Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menampik jika masih ada kasus yang mengendap penanganannya, salah satunya dugaan korupsi perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Hal itu diakui Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kasus-kasus yang sudah memfosil termasuk, misalnya kasus Petral dan lain-lain itu," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengakui ada keterlambatan pada proses penindakan terhadap sejumlah kasus padahal KPK sudah menentukan waktu proses penyelidikannya. Alasannya karena KPK sedang menunggu proses perhitungan kerugian negara apalagi jika itu berhubungan dengan tindak pidana korupsi yang berada di luar negeri.
Ghufron menjelaskan apabila locus suatu perkara berada di luar negeri, KPK biasanya harus melalui proses Mutual Legal Assistance (LMA) di wilayah kerja Kemenkumham. Proses melalui MLA ini, harus terkoneksi dengan aparat penegak hukum di negara tersebut.
Ghufron menyebut kedua hal itu menjadi kendala dalam proses merampungkan suatu perkara tindak pidana korupsi.
Dalam perkara korupsi Petral, KPK telah menetapkan Managing Director PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd. (PES) periode 2009–2013 Bambang Irianto sebagai tersangka. Pengumuman tersangka tersebut telah disampaikan KPK pada 10 September 2019.
Bambang Irianto pernah menjabat Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sebelum diganti pada 2015. Dalam konstruksi perkara, KPK menyatakan bahwa tersangka Bambang Irianto diangkat menjadi Vice President Marketing PES pada 6 Mei 2009.
Pada 2008, saat tersangka Bambang Irianto masih bekerja di Kantor Pusat PT Pertamina, yang bersangkutan bertemu dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.
Tersangka Bambang Irianto bersama sejumlah pejabat PES menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, salah satu National Oil Company (NOC) yang sering diundang untuk mengikuti tender dan akhirnya menjadi pihak yang mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC).
Diduga perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase sehingga seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.
Tersangka Bambang Irianto diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC, meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukan pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.
Tersangka Bambang melalui rekening perusahaan SIAM Group Holding Ltd diduga telah menerima uang sekurang-kurangnya 2,9 juta dolar AS atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil.
Bambang Irianto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Polda Metro Geledah Markas Judi Online Pegawai Komdigi, KPK Diminta Lanjutkan Penyelidikan Kasus Keluarga Jokowi