Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Lasmini di karantina

Karena dituduh mencuri arloji di tempat kerjanya, lasmini, jember, diculik dan disiksa oleh 2 oknum Abri. (krim)

18 Februari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH sembilan hari menghilang tak tentu rimbanya, petang itu Lasmidi, 37, muncul di rumahnya dalam keadaan loyo. Pada pakaiannya yang dekil dan berbau apek - seminggu lebih dia tak pernah salin - terdapat noda darah. Tubuh pemegang ban hitam karate itu pun penuh luka bekas penganiayaan. Menurut ceritanya, Lasmidi, yang tinggal di Jalan H. Agus Salim, Jember, memang dianiaya. Ia tak melawan. Maklum, yang melakukannya dua oknum ABRI dari Brigade Infanteri (Brigif) 9, yang menuduh ayah dua anak itu mencuri 300 arloji dari toko Ikada. Syukur, menurut komandan Brigif 9 Kostrad Kolonel Sulaiman Karta, pekan lalu, keduanya telah ditindak. Mayor M.J. Palar dinonaktifkan dari tugas dan jabatannya, sedangkan Sersan Dua Yance, yang "menjemput" Lasmidi dari rumah. di tahan untuk keperluan pemeriksaan. Kolonel Sulaiman rupanya telah kebobolan. Peristiwa yang bisa merusakkan citra korps baju hijau itu terjadi saat ia ada di tempat lain, menginspeksi anak buahnya yang sedang latihan tempur. "Kami sangat menyesalkan peristiwa ini," katanya pekan lalu kepada para wartawan. Memang patut disesalkan, karena setelah berakhirnya masa transisi penggunaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 31 Desember lalu, masih terjadi penangkapan secara sewenang-wenang dan penganiayaan oleh oknum. Lasmidi, yang bekerja sebagai montir televisi merangkap makelar, dicomot orang berseragam tentara dari rumah 10 Januari dan baru kembali 19 Januari lalu. Pasalnya bermula dari kejadian pencurian di toko Ikada, bekas tempatnya bekerja, malam 3 Januari lalu. Pemilik toko jam dan barang elektronik yang kehilangan sekitar 300 arloji senilai Rp 6 juta itu menaruh syak kepada bekas pegawainya Pemilik toko tadi meminta bantuan Palar dan Yance (yang terakhir itu, menurut sebuah sumber, memang dikenal garang dan sering terlihat nongkrong di bioskop Sampurna). Pemilik toko rupanya tidak puas kepada polisi yang setelah memeriksa Lasmidi segera membebaskannya esok harinya. "Tak dltemukan bukti yang cukup bahwa dia terlibat pencurian arloji," tutur komandan reserse Polres (Kepolisian Resort) Jember, Kapten Wahyudi, kepada TEMPO. Pada 10 Januari, Lasmidi-dijemput dari rumahnya oleh Yance, dibawa menghadap Palar di kantor Brigif 9. Nah, di situ Lasmidi diperiksa dengan gaya jango. Kopelrim, sepatu lars, dan balok kayu yang bertuliskan nama si perwira menengah tadi singgah di tubuhnya. Sampai-sampai perut Lasmidi terasa mual, kepala pening, dan rasanya mau muntah. Lasmidi percaya betul, pukulan tak akan dihentikan sebelum ia mengaku salah. Dengan hati memberontak, "akhirnya saya terpaksa mengaku mencuri," katanya kepada TEMPO. Barang curian, katanya lagi, ia jual kepada seseorang di Wonokromo. Pak Mayor dan Pak Sersan pun tampak puas, lalu menyerahkan Lasmidi ke Polres yang lalu mengajak Lasmidi ke Wonokromo. Di Kepolisian Bangsalsari, keadaan Lasmidi menkhawatirkan. Maka ia mengimap lima hari di situ. Dan, tentu saja, ketika dicek alamat "penadah" yang disebutkannya tidak ada. Ternyata, alamat rumah orangtuanya. Ketika Lasmidi dibawa lagi ke Jember, Pak Mayor kembali naik pitam karena merasa dipermainkan. Sekali lagi Lasmidi dihajar di hadapan beberapa polisi, sampai akhirnya ia diselamatkan Sersan Mayor Kasim. Kembali Lasmidi harus menginap di ternpat tahanan polisi. Kali itu di Kepolisian Amhulu dua hari. Sebab itu, ketika istrinya, Romlah, mengecek ke Polres Jember, ia mendapat jawaban bahwa suaminya tak pernah ditahan di sana. Padahal, ia tahu persis bahwa suaminya itu dijemput tentara, sedangkan Palar mengatakan bahwa Lasmidi sudah di tangan polisi. Sebab itulah ia kemudian membuat pengaduan ke POM ABRI, Kapolres, Kapolda Jawa Timur, dan Pangdam Brawijaya. Belum jelas apakah karena suratnya itu Lasmidi segera bisa pulang ke rumah pada 19 Januari itu. Nam4n, kapolres Jember, Letnan Kolonel Usman Sumardiono, merasa serba salah dalam menangani perkara itu. Sebenarnya, katanya, tak cukup alasan untuk menahan Lasmidi. Namun, katanya pula, bila korban dibolehkan pulang ke rumah dalam keadaan penuh luka bekas penganiayaan, ia khawatir kasusnya bisa "berkembang" di masyarakat. Maka, apa boleh buat, "Lasmidi terpaksa dikarantinakan beberapa hari " Dan, karena selama berada di tangan aparat negara, status Lasmldi bukan sebagai tahanan, polisi menolak memberikan "surat bebas" kepadanya. Padahal, siapa pun yang dalam posisi seperti Lasmidi cukup alasan untuk was-was: bagaimana kalau ia diculik kembali dengan tuduhan mencoba lari dari tahanan? Syukur, semuanya telah lewat. Dua oknum baju hijau yang membuat Lasmidi teraniaya kini tengah diperiksa dan kabarnya mereka bakal diseret ke mahkamah militer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus