Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kasus Bulog Jauh Vonis dari Skandal

Dianggap menggelapkan dana Bulog, Sapuan dihukum dua tahun. Tapi vonis itu tak membedah peranan Presiden dan kalangan dekatnya.

1 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SKANDAL dana Bulog yang mengguncang kancah politik itu ternyata kering di pengadilan. Pada Februari lalu, kasus dana Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) di Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar Rp 35 miliar itu mengakibatkan Presiden Abdurrahman Wahid terkena memorandum dari DPR. Presiden dan beberapa tokoh dekatnya dianggap terkait dengan kasus tersebut. Akibatnya, Kejaksaan Agung sibuk mengusutnya. Namun, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kasus dana Rp 35 miliar itu akhirnya cuma terlokalisasi pada terdakwa Sapuan, mantan Wakil Kepala Bulog. Selasa pekan lalu, majelis hakim yang diketuai Lalu Mariyun memvonis Sapuan dengan hukuman dua tahun penjara. Ia dianggap terbukti melakukan penggelapan dalam jabatan. Menurut anggota majelis hakim, Rusman Dani, Sapuan telah membujuk pengurus harian Yanatera, Mohamad Yakob Ishak dan Moelyono, untuk mengeluarkan dana Yanatera sebesar Rp 35 miliar. Dana ini kemudian dicairkan Soewondo, yang disebut-sebut sebagai tukang pijat Presiden Abdurrahman. Padahal, kata Rusman, setiap pengeluaran dana Yanatera lebih dari Rp 500 juta harus disetujui oleh pendiri Yanatera, yakni Kepala Bulog. Masalahnya, permintaan Sapuan agar pengurus Yanatera mengeluarkan dana tak pernah disetujui Kepala Bulog saat itu, Jusuf Kalla. Majelis hakim juga menilai sikap Sapuan yang memungkiri tuduhan jaksa sebagai hal memberatkan terdakwa. Padahal, kasus dana Bulog telah berdampak nasional dan menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Begitupun majelis menganggap ada yang meringankan Sapuan, yakni tak mencicipi dana tersebut. Meski faktor meringankan itu terdengar janggal, toh putusan hakim lebih tinggi enam bulan dari tuntutan jaksa Nulis Sembiring. Mendengar vonis itu, Sapuan tak sabar hendak segera meraih pengeras suara. Pengacaranya, Mohamad Assegaf, cepat mencegahnya. Usai berkonsultasi dengan Assegaf, Sapuan langsung menyatakan banding. Sapuan, yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana abu-abu, menyatakan putusan itu keterlaluan. Bagi Sapuan, dirinya berwenang memerintahkan pengurus Yanatera untuk mengeluarkan dana. Sebab, Kepala Bulog dan Wakil Kepala Bulog secara bersama-sama merupakan pimpinan Yanatera. Karenanya, Wakil Kepala Bulog bisa bertindak sebagai pendiri Yanatera dan memberi izin pengeluaran dana Yanatera di atas Rp 500 juta. Lebih dari itu, menurut Sapuan, pengeluaran dana tersebut juga atas perintah langsung Presiden. Sebagaimana diutarakan Soewondo, kata Sapuan, Presiden membutuhkan dana dimaksud untuk dana kemanusiaan di Aceh. "Sebagai bawahan Presiden, tentu Sapuan tak mungkin mengabaikan perintah itu," ujar Assegaf. Ternyata, majelis hakim mengesampingkan kisah Sapuan dan Presiden. Menurut Rusman Dani, Sapuan memang bertemu dengan Presiden untuk membicarakan dana Bulog bagi penanggulangan masalah Aceh. Waktu itu, Sapuan mengusulkan agar penggunaan dana tersebut dituangkan melalui keputusan presiden. Tapi, Presiden tak menanggapi usulan Sapuan. "Karena Presiden tak berkomentar lagi, berarti urusannya sudah cut (maksudnya, cerita tentang Presiden dan dana Bulog sampai di situ)," kata Rusman. Berdasarkan itu, majelis hakim merasa tak perlu membuktikan lebih lanjut keterkaitan Presiden dengan kasus tersebut. Tak aneh bila keterangan Presiden, yang pernah diperiksa polisi penyidik sewaktu Kepala Kepolisian Republik Indonesia dijabat Jenderal Rusdihardjo, cuma dibacakan di persidangan sebelumnya. Tentu saja pertimbangan hakim sepertinya jauh panggang dari api. Padahal, Rusdihardjo di DPR pernah mengatakan bahwa Presiden memberikan cek dari Bulog senilai Rp 5 miliar kepada Siti Farikha. Namun, pengadilan berpendapat bahwa cek itu diterima Siti Farikha dari Aris Junaidi. Sebagaimana ramai diberitakan, Siti Farikha dan Aris Junaidi dianggap sebagai tokoh dekat Presiden. Agaknya, di depan hukum, hubungan Presiden dengan kasus dana Bulog akan semakin kempes. Pada persidangan Soewondo di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, keterlibatan itu pun belum disinggung, demikian pula di Kejaksaan Agung, yang telah memeriksa Sapuan, Soewondo, dan Jusuf Kalla. Kejaksaan Agung mengusut kasus itu setelah ada rekomendasi dari DPR. Entah bagaimana kelak di DPR, setelah memorandum pertama. Hps., Agus S. Riyanto, Ardi Bramantyo, Gita W. Laksmini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus