PEMBANTAIAN terhadap Sony, istri, dan anak mereka mulanya memang gelap. Tapi setelah tiga bulan, kini wajah polisi Kediri sudah tak lagi kusut. Kadispen Polda Jawa Timur, Letkol Daljono, pekan lalu, membeberkan, "Dalang pembunuhan ternyata ayah kandung Sony sendiri. Ia terbelit utang. Mau menjual tanahnya tapi dihalangi Sony." "Titik tolak terungkapnya kasus ini dari senjata yang digunakan pembunuh," kata Kapolwil Kediri, Kolonel Soediro Mangundjojo, kepada TEMPO. Visum Dokter Budiarto Saputro, dokter RSU Gambiran Kediri, menyebutkan telinga kiri Sony terluka sedalam 2,5 cm, hingga masuk jaringan otak. Tengkoraknya juga luka dan rahang kirinya retak. Sedang istrinya terluka pada kepalanya. "Ternyata, alat yang dipakai adalah kapak atau semacam kapak," kata Soediro. Polisi lalu pasang kuping tentang kapak itu. Sebelum ada pembantaian, dengardengar, Lilik Wahyu Widodo -- anak Kepala Desa Ngebrak, Gampengrejo, Kediri -- ke mana-mana bawa kapak dan selalu disimpan di jok mobilnya. Lilik, 30 tahun, bapak tiga anak yang berdagang kayu johar ini dikenal di kalangan pOIisl karena pergaulannya. Namun, anehnya, tiga hari setelah peristiwa berdarah itu, ketika ia ketemu dengan Mayor Suherto, Kabag Reserse, berusaha menghindar. Selama ini dia tak biasa begitu. Beberapa hari kemudian informasi tentang Lilik bertambah lagi. Setelah terjadi pembantaian itu, ia menggadaikan Mazda merahnya kepada Subandi, pegawai Agraria Kediri senilai Rp 0,5 juta. Walau mobilnya digadaikan, Lilik kok cerewetnya bukan main. Ia berkali-kali datang ke rumah Subandi, dan selalu menanyakan kapak yang di mobil itu. "Kapaknya masih ada? Jangan ditunjukkan atau dipinjamkan kepada orang lain, ya?" pesan Lilik. Sebaliknya, Subandi malah sempat membersihkan kapak itu. Mengapa mobil digadaikan? Mengapa penuh wanti-wanti dan kecerewetan? Akhir Mei lalu, diam-diam, polisi "meminjam" kapak itu untuk dikirim ke laboratorium Polda Jawa Timur. Sebulan kemudian hasilnya justru mengejutkan: jelas ada bercak darah manusia di kapak itu. Kapolwil Soediro yang sedang sibuk mengawasi pemasangan terop untuk HUT Polri lalu dibisiki Suherto. "Pak, hasil Labkrim positif. Darah manusia ada di kapak itu." Soediro menjadi berbinar. "Cepat. Kirimkan darah korban ke Labkrim agar lebih detail." Tak lebih dari sepuluh hari hasil Labkrim sudah berada di Polwil Kediri. Suherto dan kawan-kawan berjingkrak. Darah korban sesuai dengan bercak darah dalam kapak. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Lilik? Ia pun ditangkap pada 13 Juli lalu ketika sedang nongkrong di warung. Bekas pelaut yang lulus dari Akademi Maritim Surabaya itu tak melawan. Di hadapan polisi, Lilik terus terang mengakui: dalang pembunuhan terhadap satu keluarga itu adalah Koko Kamajaya ayah Sony sendiri. Mengapa Sony harus dilenyapkan? Menurut Lilik, yang mengutip Koko, Sony menghalangi penjualan tanah ayahnya di Pare, Kediri. Tanah 30 X 60 meter itu, konon, sudah ditawar Rp 40 juta. Dan Koko sangat butuh uang untuk membayar utangnya. Untuk menyelesaikan kerja besar ini, Lilik diupah Rp 15 juta. Lalu direkrutlah saudara sepupunya, buruhnya, dan kawan-kawannya sebanyak 10 orang. Di depan polisi yang memeriksa, Lilik mengakui dialah yang memimpin rambo-rambo itu untuk menyudahi Sony dan keluarganya. Hanya si kecil Debby, 5 tahun, yang dibantingnya hingga pingsan yang selamat. Ketika beroperasi pada dinihari itu Lilik menggunakan dua mobil. Yang jadi sasaran rumah di Jalan Teuku Umar 34, Kediri, tetapi sempat nyasar ke rumah nomor 30. Lalu mereka putar haluan dan masuk lewat pagar. Dan kenapa gampang memasuki rumah itu? "Kami dibuatkan kunci duplikat oleh Koko," begitu Lilik mengaku. Tak lebih dari 30 menit mereka menyudahi korbannya. Setelah di dalam rumah, kapak itu langsung dibabatkan ke Sony dan istrinya. Sedangkan leher Lidya dijerat dengan kabel. Esoknya, tanpa rasa gentar, Lilik datangke tempat kejadian. Ia minta imbalan yang Rp 15 juta itu. Koko memenuhi janjinya. Rp 5 juta diberikan secara tunai, dan sisanya dengan cek. Pada saat pemakaman, yang dilakukan tiga hari kemudian, Kakek Koko mencucurkan air mata juga. Entah sungguhan atau bohong-bohongan. Berdasar pengakuan Lilik itu, berturut-turut ditangkaplah Ismail, 48 tahun, saudara sepupu Lilik. Lalu Sugeng, 27 tahun, Darmadi, 20 tahun, Gunadi, 25 tahun. Operasi yang dipimpin langsung oleh Kapolwil ini juga menangkap Budi, 22 tahun, Munif, 29 tahun, Syamsul Hadi, 24 tahun, Imam Turandi, 20 tahun, Bianto, 23 tahun, dan Suripno, 22 tahun. Di depan polisi yang memeriksanya Lilik mengaku bahwa dialah yang memimpin pembantaian itu. Keterangan Kakek Tan Heng Hie alias Koko Kamajaya, 61 tahun, semula memang sudah diragukan. Katanya, dialah yang pertama kali menemukan anak cucunya tergorok. Ia berteriak, hingga membuat tetangga berdatangan. Sementara itu, dua pembantu mereka, Suyanah dan Kanti, mengaku melihat mayat itu bergelimpangan, baru kemudian mereka membangunkan Tan. Koko dalangnya, tetapi di mana dia sekarang? "Ia masih buron," kata Soediro. Ia tetap optimistis bahwa Koko bakal tertangkap. Dan kalau benar Koko sebagai otak pembunuhan itu, "Dia itu kok bukan manusia lagi," kata Tan Siong, kakak istri Sony. Sedangkan keluarga Lilik, kini sudah menyiapkan Ma'arif, S.H., pengacara dari Tulungangung. "Rasanya, kami tak percaya Mas Lilik melakukan pembunuhan. Pada malam kejadian itu ia baru pulang bersama Ayah dari Malang," kata Wahyu Hidayat, adik kandung Lilik. Widi Yarmanto (Jakarta) & Budiono Darsono (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini