Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Korban kekerasan seksual oleh dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Riau (UIR) menyesalkan tindakan tegas dari kampus yang lamban dalam menangani kasus yang dialaminya. Korban inisial W itu mengaku ia sudah lelah mengurus kasusnya sendiri sejak Maret 2024. Namun, kampus baru memberikan sanksi administratif berat kepada pelaku akhir November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kenapa harus selama itu? Tapi mau bagaimana pun saya tetap beri apresiasi. Sanksi administrasi yang diterima pelaku sangat patut dan wajar,” kata dia saat dihubungi, Selasa, 03 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan surat pemecatan yang diterima Tempo, bekas dekan FISIP UIR berinisial SAL itu berhentikan oleh Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau atau UIR mulai berlaku tanggal 2 Desember 2024. Surat itu ditandatangani oleh ketua umum yayasan atas nama Nurman. Dalam surat itu juga disebutkan SAL telah dicabut hak-haknya sebagai pegawai Universitas Islam Riau dan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Riau.
Meski begitu, korban tetap masih menginginkan melanjutkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya itu diproses secara hukum pidana. Dia mengaku telah mengalami gangguan psikis dan trauma akibat peristiwa itu.
“Langkah awal untuk proses ini butuh dukungan kampus mendorong dibuka kembali kasus tersebut dengan menyerahkan hasil dan bukti-bukti kepada pihak kepolisian. Dalam hal ini saya sebagai korban meminta dengan kerendahan hati saya dukungan penuh dari kampus,” kata dia.
Humas UIR Harry Setiawan mengungkapkan pihaknya akan membantu memfasilitasi korban apabila kasus tersebut akan dibawa ke ranah hukum. Ia juga mengakui kampus dan satgas di UIR belum memahami sepenuhnya soal kewajiban dan tugas mereka apabila terjadi kasus kekerasan seksual seperti yang dialami W.
“Kalau memang korban butuh, kita fasilitasi. Kita punya Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kalau memang dia mau menggunakan, kita support,” ucap Harry.
Diketahui kejadian kekerasan seksual yang dialami W bermula saat dia baru lulus kuliah S2 dan hendak melamar jadi dosen kriminologi di kampus tersebut. Ia disarankan untuk menemui dekan berinisial SAL. W pun berkomunikasi dengan SAL dengan menemui pelaku secara langsung. Keduanya bertemu di ruang dekan.
Dalam pertemuan itu, W bertanya soal syarat-syarat menjadi dosen kriminologi di Universitas Islam Riau. Namun, bukan penjelasan soal syarat-syarat yang W dapat. W malah diajak untuk menginap di hotel bersama SAL. Bahkan, di kesempatan itu W juga mengalami kekerasan seksual berupa pemaksaan oral seks.