Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan dalam temuannya semua pintu di tribun selatan yang sebelumnya dikatakan tertutup ternyata terbuka saat Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan semua pintu 10, 11, 12, 13, dan 14 ternyata terbuka meski hanya sebagian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Banyak di medsos mengatakan pintunya tertutup. Kami konfirmasi termasuk dari berbagai video yang tersebar, ternyata yang dikasih caption pintu tertutup itu sebetulnya terbuka, meski hanya pintu kecil yang terbuka,” kata Choirul Anam saat memaparkan temuan Komnas HAM, Rabu, 12 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anam mengatakan berdasarkan temuan mereka, pintu-pintu itu terbuka sejak awal. Ia mengatakan untuk mengetahui kondisi pintu terbuka atau tertutup memang harus dilihat secara jeli.
Pintu tak terbuka secara maksimal
Dia mencontohkan Pintu 13 yang disebut memakan korban jiwa paling banyak. Menurut Anam, dari lebar 2,7 meter yang terbuka hanya dua daun pintu dengan lebar 1,5 meter dan tinggi 1,8 meter.
“Pintu itu sebetulnya ada yang kecil dan besar. Namun yang dibuka itu yang kecil, sedangkan yang secara keseluruhan harus digeser untuk membukanya tidak dibuka,” kata Anam.
Anam mengatakan akan memaparkan alasan pintu tidak dibuka keseluruhan dalam laporan akhir Komnas HAM. Dia juga mengatakan bahwa banyak saksi mengatakan pintu tertutup karena melihat dari sudut kemiringan yang tak bisa terlihat secara jelas. Selain itu, banyaknya orang yang berdesakan keluar. Sehingga banyak orang di media sosial menyimpulkan pintu tertutup, padahal pintu terbuka.
“Termasuk pintu 13 yang menjadi perdebatan yang disebut tertutup. Pintu semua terbuka meski yang terbuka pintu kecil,” kata Anam.
Gas air mata menyebabkan kepanikan
Selain itu, Anam juga mengatakan polisi melepaskan gas air mata pertama kali ke tribun selatan pada sekitar pukul 22.08 WIB. Dia menyatakan gas air mata ini mengakibatkan kepanikan yang berujung penonton berdesakan keluar.
Berdasarkan temuannya, Komnas HAM menyatakan Tragedi Kanjuruhan terindikasi pelanggaran HAM. Choirul Anam mengatakan tidak ada kerusuhan saat suporter Aremania menyerbu lapangan (pitch invasion). Mereka hanya ingin menyemangati pemain Arema FC yang kalah dari Persebaya.
Polri sebelumnya telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan bahwa enam tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.
“Berdasarkan gelar perkara dan alat bukti permulaan yang cukup maka ditetapkan saat ini enam tersangka,” kata Kapolri saat konferensi pers, Kamis malam, 6 Oktober 2022.
Dalam perkara ini, keenam tersangka dijerat dengan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang Kelalaian. Selain itu mereka juga dijerat Pasal 103 Juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Tragedi Kanjuruhan sendiri masih menyisakan beberapa masalah. Diantaranya adalah soal perdebatan apakah PSSI harus bertanggung jawab. Federasi Sepak Bola Indonesia itu terus mendengungkan bahwa mereka tak bisa dimintai pertanggungjawaban dan menunjuk panitia penyelenggaran pertandingan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk oleh pemerintah pun berjanji akan segera menyelesaikan laporan mereka pada pekan ini.