Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Larangan sang gubernur

Gubernur ismail melarang pembangunan hotel di lokasi tursino puri yang diprakarsai pt bimantara siti wisesa. pelarangan didasarkan uu cagar budaya.

16 Januari 1993 | 00.00 WIB

Larangan sang gubernur
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KABUT masih saja menggelayuti Kasunanan Keraton Surakarta Hadiningrat. Rencana pembangunan hotel bintang lima, yang akan menempati lokasi Tursino Puri --bersebelahan dengan Bangsal Keputren -- kembali mengambang. Pekan lalu, Gubernur Jawa Tengah Ismail melarang pembangunan hotel yang diprakarsai PT Bimantara Siti Wisesa itu. Gubernur menilai pembangunan ini bertentangan dengan Undang-Undang Benda Cagar Budaya. Pelarangan ini sudah disampaikan Ismail kepada Wali Kota Surakarta untuk diteruskan ke pihak keraton. ''Kalau keraton mau membangun hotel, ya silakan, tapi hotelnya tidak berada di dalam keraton. Keraton seyogianya dijadikan plasma dalam segi pariwisata,'' kata Gubernur Ismail kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Ismail mengutarakan rujukannya bukan cuma UU Benda Cagar Budaya. Tapi juga keppres tentang keraton dan hasil penelitian Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum tertanggal 27 November 1992. Isinya tegas menyebutkan: Bahwa dalam memantapkan keraton sebagai pusat budaya dan pariwisata, perlu pengendalian pertumbuhan kawasan keraton yang tidak relevan dengan keraton sebagai warisan budaya bangsa. Apakah Raja Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono XII (PB XII), manut? ''Nanti dulu, kami akan mempelajari surat Gubernur itu,'' kata G.P.H. Hadiprabowo (putra PB XII) yang bicara atas nama ayahandanya. ''Harus dipelajari dulu alasan larangan gubernur, agar tidak terjadi salah paham. Selama ini sudah terjadi banyak salah paham,'' tambah Hadiprabowo. Menurut Hadiprabowo, bangunan hotel akan diselaraskan dengan arsitektur keraton. Pembangunan itu juga tak bakal merobohkan Bangsal Keputren seperti yang diributkan selama ini. Lagi pula, calon lokasi hotel tidak meliputi areal bangunan utama keraton. Tursino Puri, bangunan bergaya joglo yang akan dijadikan hotel itu, sudah berumur 70 tahun lebih. Semasa PB XI, Tursino Puri dijadikan tempat tinggal para selir dan rumah pangeran. Semula letaknya berada di luar cempuri keraton. Lalu, diberi pintu masuk hingga menjadi satu kompleks dengan keraton. Pada masa sekarang (zaman PB XII), Tursino Puri dibiarkan kosong, tak terawat, dan telantar. Secara umum bangunan keraton memang menyedihkan. Tak ada dana untuk perawatan. Bantuan Pemerintah cuma Rp 6 juta setahun. Dengan dana ini tak mungkin memelihara keraton yang arealnya sampai 8 hektare. Bantuan Pemerintah habis untuk menggaji 600 abdi dalem keraton. Jadi, diperlukan sumber biaya lain. Kebutuhan itu yang memotivasi pendirian hotel di dalam keraton. Sri Susuhunan (PB XII) merencanakan mengembangkan kegiatan bisnis pariwisata untuk mendukung kelangsungan budaya di keraton. Rencana ini disahkan -- seperti ditegaskan oleh Dirjen Parwisata Joop Ave, April lalu -- melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 23 Tahun 1988. Keppres ini dijadikan landasan yuridis pembangunan hotel tersebut. Di situ disebutkan bahwa pengelolaan keraton dilaksanakan oleh Ditjen Pariwisata, Pemda Surakarta, dan Kasunanan. Pengelolaannya boleh bekerja sama dengan pihak lain. Pembangunan belum mulai, reaksi sudah bermunculan. Bermula dari protes putri PB XII sendiri yang menentang rencana ayahandanya. Kemudian muncul reaksi trah Pakubuwanan, dan seniman Solo. Hadiprabowo mengingatkan, Raja merencanakan pembangunan itu tidak gegabah. Tapi berlandaskan keppres yang juga didukung Dirjen Pariwisata. Kalau dalam upaya pengelolaan keraton ini, Raja punya ide membangun hotel, menurut Hadiprabowo, itu sah-sah saja. Karena keraton tetap dipelihara, dikelola demi budaya bangsa dan pariwisata. ''Membangun hotel kan ada kaitannya dengan pariwisata. Jadi, di mana letak salahnya?'' ujar Hadiprabowo. Menanggapi soal itu, Ismail berucap, ''Justru karena mengamankan dan menyadarkan beliau-beliau yang punya uang itu, agar tidak semaunya saja memanfaatkan kesempatan. Tolong dihormati cagar- cagar budaya dan sejarah,'' katanya. ''Kita membangun tidak fisik semata, tapi juga membangun segi mental spiritual dan hal-hal yang tidak kasat mata,'' tambahnya. Sementara itu, pihak PT Bimantara Siti Wisesa, ketika dihubungi TEMPO, menolak memberi komentar. Untuk sementara belum mau menanggapi larangan Gubernur Ismail itu. Di sebaliknya, G.R.A.J. Kus Murtiyah, putri PB XII yang paling vokal menentang ayahnya, justru mendukung penuh larangan Gubernur Jawa Tengah itu. ''Mungkin Pak Gubernur mendengar jerit dan rintihan kami serta para seniman Solo yang tempo hari demonstrasi,'' kata Kus Murtiyah. Seorang praktisi hukum senior di Solo, Moegono, melihat kasus ini unik dari segi yuridis. Ia menilai sikap Gubernur ada benarnya, karena pedomannya adalah undang-undang, yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan keputusan presiden. ''Tapi, yang unik, hotel yang diributkan itu akan dibangun di dalam tanah yang status hukumnya milik keraton, jadi dibangun di atas tanah milik sendiri. Maka, kehendak Raja juga harus dihormati,'' katanya. Agar tak terjadi benturan, dan masalah berlarut-larut, Moegono menyarankan hendaknya segera dicarikan jalan keluar secara hukum. Dasarnya harus adil. ''Kalau bisa, kehendak Raja terkabul, tapi aturan hukum pun tetap tak dilanggar.'' Ya, tapi bagaimana? Aries Margono, Sri Wahyuni (Jakarta), dan Kastoyo Ramelan (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus