RABUSIN Munthe menggedor pintu rumah itu. Kemudian sersan mayor polisi pensiunan itu berteriak, "Jim, jangan kamu bunuh dia." Jim keluar diikuti temannya, Saimin. Rabusin terbelalak melihat golok berselemak darah di tangan dua lelaki itu. "Kau sudah bunuh dia?" Sial. Belum 20 langkah berlari, Rabusin, 49 tahun, tergelincir. Dan ia terpelanting ke dalam parit. Jim mengejar, lalu menebas kepalanya. Kemudian giliran golok Saimin merobek tubuhnya. Orang-orang tak kuasa mencegah. Tapi Rabusin masih sanggup berdiri dan lari ke rumah Capa Rabumun, di depan parit itu. "Tolong saya. Tolong...," teriak Rabusin, terengah, pada Serda Ajudan anak Capa Rabumun -- di rumah itu. Melihat Serda Ajudan mencabut pistol, Jim dan Saimin ngacir. Tak lama kemudian, Rabusin tewas. Di tubuhnya ada 13 luka menganga lebar. Setelah itu rumah Capa Rabumun diperiksa polisi. Ya, Tuhan. Di gang antara rumah induk dan dapur, tergeletak pula mayat Sertu Ujiansyah. Tak kalah sadistis, hanya daging sekelingking sebagai penyambung kepala dengan lehernya. Darah ngocor ke perigi, dekat mayat yang tengadah itu. Menurut polisi di Polres Aceh Tenggara, Jim dan Saimin mengintai Ujiansyah, 25 tahun, yang baru pulang dari kantor. Mereka bersebelahan rumah di Desa Kuta Rih, Kecamatan Babussalam, Aceh Tenggara. Begitu sampai di rumah, pejabat Kepala Urusan Tata Usaha Polres Aceh Tenggara itu pergi ke kolam ikan emas di belakang rumahnya. Setelah memeriksa air kolam, ia balik ke rumah. Dia menutup pintu belakang, dan duduk merokok. Ketika itulah, Jim dan Saimin masuk dari pintu depan. Jim bersembunyi di balik dinding, Saimin pura-pura bertamu. Saimin dan Ujiansyah memang kenalan lama. Tiba-tiba, Saimin memeluk Ujiansyah. Mereka bergelut. Saimin menindih perut lawannya, menekan kedua tangan Ujiansyah ke lantai. Ketika itulah, Jim, yang bertubuh atletis dan berjenggot tipis itu, keluar. Langsung ia menggorok leher Ujiansyah. Setelah lawannya terkapar, mereka melucuti pakaian dinas korbannya. Pakaian itu disiram air, lalu dijemur. "Untuk memberi kesan, mereka tidak membunuh polisi," tutur polisi. Mayat telanjang itu ditutup kain sarung. Rupanya, Rabusin sejak tadi melihat Jim dan Saimin mengintai. Waktu itu ia mencangkul di ladang, 200 meter di belakangrumah Ujiansyah yang pendiam itu. Dia terlambat. Ketika tiba di depan rumah korban, Jim dan Saimin telah melaksanakan niatnya. Malah Rabusin jadi korban berikutnya. "Supaya jangan ada saksi. Tapi malah jadi tontonan," kata polisi lagi. Adapun Jim dan Saimin, sesudah pembantaian itu, lenggang kangkung masuk kota. Masih menenteng golok. Kaus Jim penuh percikan darah. Mata mereka bak saga. Tak seorang berani mendekat. Untung, ada Samidan, 48 tahun, Kepala Desa Kuta Rih. Ketika ia muncul, Jim, yang pada 1983 pernah membunuh, mengangkat golok. "Sabar, Jim. Saya ini orangtuamu," kata Samidan. Ibu Samidan memang adik dari kakek Jim. Karena itu, keduanya menyerahkan golok kepada Samidan. Dan Jim bersedia me-nyerah kepada polisi. Tapi Samidan tak membawa Saimin ke kantor polisi. "Ya, sebab, kata Jim, Saimin tak terlibat," kata Samidan. Kini Saimin buron. "Sebenarnya, Samidan takut kepada Saimin," kata polisi. Belakangan terungkap, Saimin, 28 tahun, ternyata residivis kakap. Ia sering membunuh di Aceh dan Sum-Ut. Kini seluruh jalan keluar di Kotacane tertutup, sebab Saimin diperkirakan belum keluar dari sana. Ia masih menunggu sisa bayaran ikut membunuh Ujiansyah sebesar Rp 3 juta seperti dijanjikan Jim, pedagang kerbau itu. Menurut Samidan, pembunuhan itu karena dendam. Sekitar 1985, Haji Ismail Selian, 47 tahun, menghina Ujiansyah lantaran ia membeli rokok ketengan. "Hoi, polisi miskin," kata Haji Ismail. Ujiansyah tersinggung, lalu menggebuk Ismail. Lantaran itu, Ujiansyah dibui dua bulan. Perkara tak padam. Jim, 27 tahun, anak tertua (dari sembilan bersaudara) Haji Ismail, panas. Pertengkaran sering terjadi. Bahkan Ujiansyah pernah mencekik adik ipar Jim. Samidan sempat menengahi, karena mereka bersaudara. Ayah Ujiansyah adalah abang Ismail, sedang ibu Rabusin, bibi ayahnya Ujiansyah dan Jim. "Saya gagal mendamaikan mereka," kata Samidan. Penjagalan pada Agustus lalu itu, pekan ini, dilakukan rekonstruksinya. Monaris Simangunsong
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini