Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sudah menjadi target operasi sejak Kamis lalu.
Tim penyidik mendapat hambatan dari pimpinan KPK.
Ada skenario agar kasus ini dilimpahkan ke kepolisian.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menetapkan satu tersangka dari 11 orang yang terciduk dalam operasi tangkap tangan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Kamis, 25 Januari 2024. Drama di lingkup internal KPK membuat Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali lolos dari jerat hukum hingga hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengumumkan penetapan tersangka atas nama Siska Wati, Kepala Sub-Bagian Umum Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, kemarin, 29 Januari 2024. Dia ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terhitung mulai 26 Januari 2024 sampai 14 Februari 2024,” kata Ghufron dalam konferensi pers, kemarin.
Segel KPK terpasang di salah satu ruangan BPPD Sidoarjo 25, aademeber 30246/1/2024) ANTARA/HO-Adi
Selain menahan Siska, penyidik menangkap 10 orang lain dalam operasi tangkap tangan pada Kamis itu. Mereka adalah suami Siska, Agung Sugiarto, yang menjabat Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Pemkab Sidoarjo; Robith Fuadi, kakak ipar Ahmad Muhdlor Ali; Aswin Reza Sumantri, asisten pribadi Ahmad Muhdlor Ali; Rizqi Nourma Tanya, Sintya Nur Afrianti, dan Heri Sumaeko, ketiganya bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo; Umi Laila, pimpinan cabang Bank Jatim; Rahma Fitri, fungsional BPPD Pemkab Sidoarjo; Tholib, Kepala Bidang BPPD Pemkab Sidoarjo; dan anak Siska Wati, Nur Ramadhan.
Siska dituding terlibat dalam pemotongan dana insentif pegawai BPPD Pemkab Sidoarjo. Insentif itu diberikan karena BPPD berhasil mengumpulkan total Rp 1,3 triliun pajak daerah pada 2023, melampaui target penerimaan sebesar Rp 1,215 triliun. Ghufron menyatakan Siska mengumpulkan potongan insentif mencapai Rp 2,7 miliar.
Berdasarkan hasil penyidikan, Ghufron menyatakan uang hasil pemotongan itu akan digunakan untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo Muhdlor Ali. KPK pun akan segera memanggil pria yang akrab disapa Gus Muhdlor itu dalam waktu dekat, tapi Ghufron tak menyebutkan tanggal pastinya.
Sumber Tempo di lingkup internal KPK menyatakan keterlibatan Muhdlor Ali dalam perkara ini cukup jelas. Tim penyidik bahkan sudah mengantongi bukti berupa percakapan antara politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu dan salah satu orang yang ditangkap. “Ada chatting (percakapan) dan sebagainya, jelas (keterlibatan) Bupati,” ujarnya.
Sumber tadi menambahkan, tim nyaris menciduk Muhdlor Ali dalam OTT pada Kamis lalu. Hanya, saat itu ada perintah agar mereka mundur. Drama rupanya tak berhenti sampai di situ. Dalam gelar perkara pada Jumat sore, 26 Januari lalu, tim penyidik melihat gelagat tidak menggembirakan dari para pemimpin.
Sumber itu menyatakan ada perdebatan soal apakah kasus ini akan ditangani KPK atau diserahkan kepada aparat penegak hukum lain, yaitu kepolisian. Hanya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang ngotot kasus ini tetap berada di Kuningan, lokasi kantor lembaga antirasuah ini. Sementara itu, pemimpin yang lain ingin menyerahkannya ke kepolisian. “Alasannya karena nilainya kecil dan tidak ada keterlibatan penyelenggara negara,” katanya.
Para penyidik kemudian membantah alasan itu. Pasalnya, temuan mereka menunjukkan praktik sunat-menyunat ini sudah berlangsung sejak Muhdlor Ali menjabat pada 2021. Mereka memperkirakan nilainya mencapai kurang-lebih Rp 8 miliar.
Sementara itu, soal tidak adanya penyelenggara negara dalam kasus ini terbantahkan dengan bukti-bukti yang mereka miliki. Keterlibatan Bupati Muhdlor Ali sebagai penyelenggara negara cukup jelas dalam perkara ini. “Memang jelas seharusnya bupati itu ditangkap. Masalahnya kan dilindungi,” kata si sumber.
Setelah berdebat sekian lama, keputusan pun tercapai. KPK tetap menangani kasus ini, tapi hanya menetapkan Siska Wati sebagai tersangka dan melepas 10 orang lainnya. Selain Pasal 12 f Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, KPK menyertakan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang ikut serta dalam tindak pidana kepada Siska. “Pasal 55-nya itu ke Bupati,” katanya.
Pertarungan ternyata tak kelar pada gelar perkara saja. Tim penyidik, menurut sumber tadi, sebenarnya sudah bersiap untuk menangkap Muhdlor Ali pada Sabtu dan Ahad lalu. Namun perintah tak kunjung keluar dari pimpinan. Bahkan mereka kembali mendapat kabar bahwa kasus itu akan diserahkan ke kepolisian.
Perlawanan tim penyidik untuk mempertahankan kasus itu di tangan mereka akhirnya tuntas setelah Nurul Ghufron mengumumkan penetapan tersangka pada Senin sore kemarin. Dia pun membenarkan sejumlah informasi yang diperoleh Tempo.
Misalnya soal tak bulatnya suara di lingkup internal KPK, Ghufron menyatakan itu sebagai hal yang biasa terjadi di berbagai kasus. Pasalnya, menurut dia, banyak teknis hukum dan strategi penegakan hukum yang diperdebatkan dalam gelar perkara. “Jadi rata-rata alot,” kata Ghufron.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu pun mengakui beberapa pemimpin KPK ingin melimpahkan kasus itu ke kepolisian. Alasannya, nilai dari barang bukti yang ditemukan saat OTT kecil, yakni hanya puluhan juta rupiah. “Tapi kami selalu mengatakan bahwa pada saat tangkap tangan itu yang cash kecil, pas masuk (dikembangkan), pasti dapat yang lain,” ujarnya.
Soal nilai korupsi yang disebut mencapai Rp 8 miliar, Ghufron tak mau berbicara. Dia hanya membenarkan bahwa KPK mengendus praktik pemotongan insentif itu sejak 2021. “Kami masih akan mendalami lebih lanjut,” katanya.
Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, merilis barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 29 Januari 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Ghufron hanya membantah soal adanya perintah agar tim tak menangkap Ahmad Muhdlor Ali dalam operasi pada Kamis lalu. Dia menyatakan mereka sempat mencari Muhdlor, tapi tak ketemu. “Pada hari-H (OTT), kami sudah berupaya mencari yang bersangkutan (Bupati Sidoarjo), tapi kami tidak menemukannya, sehingga kami akan melakukan prosedur hukum, yakni pemanggilan,” kata Ghufron.
Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, justru membantah tudingan ihwal adanya upaya agar kasus itu dilimpahkan ke kepolisian. Dia menyebutkan KPK akan tetap melanjutkan kasus itu. “Enggak benar. KPK tetap berkomitmen menangani perkara yang melibatkan kepala daerah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki,” kata Alex saat dimintai konfirmasi secara terpisah.
Muhdlor Ali tak membalas pesan tertulis yang dilayangkan Tempo sejak Ahad lalu. Melalui petugas hubungan masyarakat Pemkab Sidoarjo, Muhdlor Ali mengirim pernyataan tertulis soal penanganan perkara ini. Wakil Sekretaris Pimpinan Cabang Ansor Sidoarjo dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Ansor Jawa Timur itu menyatakan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK.
“Kami percaya kepada KPK. Kami juga menghormati, menghargai semua yang sudah menjadi tugas dan kewenangannya,” ucap Muhdlor Ali.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA