Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Keamanan Siapa?

Lappenas menyelenggarakan lokakarya permasalahan UU keamanan nasional. Pemerintah sudah mempersiapkan suatu UU keamanan nasional untuk pengganti UU subversi. (hk)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNDANG-Undang Subversi hendak dicabut. Tapi akan muncul Undang-Undang Keamanan Nasional. Apa itu? Sesuatu yang lebih seram atau lebih berperikemanusiaan? Lokakarya Permasalahan Undang-Undang Keamanan Nasional yang diselenggarakan Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional, Leppenas, di Jakarta 9 - 19 Mei seperti banyak orang lain, tak bisa menjawab. Atau belum. Ngobrol selama dua hari agaknya terlalu singkat -- sekalipun untuk menyusun sebuah kalimat untuk menerangkan apakah UU Keamanan Nasional itu? Namun, lumayan, beberapa pikiran menarik terbetik di sana-sini. Albert Hasibuan SH (Ketua I organisasi ahli hukum, Persahi, dan anggota DPR-RI), misalnya, antara lain menyimpulkan: "Segala sesuatu mengenai keselamatan bangsa dan negara cukup dilindungi dengan mempergunakan hukum yang ada tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana." Harun Al Rasyid, dosen Fak. Hukum UI, sambil membahas saran Albert menilai antara lain membuat undang-undang keamanan nasional karena seolah-olah ada sesuatu ancaman yang gawat terhadap bangsa dan negara, diibaratkan oleh Harun Al Rasyid sebagai "membawa seember air untuk menyiram tugu nasional karena emas (di puncaknya red) disangkanya api." Sebagian ahli hukum berpendapat lain. Sama dengan organisasi advokat (Peradin) yang sudah lama mencetuskan, perlu suatu UU Keamanan Nasional untuk pengganti UU Subversi. Apalagi Agustus tahun lalu pemerintah, melalui ucapan Menteri Polkam Jenderal M. Panggabean, sudah menyatakan perlunya UU tersebut. Sambutan Jenderal Panggabean dalam pembukaan lokakarya terakhir ini, dibacakan oleh Mayjen Purnomo, juga mengulangi niat pemerintah tersebut. Bagaimana baiknya bentuk UU Kcamanan Nasional yang akan datang? Itu yang belum dijelaskan. Seorang pembicara mengusulkan agar perlu difikirkan secara seksama beberapa hal yang menyangkut batas-batas wewenang. Juga masalah batas waktu penahanan. Misalnya, tersangka subversi harus dibebaskan, bila selama 6 bulan perkaranya tidak diserahkan pengadilan. Tempat tahanan harus diketahui keluarga si tertahan. Hak-hak pesakitan harus dihormati praduga tak bersalah, berkomunikasi dengan keluarga dan penasehat hukum, batas waktu pemeriksaan, fasilitas menulis dan membaca, menerima makanan dan obat-obatan, diberitahu fakta tuduhan sampai mengajukan saksi dan alibi. Tak ada yang baru memang. Tapi atas nama "keamanan" negara kadang ada tindakan yang menyebabkan warganegara malah tidak merasa aman. Karena haknya tak ada yang menjamin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus