Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Suciwati, istri Munir, memenuhi panggilan Komnas HAM.
Hampir 20 tahun dalang pembunuhan Munir masih bebas berkeliaran.
Komnas HAM perlu menelusuri sejumlah nama yang muncul dalam persidangan Pollycarpus.
JAKARTA – Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera menetapkan pembunuhan Munir Said Thalib sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Sebab, kejahatan itu diduga melibatkan unsur negara dan dilakukan secara sistematis. “Komnas HAM harus transparan dan akuntabel dalam menyelesaikan kasus ini,” kata Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldy, Jumat, 15 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kontras adalah salah satu organisasi yang bergabung dengan KASUM. Andi kemarin datang ke Komnas HAM untuk mendampingi dua saksi yang diperiksa oleh penyelidik Komnas HAM. Adapun dua saksi itu adalah istri (almarhum) Munir, Suciwati, dan eks anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir, Usman Hamid.
Komnas HAM membuka kembali penyelidikan atas kematian pejuang hak asasi manusia Munir Said Thalib. Tim ad hoc untuk penyelidikan itu sudah dibentuk pada 20 September 2022. Sejak pekan lalu tim ad hoc mulai memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istri aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, Suciwati, di Gedung Komnas HAM, Jakarta, 15 Maret 2024. TEMPO/Subekti
Munir tewas pada September 2004 dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bandara Schiphol, Belanda, di pesawat Garuda Indonesia. Belakangan, tim medis yang memeriksa jasad Munir menemukan kandungan arsenik dalam darah pembela HAM tersebut.
Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa racun tersebut dimasukkan oleh pilot Garuda Indonesia bernama Pollycarpus Budihari Priyanto dalam jus jeruk yang diminum Munir. Pollycarpus telah divonis bersalah dan diganjar hukuman 20 tahun penjara.
Dugaan pelanggaran HAM berat dalam kematian Munir, kata Andi, merujuk pada Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan membunuh sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik terhadap penduduk sipil. “Kasus Munir bisa dikategorikan kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujarnya.
Suciwati mengatakan sudah hampir 20 tahun pembunuhan suaminya belum menemukan kejelasan. Dia berharap kali ini Komnas HAM bisa mengungkap kasus itu hingga tuntas. Tim ad hoc diminta untuk memeriksa kembali penyidik kepolisian yang pernah menangani kasus pembunuhan ini. Begitu juga dengan sejumlah nama yang muncul dalam persidangan Pollycarpus. “Kami sudah bosan dengan janji-janji, maunya implementasi saja,” kata Suciwati setelah diperiksa di Komnas HAM.
Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana mengatakan TPF Kasus Munir telah menyelesaikan penyelidikan dan memberikan rekomendasi kepada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005. Namun temuan TPF itu tidak pernah dipublikasikan hingga saat ini.
Adapun rekomendasi yang diberikan TPF itu antara lain meminta pemerintah membentuk tim pencari fakta yang memiliki kewenangan lebih tinggi. Presiden juga direkomendasikan untuk memerintahkan kapolri menindaklanjuti temuan TPF itu.
Menurut Arif, meski sudah belasan tahun, rekomendasi TPF tersebut masih relevan untuk dilaksanakan oleh pemerintah saat ini. Ia optimistis, jika rekomendasi itu dijalankan, penanganan kasus Munir bisa dituntaskan lebih cepat. “Karena TPF itu juga tim yang dibentuk khusus oleh presiden,” ucapnya.
Arif berpendapat, dalam penanganan kasus Munir saat ini, tim ad hoc bentukan Komnas HAM tidak perlu memberikan rekomendasi lagi kepada pemerintah. Hasil penyelidikan yang nanti mereka peroleh sebaiknya langsung diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk dilanjutkan ke tingkat penyidikan. “Tentunya ini nanti dituntaskan di pengadilan HAM,” katanya.
Aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) melakukan aksi Peringatan 19 Tahun Pembunuhan Munir di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 7 September 2023. TEMPO/Subekti
Usman Hamid mengatakan, dalam pemeriksaan kemarin, ia menjelaskan tentang temuan-temuan yang diperoleh TPF seputar kematian Munir. Selain itu, dia menjelaskan tentang proses penyerahan laporan TPF kepada presiden. “Lalu ada pertanyaan tentang peran Pollycarpus atau orang-orang yang terlibat dalam rencana pembunuhan Munir,” ujar Usman, yang kini menjabat Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.
Usman menilai penyelidikan Komnas HAM ini baru langkah awal. Masih banyak saksi yang perlu diperiksa. Selain itu, Komnas HAM perlu membedah hasil persidangan dalam perkara Pollycarpus. Sebab, berkas Pollycarpus bolak-balik di pengadilan, dari tingkat pertama hingga peninjauan kembali.
Anggota Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan anggota tim ad hoc diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kasus Munir, termasuk saksi-saksi yang diperiksa. Kebijakan ini penting karena menyangkut keselamatan para saksi. Ia tidak bersedia menyebutkan jumlah saksi yang akan dimintai keterangan. Anis hanya menegaskan, sejauh ini pemanggilan saksi juga tidak ada hambatan.
M. FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo