Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menangkap mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono di sebuah hotel di Sumedang, Jawa Barat, pada Ahad, 3 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"PB ditangkap atas kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Balai Teknik Perkeretaapian Medan 2017-2023," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Ahad, 3 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Qohar menjelaskan penangkapan dilakukan oleh tim Intelijen Kejaksaan Agung bersama dengan penyidik pada Jampidsus. Kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api ini diusut berdasarkan surat perintah penyidikan pada 4 Oktober 2023.
“Saudara PB pada saat itu, menjabat sebagai Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kemenhub tahun 2016-2017, dan terakhir Saudara PB menjabat sebagai ahli menteri bidang teknologi, lingkungan dan energi pada Kemenhub RI,” ungkap Qohar.
Dalam keterangannya, Qohar menyebut, Prasetyo Boeditjahjono telah menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar. Selanjutnya, Prasetyo ditahan di Rutan Salmeba cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan.
Kasus korupsi proyek jalur kereta Besitang-Langsa
Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga telah menahan sejumlah pejabat dan pihak dalam kasus korupsi pembangunan jalur kereta ini. Mereka juga telah menjalani sidang dan ada yang telah sampai pada tahap penuntutan.
Pada Januari 2024, Kejaksaan Agung telah menetapkan 6 tersangka korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 hingga 2023. Kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp1,3 triliun
Saat itu, Direktur Penyidik Jampidsus Kuntadi mengatakan saat ini pihaknya telah memeriksa 49 orang saksi dalam perkara ini.
"Hari ini tim penyidik telah memanggil 12 orang saksi, 6 diantaranya kami naikkan statusnya sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang ada," kata Kuntadi dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jumat, 19 Januari 2024.
Kuntadi mengatakan, enam tersangka itu ialah NSS selaku Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017, AGP selaku Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 s/d 2018.
Kemudian ada AAS selaku Pejabat Pembuat Komitmen, HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen, RMY selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi tahun 2017, dan AG selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan
Untuk mempercepat proses penyidikan, Kuntadi mengatakan, terhadap keenam tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan terhitung tanggal 19 Januari 2024 hingga 7 Februari 2024.
Kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun
Kuntadi mengatakan, proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada 2017 sampai 2019 lalu telah merugikan negara dengan estimasi kerugian sementara total loss sebesar Rp1,3 triliun.
"Terkait besaran kerugian negara, saat ini Tim Penyidik masih melakukan penghitungan dengan berkoordinasi secara intensif kepada pihak-pihak terkait. Tim penyidik menyebut, estimasi kerugian sementara total loss sebesar Rp1,3 triliun," kata Kuntadi.
Kuntadi mengatakan, dalam pelaksanaan proyek tersebut, Kuasa Pengguna Anggaran sengaja memecah paket-paket pekerjaan dengan maksud agar pelaksanaan lelang dapat dikendalikan, sehingga pemenang lelang paket pekerjaan dapat diatur.
Secara teknis, proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan feasibility study atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan.
"Akibat perbuatan para tersangka, terdapat kerusakan parah di beberapa lokasi sehingga jalur kereta api tidak dapat difungsikan. Oleh karena proyek tersebut tidak sesuai dengan perencanaan awal, sampai saat ini jalur kereta api Besitang-Langsa tidak dapat dimanfaatkan penggunaannya," katanya.
Prasetyo sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
“Sebagaimana yang diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 atas Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP, “ kata Qohar.
Yuni Rohmawati berkontribusi dalam penulisan artikel ini.