Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, kasus dugaan korupsi proyek retrofit sistem Sootblowing PLTU Bukit Asam mengalir ke 12 orang. Nilainya beragam mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 750 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"NI (tersangka) memberikan sejumlah uang kepada pihak-pihak PT PLN," kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 9 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ke-12 orang itu merupakan orang-orang yang bekerja pada PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIK SBS), di antaranya Manajer Engineering Budi Widi Asmoro senilai Rp 750 juta, Pejabat Pelaksana Pengadaan, Handono senilai Rp 100 juta dan Deputi Manager Engineering, Mustika Efendi Rp 75 juta.
Uang itu juga diterima Pejabat Perencana Pengadaan Feri Setiawan Rp 75 juta, Pejabat Pelaksana Pengadaan, Riswanto dan Nurhapi Zamiri, masing-masing terima Rp 65 juta dan Rp 60 juta. Staf Engineering Fritz Daniel Pardomuan Hasugian, dan Penerima Barang, Wakhid, Rahmat Saputra dan Nakhrudin, masing-masing Rp 10 juta. Dua penerima barang yang lain, yaitu Riski Tiantolu menerima Rp 5 juta dan Andri Fajriyana Rp 2 juta.
Dalam kasus korupsi di PLTU Bukit Asam ini, KPK telah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka yakni General Manager PT. PLN (Persero) UIK SBS Bambang Anggono alias BA, Manajer Engineering PT. PLN UIK SBS Budi Widi Asmoro alias BWA dan Direktur PT Truba Engineering Indonesia (TEI), Nehemia Indrajaya alias NI.
"Para tersangka dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak 9 hingga 28 Juli 2024 di Rutan Cabang KPK," kata Alexander Marwata.
Wakil Ketua KPK itu menjelaskan, konstruksi kasus korupsi ini bermula ketika pada 2018, PT PLN UIK SBS mengusulkan anggaran retrofit sistem ke PLN Pusat. Anggaran tersebut kemudian disetujui senilai Rp 52 miliar.
"Pada Agustus 2018, BWA dan BA mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp 25 miliar dengan dasar seolah-olah terdapat perubahan spesifikasi teknis sootblower, sehingga anggaran pekerjaan menjadi Rp 75 miliar," kata Alex.
Pada Oktober 2018, NI bersama Direktur PT Austindo Prima Jaya Abadi (APJA) Erik Ratiawan menyiapkan data spesifikasi teknis dan harga penawaran Blower Type F149 yang telah di-markup dari harga asli pabrikan sehingga nilai keseluruhan pekerjaan sebesar Rp 74,9 Miliar yang dijadikan dasar pembuatan Kajian Kelayakan Proyek (KKP) ke-3 secara backdate Tahun 2017 oleh pihak PLTU Bukit Asam.
"Dokumen KKP ke-3 yang tersebut dijadikan dasar pelaksanaan pengadaan oleh bagian Perencanaan Pengadaan dan Pelaksanaan Pengadaan PT PLN UIK SBS," kata Alex.
Menurut Alex, proyek retrofit yang dilakukan PT PLN UIK SBS itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa di BUMN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan Edaran Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 0010.E/DIR/2016 Tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Barang/Jasa PT PLN Persero.
"Berdasarkan keterangan ahli terdapat indikasi kemahalan harga sebesar 135 persen dari Rp 74,9 miliar. Kerugian negara yang timbul kurang lebih sekitar Rp 25 miliar," kata Alex.
Alex mengatakan, para tersangka korupsi di PLTU Bukit Asam itu dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pilihan Editor: Cerita Atasan Polisi Jambi Minta Maaf dan Kembalikan Mobil Rental Burhanis ke Adira