UNDANG-Undang Subversi hendak dicabut. Tapi akan muncul
Undang-Undang Keamanan Nasional. Apa itu? Sesuatu yang lebih
seram atau lebih berperikemanusiaan? Lokakarya Permasalahan
Undang-Undang Keamanan Nasional yang diselenggarakan Lembaga
Penunjang Pembangunan Nasional, Leppenas, di Jakarta 9 - 19 Mei
seperti banyak orang lain, tak bisa menjawab. Atau belum.
Ngobrol selama dua hari agaknya terlalu singkat -- sekalipun
untuk menyusun sebuah kalimat untuk menerangkan apakah UU
Keamanan Nasional itu?
Namun, lumayan, beberapa pikiran menarik terbetik di sana-sini.
Albert Hasibuan SH (Ketua I organisasi ahli hukum, Persahi, dan
anggota DPR-RI), misalnya, antara lain menyimpulkan: "Segala
sesuatu mengenai keselamatan bangsa dan negara cukup dilindungi
dengan mempergunakan hukum yang ada tercantum dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana." Harun Al Rasyid, dosen Fak. Hukum
UI, sambil membahas saran Albert menilai antara lain membuat
undang-undang keamanan nasional karena seolah-olah ada sesuatu
ancaman yang gawat terhadap bangsa dan negara, diibaratkan oleh
Harun Al Rasyid sebagai "membawa seember air untuk menyiram tugu
nasional karena emas (di puncaknya red) disangkanya api."
Sebagian ahli hukum berpendapat lain. Sama dengan organisasi
advokat (Peradin) yang sudah lama mencetuskan, perlu suatu UU
Keamanan Nasional untuk pengganti UU Subversi. Apalagi Agustus
tahun lalu pemerintah, melalui ucapan Menteri Polkam Jenderal M.
Panggabean, sudah menyatakan perlunya UU tersebut. Sambutan
Jenderal Panggabean dalam pembukaan lokakarya terakhir ini,
dibacakan oleh Mayjen Purnomo, juga mengulangi niat pemerintah
tersebut.
Bagaimana baiknya bentuk UU Kcamanan Nasional yang akan datang?
Itu yang belum dijelaskan. Seorang pembicara mengusulkan agar
perlu difikirkan secara seksama beberapa hal yang menyangkut
batas-batas wewenang. Juga masalah batas waktu penahanan.
Misalnya, tersangka subversi harus dibebaskan, bila selama 6
bulan perkaranya tidak diserahkan pengadilan. Tempat tahanan
harus diketahui keluarga si tertahan. Hak-hak pesakitan harus
dihormati praduga tak bersalah, berkomunikasi dengan keluarga
dan penasehat hukum, batas waktu pemeriksaan, fasilitas menulis
dan membaca, menerima makanan dan obat-obatan, diberitahu fakta
tuduhan sampai mengajukan saksi dan alibi. Tak ada yang baru
memang. Tapi atas nama "keamanan" negara kadang ada tindakan
yang menyebabkan warganegara malah tidak merasa aman. Karena
haknya tak ada yang menjamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini