BADAN Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kecele. Lembaga yang dipimpin Cacuk Sudarijanto ini sering gagal menyeret debitur nakal ke pengadilan. Beberapa waktu lalu, BPPN gagal memailitkan Tirtamas Comexindo milik Hashim Djojohadikusumo. Dan pada Kamis pekan ini, BPPN juga diperkirakan akan sulit memailitkan (membangkrutkan) Ometraco Corporation, yang berutang puluhan miliar kepada BPPN.
Bagaimana BPPN bisa diperdaya? Ternyata, tanpa setahu BPPN, yang sedang menuntut kepailitan Ometraco di pengadilan niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan itu sudah keburu dilikuidasi (dibubarkan) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Vonis likuidasi diketuk pada 5 April 2000 dan diiklankan lewat sebuah harian Ibu Kota pada 12 April 2000.
Dengan vonis itu, praktis Ometraco dianggap sudah tiada. Ini berarti tuntutan pailit BPPN tiada artinya. Preseden semacam itu pernah terjadi pada gugatan pailit LG Electronic Inc. (Korea) terhadap LG Bangunindo Electronic (Indonesia). Tuntutan pailit itu ditolak pengadilan niaga lantaran debitur sudah bubar alias gulung tikar.
Namun, buat kuasa hukum BPPN, Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, persoalannya tak sesederhana itu. Masalahnya, "bunuh diri" Ometraco diduga mengandung iktikad buruk. Cermati saja urutan waktunya. Tuntutan pailit BPPN diajukan pada 29 Maret 2000. Padahal, dalam rentang waktu yang sama, Ometraco, yang terus mengupayakan likuidasi, berhasil divonis "bubar" pada 5 April 2000.
Celakanya, muslihat ini tak terpantau oleh BPPN, yang tetap memperkirakan bahwa Ometraco akan memenuhi kewajibannya sebagai debitur. Apalagi perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki pengusaha Boyke Gozali itu sudah dua kali gagal dipailitkan oleh American Express Bank dan Royal Bank of Canada. Waktu itu, pengadilan niaga menganggap Ometraco mampu merestrukturisasi utang terhadap kedua kreditur tersebut.
Tapi sekarang lain cerita. Hanya berdasarkan permohonan dua pemegang saham minoritasnya (sebesar 10 persen), Ometraco diputus bubar. Kedua pemegang saham minoritas itu adalah Questfortune Inc., yang beralamat di Grand Cayman Island, dan Erstvale Investments di British Virgin Island. Anehnya, Abdul Hakim diangkat sebagai salah seorang likuidatornya tanpa setahu yang bersangkutan.
Menurut dua kuasa hukum BPPN tadi, likuidasi Ometraco dilakukan untuk menghindari kepailitan. Dengan likuidasi, pembenahan keuangan Ometraco dilakukan oleh likuidator yang ditunjuk pemilik saham. Karena itu, likuidator akan mengutamakan kepentingan pemilik saham.
Berbagai hal yang menyangkut kepentingan kreditur, misalnya transaksi ataupun pengalihan kekayaan perusahaan, bisa terabaikan. Hal itu berbeda dengan kepailitan, yang menggunakan kurator dan hakim pengawas untuk memeriksa pembukuan perusahaan secara ketat.
Jelas, "Trik debitur ngemplang utang lewat cara likuidasi bisa menjadi preseden buruk bagi pemulihan ekonomi," ujar Benny. Itu sebabnya BPPN akan mengajukan perlawanan terhadap keputusan likuidasi tadi. BPPN juga akan mencegah pengumuman likuidasi Ometraco dalam berita negara serta penghapusan nama perusahaan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Kuasa hukum Ometraco, Leonard P. Simorangkir, mengaku bisa menerima perlawanan BPPN terhadap keputusan likuidasi Ometraco. Namun, untuk tuntutan pailitnya, menurut Leonard, sudah tak ada jalan selain ditolak pengadilan niaga. Sebab, Undang-Undang Kepailitan Tahun 1999 tak mengatur masalah kepailitan bila debiturnya sudah dilikuidasi. Dalam hal ini, kelemahan pada Undang-Undang Kepailitan terlalu mendasar, sehingga perangkat hukum tersebut harus direvisi.
"Kalau pailitnya tetap dipaksakan, nanti malah bertabrakan dengan keputusan likuidasi. Bisa jadi kacau," kata Leonard. Lagi pula, sebenarnya, likuidasi ataupun pailit akan berujung pada hasil serupa. Soalnya, likuidator dan kurator sama-sama bertugas membereskan utang-piutang perusahaan. "Mana yang lebih efektif bergantung pada iktikad baik kurator ataupun likuidator. Kalau kreditur tak puas dengan cara kerja likuidator, mereka bisa mengajukan keberatan," Leonard menambahkan.
Sekalipun demikian, Leonard membantah selentingan yang mengisukan adanya maksud buruk di balik likuidasi Ometraco. Permohonan likuidasi yang diajukan dua pemegang saham minoritas itu juga sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Maret 2000. Permohonan itu diluluskan karena kondisi manajemen dan keuangan perusahaan sudah semakin memburuk. "Kalau tak dilikuidasi, Ometraco bisa lebih hancur," kata Leonard. Pengacara ini tidak menghiraukan bahwa sebagai debitur besar, Ometraco sebenarnya bertindak tidak etis karena "pura-pura" berunding dengan BPPN dan bersamaan dengan itu berencana melakukan "harakiri".
Happy S., Leanika Tanjung, dan Ardi Bramantyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini