SETELAH Tommy Soeharto raib, kini godam hukum menghantam jejak putra mantan Presiden Soeharto itu. Ia tak hanya mesti menjalani hukuman 18 bulan penjara dan membayar ganti rugi Rp 30 miliar dalam kasus korupsi ruilslag tanah antara Bulog dan Goro, tapi juga harus membayar utang pajak Rp 3 triliun lebih dari bisnis mobil Timor.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli dan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo, pekan lalu, kasus utang pajak Timor telah diputus Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu. Karena itu, instansi pajak akan secepatnya mengeksekusi aset PT Timor Putra Nasional milik Tommy.
Dulunya, bisnis mobil Timor terhitung warisan kebijakan Orde Baru yang tergolong privilese sehingga dikecualikan dari rambu hukum. Dengan embel-embel proyek mobil nasional, Timor dibebaskan dari kewajiban pajak dan bea masuk. Beleid itu begitu jelas menguntungkan Tommy, dan sebaliknya merugikan negara.
Setelah Soeharto lengser, proyek Timor pun banyak digugat. Pemerintah akhirnya mengharuskan Timor membayar bea masuk dan pajak sebesar Rp 3 triliun lebih. Untuk itu, instansi pajak lantas mengeluarkan surat paksa pembayaran pajak kepada Timor.
Ternyata, Timor ketika Tommy belum buron menggugat surat paksa pajak ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Menurut kuasa hukum Tommy, Elza Syarief, sewaktu mobil-mobil itu dijual, Timor juga tak membebankan pajaknya kepada konsumen. Lagi pula, kata Elza, surat paksa tadi melanggar prinsip hukum tentang aturan tak bisa berlaku surut.
Di persidangan, instansi pajak menganggap gugatan Tommy tak tepat. Alasannya, perkara pajak bukanlah kompetensi PTUN, melainkan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Hebatnya, pada 19 April 1999, PTUN meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan surat paksa. Akibat penundaan itu, jangankan menyita mobil Timor di Cikampek dan Tanjungpriok, mendekati dua lokasi itu saja petugas pajak tak mampu. Di Jakarta, pemerintah daerah pun tak berhasil menyegel Gedung Humpuss, yang juga milik Tommy.
Entah bagaimana kelanjutan proses hukum terhadap kasus pajak Timor. Yang pasti, Rizal Ramli dan Hadi Purnomo menyatakan bahwa pemerintah telah memenangi perkara tersebut di MA. Tapi, kedua pejabat itu mengaku belum menerima salinan vonis kasasi dimaksud.
Elza Syarief menduga, yang dimenangi pemerintah di tingkat kasasi adalah masalah penangguhan surat paksa. Di tingkat pertama dan banding, katanya, masalah itu dimenangi Timor. Berarti, perkara pokoknya tentang keputusan surat paksa belum selesai.
Elza juga mengaku, seperti Rizal dan Hadi, belum menerima salinan vonis kasasi tadi. "Rasanya tak pantas kalau belum menerima salinan putusan tapi sudah berkomentar," ujar Elza, menanggapi pernyataan Rizal dan Hadi.
Kalaupun putusan kasasi itu memenangkan pemerintah, toh masih banyak ganjalan menghadang. Soalnya, Timor tidak cuma diburu pajak, tapi juga menanggung utang sekitar Rp 3 triliun kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Menurut Divisi Legal BPPN, Robertus Bilitea, seharusnya aset Timor dibagi secara proporsional antara instansi pajak dan BPPN. "Ending-nya kan sama-sama masuk ke kas negara, meski jalurnya beda," ucap Robertus.
Namun, buat Rizal dan Hadi, tetaplah kewajiban pajak yang didahulukan. Itu berarti BPPN baru akan memperoleh tagihannya setelah aset Timor dipotong dengan utang pajak.
Tapi, itu kalau aset Timor lebih dari Rp 3 triliun. Kenyataannya, aset Timor diduga tak sampai segitu. Sementara ini, yang ada baru rekening Timor senilai Rp 500 miliar di BPPN dan mobil-mobil Timor senilai Rp 900 miliar.
Mengambil pabrik Timor di Cikampek pun bukan urusan gampang. Sebab, BPPN, yang sedang merestrukturisasi utang Timor, masih berharap adanya investor baru untuk meneruskan bisnis Timor. Nantinya, proses pergantian pemilik saham Timor pun harus melalui rapat umum pemegang saham. Celakanya, proses ini pun kian sulit lantaran Tommy tak ada.
Demikian pula bila kantor pajak hendak memburu aset pribadi Tommy, sebagaimana diutarakan Rizal Ramli. Menurut Elza, urusan utang Timor tak lantas bisa dijadikan urusan utang Tommy.
Sementara itu, pabrik Timor di Cikampek juga masih dibayangi tuntutan PT Saprotan, yang mengklaim lahan pabrik itu sebagai miliknya. Jadi, pemerintah bisa memperoleh utang pajak Timor?
Happy S., Agus Hidayat, dan Agus S. Riyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini