Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Permasalah pekerja migran ilegal seolah tak pernah selesai. Migrant Care mengatakan penyebabnya karena ada jaringan kuat yang terus beroperasi di luar negeri dan tak pernah tersentuh hukum. Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono mengatakan agen-agen yang beroperasi itu sudah berjalan puluhan tahun dan memiliki relasi dengan para calon majikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Para majikan membayar mahal untuk mendatangkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui jaringan agen-agen tersebut,” kata Nur saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, jika ingin menyelesaikan kasus pekerja migran ilegal yang kerap kali berujung pada kasus perdagangan orang atau perdagangan manusia, pemerintah dan aparat penegak hukum perlu menelusuri dan menangkap sosok pengendali jaringan pekerja migran ilegal tersebut.
Selain itu, Nur juga mengatakan lemahnya pengawasan di tingkat daerah menjadi penyebab calo-calo mudah menyebar dan menarget calon pekerja migran dari Indonesia. Ketidakseriusan penegakan hukum, kata dia, juga menjadi alasan mengapa kasus pekerja migran ilegal dan kasus perdagangan orang tak pernah usai.
“Mereka mengetahui jaringan tersebut, namun mereka enggan untuk melakukan penertiban. Bahkan ada yang menganggap bahwa mereka berjasa buat kampung tersebut karena sukses memberangkatkan warganya ke luar negeri,” ucap Nur.
Dia juga menyayangkan lemahnya posisi Indonesia di hadapan negara lain turut menyumbang sulitnya memproses jaringan PMI ilegal di luar negeri. Menurut dia, perlu ada evaluasi bilateral agreement kedua negara untuk memastikan jaminan perlindungan dan kepastian mekanisme penempatan secara prosedural.
“Sehingga bisa jadi rujukan kedua negara. Hal itu mestinya harus jadi roadmap skala prioritas kelola dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).”
Sebelumnya, sebanyak 9.378 calon pekerja migran Indonesia non-prosedural (CPMI NP) atau Pekerja Migran Indonesia Ilegal berhasil digagalkan keberangkatannya ke Luar Negeri melalui Bandara Soekarno-Hatta selama periode Januari-Desember 2024. Jumlah ini meningkat 35 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5.934 orang.
"Sekitar 90 persen CPMI NP yang ditunda keberangkatannya itu menyaru sebagai wisatawan yang akan berlibur ke Luar Negeri," ujar Kepala Bidang Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno Hatta Bismo Surono kepada Tempo, Jumat 27 Desember 2024. "Sebanyak 10 persennya adalah penumpang yang masuk dalam sistem pencegahan," kata Bismo menambahkan.
Bismo mengatakan, modus sebagai turis yang akan berlibur, jalan jalan dan wisata ziarah ke luar negeri dilakukan para CPMI NP itu untuk mengelabui petugas. "Negara tujuan mereka adalah Asia dan Timur Tengah," kata Bismo. Adapun negara negara yang paling banyak dituju mereka untuk bekerja adalah Thailand, Malaysia, Singapura, Jepang dan Arab Saudi.
Menurut Bismo, jika dilihat secara kasat mata, penampilan mereka memang tidak seperti mau bekerja. Mereka pada umumnya berpenampilan dan berdandan serta bergaya layaknya turis yang akan berlibur. "Modusnya berlibur, mereka mencoba mengelabui petugas. Namun, saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ditemukan indikasi akan bekerja di Luar Negeri.
Ia menjelaskan TPI Soekarno Hatta melakukan pengetatan pencegahan untuk mencegah para pekerja migran itu menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (TPPM) yang kini marak. "Jangan sampai ketika berangkat mengaku mau berlibur, sampai di sana ternyata bekerja alias PMI non-prosedural dan ketika ada masalah di sana baru bilang."
Joniansyah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.