghalib yang dituduh terlibat suap, sehingga ia bukan saja diberhentikan sementara tapi berbagai pihak mendesak agar bekas orang nomor satu di kejaksaan itu dikenai status sebagai tersangka. Belum lagi isu Andi Ghalib reda, beberapa jaksa dikabarkan memeras tersangka korupsi. Dan seperti kado khusus untuk hari jadi kejaksaan ke-39, Rabu pekan ini giliran Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Wan Hasyim Jacob Rahim Saleh, yang dituding menerima suap. Pejabat tinggi setingkat di bawah jaksa agung itu dituduh berperilaku negatif sewaktu menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 1994-1996. Adalah Anti Corruption Committee Sulawesi yang melaporkannya ke Markas Besar Kepolisian Indonesia, Kamis pekan lalu. Menurut Ketua Badan Pekerja Komite Anti Korupsi, Asmar Oemar Saleh, ada enam kasus penyimpangan hukum yang dilakukan Jacob. Pertama, kasus korupsi sumbangan wajib petani cengkeh senilai Rp 115,7 miliar di Ujungpandang. Dalam perkara kontroversial ini, Jacob diduga merekayasa terbitnya surat penghentian penyelidikan. Padahal, tersangka perkara ini belum ada dan baru satu orang yang diperiksa. Lagi pula, hukum acara pidana tak mengenal istilah penghentian penyelidikan. Yang ada penghentian penyidikan. Diperkirakan, penghentian itu untuk menyelamatkan Direktur Utama Pusat Koperasi Unit Desa Hasanuddin, Nurdin Halid, dari meja hijau. Berkat jasanya itu, Jacob dikabarkan menerima dana ratusan juta rupiah. Belakangan, Nurdin Halid digiring juga ke pengadilan. Dalam perkara korupsi yang menjadi buah mulut itu, Nurdin dituntut bebas oleh jaksa dan divonis bebas oleh pengadilan. Kasus itu pula yang membuat Gagoek Soebagyanto, yang menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan setelah Jacob, dipercepat pensiunnya oleh Jaksa Agung Andi Ghalib. Yang kedua, juga soal penghentian penyidikan kasus korupsi dalam perkara pembangunan rumah transmigrasi di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Untuk ini, Jacob menerima uang Rp 25 juta. Adapun yang ketiga menyangkut pengadaan kursi sekolah di kantor pendidikan dan kebudayaan di sana. Dari pengusaha yang terkena kasus korupsi, Jacob pun meminta sejumlah dana untuk merenovasi kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Bahkan perabot rumah dan hewan peliharaannya dikabarkan berasal dari "hadiah" serupa. Barang-barang itu kemudian diboyong Jacob ke Jakarta, segera setelah ia dipromosikan sebagai Jaksa Agung Muda Pengawasan. Pengangkutannya menggunakan tiga truk, yang juga hadiah dari Usaha Dagang Jujur Jaya. Di Jakarta, menurut Asmar Oemar, Jacob mengomersialkan jabatannya sebagai pengawas jaksa. Ia membantu proses kenaikan pangkat dan jabatan banyak karyawan. Untuk satu jabatan yang ditolongnya, ia menerima imbalan puluhan juta rupiah. Asmar mengaku bahwa fakta yang diperoleh lembaganya itu berdasarkan keterangan sedikitnya tujuh orang saksi, selain bukti-bukti tertulis. Namun, "Kami hanya sebatas melaporkan dugaan perbuatan melawan hukum. Polisilah yang berwenang mengusutnya," kata Asmar. Kendati diuber-uber wartawan, Jacob Rahim enggan mengomentari aneka tuduhan yang dikumandangkan Anti Corruption Committee yang berkantor di Ujungpandang itu. Ia mengaku diminta oleh Jaksa Agung (pejabat sementara) Ismudjoko agar tak banyak bicara dan membiarkan masalah tersebut diusut kepolisian. Ia juga merasa sedih atas tuduhan itu seraya mengatakan, "Semua itu tidak benar." Namun, kepada sebuah sumber yang dekat dengannya, Jacob Rahim mengungkapkan bahwa bukan kali ini saja dirinya difitnah orang. Sebelumnya, ia pernah tiga kali dituding bertindak miring. "Alhamdulillah, saya bisa selamat dari cobaan. Fitnah itu tak ada yang terbukti," tuturnya kepada sumber tersebut. Jacob menduga—seperti yang dipaparkannya kepada sumber yang sama—bahwa dirinya banyak diserang, sangat boleh jadi karena ia acap bersikap tegas dan beberapa kali menindak jaksa bawahannya. Itu dilakukannya sewaktu menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan ketika menjabat Jaksa Agung Muda Pengawasan. Mungkin mereka yang ditindak itu merasa sakit hati. Malah beberapa waktu lalu, menurut Jacob pula, ada orang yang nekat memalsu KTP-nya. Orang itu lantas membuka rekening atas nama Jacob di sebuah bank untuk kemudian memeras banyak orang agar mengirim sejumlah uang ke rekening itu. Tentang perkara Nurdin Halid, Jacob pun menuturkan kepada sumber di atas bahwa dirinya sama sekali tak pernah menerima suap dari perkara itu. Bila kini muncul isu suap, menurut Jacob, hal itu tak lepas dari suasana politik di Sulawesi Selatan. Di sana ada kekuatan yang bertarung dan kecewa karena gagal menjadi anggota DPR. Tapi, "Meski difitnah, saya tak dendam. Saya maafkan tindakan mereka," katanya berhati-hati. Happy S., Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus