Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kisah Jok Berlumur Darah

Tiga polisi diduga terlibat pembunuhan sopir Taksi Express. Mobilnya ditemukan di halaman parkir kantor polisi.

14 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedan Toyota Soluna itu diparkir bersama beberapa mobil lain di halaman Kepolisian Resor Jakarta Barat. Warnanya yang putih tampak kusam. Inilah yang menarik perhatian seorang sopir taksi Express yang sedang menuju bagian kecelakaan lalu lintas. Saat itu, tiga hari menjelang Idul Fitri, ia dipanggil karena menabrak mobil polisi.

Mata si sopir terus memelototi sedan putih itu. Lupa pada urusan sendiri, dia malah menghampiri mobil putih itu. Dilihatnya pintu sedan masih ada bekas tulisan Express dan nomor pintu 1014. ”Dia kan sopir taksi, jadi wajar jika dia tahu mobil itu adalah taksi,” kata Herwan Gozali, Direktur Express Transindo Utama, perusahaan armada taksi Express.

Kecurigaan seorang sopir taksi itulah yang akhirnya membongkar sebuah kasus perampokan dan pembunuhan sopir taksi Express yang terjadi pada akhir Oktober lalu. Korbannya adalah Sarino, 55 tahun, yang belakangan mayatnya ditemukan di Legok, Tangerang. Taksi yang dikemudikannya diduga dirampas si perampok.

Diam-diam, sang sopir yang datang ke Polres itu menyelusuri nama orang yang membawa sedan putih itu. Ternyata mobil yang diduga bekas taksi yang hilang itu dibawa oleh Brigadir Kepala Samsi Zein, anggota Pos Polisi Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Lalu, temuan ini dilaporkan ke kantor Express. Tak lupa dia mengabari juga ke teman seprofesinya.

Pengusutan pun dilakukan. Ras Bangun dari bagian kecelakaan Express Transindo Utama mendatangi Polres. Dia memboyong seorang pegawai perusahaan dan beberapa sopir taksi. Di kantor polisi, dia melihat mobil Soluna tadi. Ternyata di jok pengemudinya masih ada darah kering. Tali pengaman sopir telah putus. Seutas tali kopling sepeda motor ditemukan dalam bagasi. Di laci dasbor ada celurit dan dua lembar surat perintah jalan atas nama Sarino, sopir taksi Express.

Mobil itu diduga taksi yang dulu dikemudikan Sarino. Perusahaan taksi Express kemudian melapor ke bagian reserse Polres Jakarta Barat. Pertanyaan yang muncul, kenapa mobil itu bisa berada di tangan polisi, sementara pengemudinya sudah tewas dibunuh? ”Apakah pelakunya sudah diketahui, tapi polisi tak mau menangkapnya?” kata Wagiman, salah seorang pengemudi taksi.

Karena polisi tak juga mengungkapnya, para sopir taksi Express unjuk rasa ke Polres Jakarta Barat. ”Tujuan kami hanya untuk mengetahui siapa pelakunya,” kata Dulkarim, sopir taksi Express. Mereka beraksi pada Senin, 7 November. Ratusan taksi mengepung kantor Polres sejak pagi.

Akhirnya, siang hari, Kepala Polres Jakarta Barat, Komisaris Besar Safaruddin, bersedia menemui pengunjuk rasa. Dia berjanji mengusut tuntas kasus ini. ”Jika gagal, saya rela jika dicopot dari jabatan,” katanya.

Tak sulit bagi polisi mengurut kasus Soluna putih. Mula-mula, Samsi Zein diperiksa. Dia mengaku mobil itu dipinjam dari temannya, Brigadir Polisi Satu Budi Utomo, anggota Kepolisian Sektor Luwih Damar, Polres Lebak. Budi menunjuk Ajun Inspektur Satu Endang sebagai sumber mobil.

Lewat Endang tersingkap identitas tiga tersangka lainnya. Polisi menangkap Dedi Hakeki, 22 tahun, di Banten, pada Senin malam, 7 November. Sehari kemudian giliran Jubaedi alias Beni, 21 tahun, dibekuk di Lebak. Pada hari yang sama, polisi menangkap Cepi alias Play, 22 tahun, di Malingping, Banten. Berikutnya, Ropi, 21 tahun, ditangkap di Jalan Jembatan Dua, Jakarta Barat, pada 8 November.

Beni, Cepi, dan Ropi mengaku sebagai pembunuh dan perampas taksi Sarino. Mereka menyamar sebagai penumpang di Tambora, lalu membunuh korban di jalan tol ke arah Merak, Desa Telaga, Cikupa.

Dedi berperan sebagai pengubah identitas taksi dan pemalsu nomor polisi dari B-2978-LU menjadi B-1979-EG. Dialah yang memberikannya kepada Endang untuk dijual lagi. Tapi, tiga polisi itu mengaku tak tahu mobil itu hasil kejahatan. ”Kendati demikian, kami tetap menelusuri kebenarannya,” kata Safaruddin.

Para sopir taksi Express tak percaya begitu saja. ”Mestinya polisi menegakkan keadilan. Kok malah ikut ngerampok,” kata seorang sopir taksi.

Nurlis E. Meuko, Yuliawati, dan Yudha Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus