Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kusaeri dan boneka porong

Kapten kusaeri,48, Danramil porong, sidoarjo diajukan ke mahkamah militer. ia terlibat kasus pembunuah marsinah, buruh pabrik PT CPS.

4 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPTEN Kusaeri, Komandan Rayon Militer (Danramil) Porong, tetap diproses untuk diajukan ke mahkamah militer. Pria berusia 48 tahun itu sejak akhir September ditahan di Pomdam V/Brawijaya, Surabaya. Kusaeri, menurut pemeriksa, mengetahui penculikan Marsinah. ''Ia tidak melaporkan ke atasannya,'' kata pemeriksa. Berkas Kusaeri kini sudah dikirim ke oditur militer. Persidangannya menunggu sembilan terdakwa sipil selesai divonis delapan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan Direktur Utama PT CPS Rungkut, Yudi Susanto, akan diadili di Pengadilan Negeri Surabaya. Pendidikan terakhir Kusaeri adalah sekolah pendidikan guru, kelas 2. ''Ia lebih tertarik menjadi tentara ketimbang guru,'' kata ayahnya, Abdul Kohar, 72 tahun. Kusaeri pernah ditugasi di Irian Jaya, sekali, dan di Timor Timur, tiga kali. Kohar kaget anaknya disebut terlibat pembunuhan. Sebab, setahu dia, bocah Kusaeri rajin mengaji. Kusaeri, yang berperawakan tinggi, kekar, dan berkulit hitam, semula diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Ini tak lain karena, pada 5 Mei malam, ayah empat anak dan beristrikan seorang guru itu ikut menumpang mobil PT CPS yang dipakai untuk menculik Marsinah. Ia juga disebut ikut dalam rapat pada sore 5 Mei. Dugaan tersebut ternyata kurang pas. Berdasarkan pengakuan Kusaeri kepada pemeriksa, ia memang datang ke pabrik itu. Begitu membuka pintu ruang rapat, ia melihat suasana serius, maka ia menutupnya lagi. Waktu itu, ia ingin menyampaikan soal 13 buruh yang dipanggil Kapten Sugeng, Pasi Intel Kodim Sidoarjo. Kusaeri lalu kembali ke kantor Koramil, yang jaraknya 300 meter dari situ. Pukul 17.30, Kusaeri balik lagi ke pabrik PT CPS. Di pos penjagaan, ia ketemu Bambang Wuryantoro, Kepala Bagian Umum PT CPS, yang menyampaikan hasil rapat pada sore tadi yang membahas soal produksi, kesejahteraan buruh, dan rencana menyingkirkan Marsinah. Ia mengaku kurang paham arti ''menyingkirkan'' Marsinah. Menurut sumber TEMPO, Danramil itu mengira ''menyingkirkan'' berarti memutasikan Marsinah, misalnya ke pabrik PT CPS di Rungkut, Surabaya. Kusaeri balik ke pabrik karena ingin menumpang mobil perusahaan, L 1679 CW, yang akan ke Sidoarjo. Di pinggir jalan seberang Tugu Kuning, Desa Siring, mobil yang ditumpanginya berhenti. Tidak lama, muncul Satpam Suprapto dengan motor. Ia memboncengkan Marsinah. Motor itu lalu dipinjam Kusaeri. Dalam pemeriksaan, Kusaeri mengaku tahu persis Marsinah yang ketakutan didorong masuk ke mobil. Dan ia menyarankan agar Marsinah ikut saja. ''Tak akan disakiti,'' katanya kepada Marsinah. Lalu, ia pulang ke rumahnya naik motor yang dipinjam dari Suprapto itu. Jadi, menurut hasil pemeriksaan sementara, Kusaeri tidak benar ikut rapat dan mem-back-up penculikan. Tapi, sebagai aparat keamanan, menurut sumber tadi, ia tetap harus bertanggung jawab. Hubungan antara Direktur Yudi Astono dan Kusaeri memang dekat. Kusaeri sering diberi uang antara Rp 10.000 dan Rp 15.000 sebulan. ''Jumlahnya memang kecil, tapi itu sudah cukup mempererat hubungan antara mereka,'' kata pemeriksa tadi. Maka, logislah jika muncul anggapan seakan pihak perusahaan di-back- up orang Koramil. Sementara itu, Yudi Astono mengaku dalam sidang Mutiari bahwa dirinya, walaupun direktur, sebenarnya ''boneka'' di pabrik itu. Pemegang kendali tetap Ayip (Karyonowongso), kepala bagian produksi. Dalam mengambil keputusan keuangan ataupun beleid perusahaan, Ayiplah yang berperan. Tingkat gaji yang mereka terima juga berbeda. Yudi Astono dibayar Rp 600 ribu, dan Ayip digaji Rp 3,5 juta. Sementara itu, pemeriksaan atas Kapten Sugeng belum dilakukan. Tapi ia tetap akan dibawa ke mahkamah militer. Kesalahan terbesar Sugeng adalah terlibat memproses PHK (pemecatan) atas 13 buruh PT CPS. ''Tindakannya itu memalukan. Mana ada peraturan yang mengizinkan Kodim mem-PHK-kan buruh,'' kata sumber tadi. Konon, Sugeng menerima imbalan Rp 250 ribu atas ''proyek'' itu. Apakah kasus di atas juga menggeret pemutasian Letnan Kolonel Max Salaki, Komandan Kodim 0816 Sidoarjo? Max, yang ditemui pembantu TEMPO di Surabaya, membenarkan bahwa dirinya akan dimutasikan. ''Ini pergantian biasa,'' katanya. Pejabat lama yang bertugas setahun dipindahkan, dan ia telah satu tahun satu bulan menjadi Komandan Kodim. ''Mutasi ini wajar saja,'' katanya. Jadi, sekali lagi, ''Saya tidak terlibat dalam kasus Marsinah. Itu kan kasus pembunuhan. Yang repot bukan saya, tapi Pak Tanto,'' kata Max. Tanto adalah Letnan Kolonel Sutanto, Kapolres Sidoarjo. Max membenarkan, ia menerima laporan pemogokan di PT CPS dari Kusaeri. WY

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum