Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Klaim Ditolak, Polisi Bertindak

Dua petinggi PT Asuransi Allianz Indonesia menjadi tersangka setelah dilaporkan nasabahnya karena menolak pencairan klaim. Sengketa asuransi pertama yang berujung pidana.

9 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAWARAN ganti rugi itu disodorkan Alvin Lim kepada manajemen PT Asuransi Allianz Life Indonesia satu bulan setelah dua kliennya melaporkan petinggi perusahaan tersebut ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Ia mengiming-imingi pencabutan laporan polisi jika manajemen perusahaan asal Jerman itu bersedia menerima tawarannya. "Saya minta Rp 3 miliar untuk penyelesaian tiga klaim," kata Alvin, Rabu pekan lalu.

Bertindak sebagai pengacara Ifranius Algadri dan Indah Goena, Alvin Lim melaporkan dua petinggi Allianz ke Polda Metro Jaya pada 3 April lalu. Keduanya adalah mantan Presiden Direktur Asuransi Allianz Joachim Wessling dan Manajer Klaim, Yuliana Firmansyah. Dua klien Alvin itu melaporkan petinggi Allianz dengan tuduhan menolak tiga klaim asuransi kesehatan yang mereka ajukan sebesar Rp 16,5 juta dan Rp 9 juta.

Dalam laporannya, mereka mengadukan Yuliana dan Joachim dengan Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ketentuan tersebut mengatur larangan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji. Pelanggaran terhadap pasal itu, menurut Alvin, bisa diganjar maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. Ada juga pidana tambahan berupa penghentian kegiatan dan pencabutan usaha.

Sebulan kemudian, dua nasabah Allianz itu menawarkan opsi damai dengan pembayaran ganti rugi. Tawaran itu disorongkan Alvin melalui tim pengacara PT Asuransi Allianz Indonesia. Hingga lima bulan berselang, tawaran tersebut tak direspons pihak Allianz. Sampai akhirnya Alvin dan pengacara Allianz sepakat menurunkan nilai ganti rugi pada awal pekan lalu ketika bertemu untuk mediasi di kantor Polda Metro Jaya. Alvin menolak merinci nilai ganti rugi yang sudah disepakati itu. "Pokoknya di bawah Rp 1 miliar," ucapnya.

Tapi kesepakatan ini, menurut Alvin, terantuk persetujuan direksi Allianz yang berkukuh menolak membayar ganti rugi. Upaya mediasi kedua belah pihak pun gagal. Pengacara Allianz saat itu, Hendry L.M., menolak berkomentar ketika ditanya tentang tawaran ganti rugi yang diajukan Alvin Lim. Ia mengatakan kini bukan lagi pengacara Allianz. "Saya terikat oleh kode etik," ujarnya, Kamis pekan lalu.

Karena upaya mediasi gagal, penyidik Direktorat Tindak Pidana Kriminal Khusus Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut melanjutkan pengusutan laporan dua klien Alvin. Rabu pekan lalu, penyidik memanggil Yuliana Firmansyah. Melalui pengacaranya, Yuliana meminta polisi menunda pemeriksaannya. "Alasannya sedang mengumpulkan data," kata Kepala BidangHubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Raden Prabowo Argo Yuwono.

Pekan ini, polisi juga berencana memanggil Joachim Wessling. Sama dengan Yuliana, Joachim dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka kasus itu. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 25 September lalu. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen persis seperti laporan yang dilayangkan Ifranius Algadri dan Indah Goena. Polisi mengklaim memiliki cukup bukti berupa keterangan saksi, ahli, dan dokumen untuk menetapkan dua petinggi Allianz itu sebagai tersangka. "Sudah cukup dua alat bukti," ujar Argo.

Kasus Allianz ini adalah perselisihan asuransi pertama yang masuk ranah pidana. Menurut pakar hukum asuransi Hotbonar Sinaga, sengketa klaim asuransi seharusnya diselesaikan dengan prinsip perdata melalui proses mediasi. "Kalau cara ini tak memuaskan dua pihak, mekanisme selanjutnya adalah melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa," kata pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Dasar hukum soal penyelesaian sengketa asuransi adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturan itu mengamanatkan penyelesaian sengketa asuransi melalui mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Lembaga yang mendapat lisensi dari OJK untuk menjalankan fungsi ini adalah Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia.

Adapun jika penyelesaian melalui Badan Mediasi ini dianggap kurang memuaskan kedua belah pihak, mereka bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. "Pengadilannya perdata karena obyek yang disengketakan adalah perjanjian," ucap Sinaga.

Alvin Lim mengatakan sengaja tidak menempuh jalur perdata karena ia menganggap hasilnya tak memberi efek jera. Penyelesaian lewat jalur perdata, menurut dia, hanya akan membuahkan sanksi hukuman denda bagi perusahaan asuransi yang dinyatakan bersalah. "Sedangkan dengan pidana pelakunya bisa dipenjara dan perusahaannya juga bisa ditutup," kata Alvin.

l l l

KASUS ini bermula dari klaim yang diajukan Ifranius Algadri pada Oktober tahun lalu. Pria kelahiran Tangerang, 14 September 1994, itu ikut program asuransi Allianz sejak 22 September 2016 dengan premi Rp 600 ribu per bulan. Pada saat ditawari program asuransi tersebut, Ifranius mengaku sudah punya empat asuransi lain. Agen Allianz tetap menawarinya dengan iming-iming itu bisa sebagai manfaat tambahan.

Dua bulan setelah menjadi nasabah, Ifranius masuk Rumah Sakit Karang Tengah Medika, Tangerang. Ia sakit tifus dan dirawat inap selama lima hari. Sesuai dengan polis, Ifranius bisa mengklaim dengan menyertakan formulir klaim, kuitansi yang dilegalisasi, surat keterangan sakit dari dokter, resume medis, dan hasil laboratorium. Ia mengajukan klaim Rp 10,5 juta dan cair seperti yang diminta.

Sebulan kemudian, Ifranius kembali mengajukan klaim. Kali ini karena ia dirawat enam hari di Rumah Sakit Omni Alam Sutera Tangerang akibat gastroenteritis atau infeksi pada usus atau perut akibat virus dan bakteri. Untuk sakit ini, ia mengklaim ke Allianz sebesar Rp 9 juta.

Saat klaim kedua belum cair, Ifranius dirawat di Rumah Sakit Mayapada Tangerang sejak 17 sampai 21 Januari 2017 karena keracunan makanan. Untuk sakit yang ketiga ini, Ifranius mengajukan klaim Rp 7,5 juta. Ia tidak tahu nasib klaimnya itu sampai ada surat 8 Maret 2017 yang membuatnya berang.

Ifranius tak tahu alasan penolakan klaim tersebut sampai akhirnya ia mengadu ke kantor pusat Allianz di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, 3 April 2017. Waktu itu ia ditemani Alvin Lim, pengacara yang mengaku ahli dalam urusan asuransi, yang juga kenalan lamanya.

Saat ke kantor Allianz itulah, kata Alvin, mereka mendapat penjelasan bahwa ada surat untuk Ifranius yang dikirim ke Apartemen Paragon Village, Tangerang, pada 8 Maret. Saat surat dikirim, Ifranius sedang tidak di sana. "Klien kami tak pernah menerima surat itu," tutur Alvin.

Dalam surat itu, Allianz minta syarat tambahan dokumen rekam medis. Ifranius tak tahu permintaan itu karena tak menerima suratnya. Kalaupun menerima, ia tak yakin bisa menyediakannya. "Ada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 yang menyatakan pasien hanya memiliki hak untuk mendapatkan resume, bukan rekam medis lengkap," ujar Ifranius, seperti ditirukan Alvin.

Dalam surat tersebut, Allianz menyatakan sudah memberi waktu 14 hari kepada Ifranius untuk memenuhi dokumen tambahan, tapi tak dipenuhi. Allianz meminta bahan tambahan karena mencium kejanggalan dalam klaim itu lantaran diajukan dalam periode yang singkat. "Kami membutuhkan salinan dari catatan medis untuk memutuskan apakah klaim akan dibayarkan sesuai dengan ketentuan di dalam polis," kata Kepala Bidang Komunikasi Allianz Adrian Dosiwoda, Kamis pekan lalu.

Adrian tak bersedia mengungkap klaim nasabahnya itu dengan dalih untuk melindungi nasabah dan menjaga kerahasiaan data. Ia juga menolak memberitahukan jenis penyakit dan jumlah klaim tanpa persetujuan nasabah.

Adrian juga tak bersedia menjelaskan kenapa klaim dalam waktu berdekatan itu dianggap tidak wajar. Soal ini terungkap dari pengakuan Allianz kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Asuransi mencurigai ada klaim tak wajar jika diajukan lebih dari sekali dan waktunya berdekatan," kata Direktur Pelayanan Konsumen OJK Agus Fajri Zam, Kamis pekan lalu.

Untuk memeriksa kebenaran klaim itu, menurut Agus, perusahaan asuransi biasanya menanyakan rekam medis untuk mengetahui kelayakan sakitnya. "Apakah memang benar sakit, apakah sakitnya perlu dirawat di rumah sakit, dan seterusnya," tuturnya.

Ketika datang ke kantor Allianz pada awal April lalu, tenggat 14 hari yang diminta kepada Ifranius sudah lewat. Walhasil, Allianz menganggap pengajuan klaim tersebut gugur atau ditolak. Ketika itu Alvin ngotot kliennya berhak dibayar klaimnya karena tak melebihi batas 180 hari rawat inap. Karena pihak Allianz tetap menolak mencairkan klaim, hari itu Alvin melaporkan Allianz ke Polda Metro Jaya.

Allianz sempat menawarkan pembayaran klaim Ifranius sebesar Rp 16,5 juta pada 22 Agustus lalu. Namun Alvin dan kliennya menolak pembayaran itu karena nilai kerugian kliennya sudah membengkak. "Ada biaya pengacara dan proses hukum yang juga harus dihitung," ucapnya.

Beberapa pekan kemudian, Alvin kembali mendatangi Polda Metro Jaya. Ia datang bersama nasabah Allianz yang lain. Nasabah itu adalah Indah Goena, warga Jalan Janur Indah, Gading Serpong, Tangerang Selatan, yang mengadukan Allianz ke polisi karena menolak pencairan klaim kesehatannya sebesar Rp 9 juta. Alasan penolakan, menurut Alvin, Indah tak bisa memberikan data tambahan rekam medis seperti diminta Allianz.

Abdul Manan, Linda Trianita, Adam Prireza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus