Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, Indira Suryani, mengklaim telah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengusut kasus kematian Afif Maulana, anak 13 tahun yang diduga disiksa oleh polisi. Tim LBH Padang selaku kuasa hukum Afif menyatakan pihaknya sudah melengkapi berkas agar LPSK melindungi 18 saksi yang juga menjadi korban kekerasan polisi. Namun, hingga saat ini, LPSK belum juga memberikan perlindungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“LPSK terlalu birokrasi, harus lebih gerak cepat menyelamatkan, memberikan perlindungan,” ujar Indira saat ditemui Tempo di Jakarta, pada Kamis, 4 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indira menyebut LPSK mempertanyakan surat kuasa hukum terhadap saksi-saksi lain dalam kasus ini. “Dia bilang, kan, yang lain enggak kasih surat kuasa ke LBH, yang kasih kuasa kan cuma keluarga Afif, lalu keluarga dua anak lainnya,” tuturnya.
“Lalu saya bilang, kalau misalnya LPSK cuma kasih perlindungan ketiga anak lain, tidak yang 18 ini tidak, maka tidak akan terbongkar kasusnya. Jadi jangan kayak gitu, ini kasus HAM, jangan disama-samain dengan kasus biasa,” kata Indira.
Bahkan keluarga Afif belum diberikan safe house atau rumah perlindungan di Jakarta oleh LPSK. “Belum dateng ke kami,” ujar Indira. Oleh karena itu, keluarga Afif sekarang tinggal bersama lembaga non pemerintah lain.
Ketika dihubungi terpisah, Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan pihaknya masih menelaah permohonan perlindungan saksi dalam kasus Afif. “Kami masih melakukan penelaahan. Itu kalau di SOP kami 30 hari kerja, jadi masih ada waktu. Kan permohonannya baru kemarin, baru minggu lalu,” kata dia, Sabtu, 6 Juli 2024.
Meski begitu, Susilaningtyas mengklaim sudah ada anggota LPSK yang datang ke Padang untuk menelaah kasus tersebut. “Ini teman teman juga sudah di lapangan untuk melakukan penelaahan,” tuturnya.
Jenazah Afif Maulana ditemukan seorang warga di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Kepada pihak keluarga, polisi menyatakan Afif tewas karena melompat setelah menghindar dari kejaran anggota polisi yang berupaya mencegah terjadinya tawuran pada Ahad dini hari.
Keluarga tak percaya dengan cerita itu setelah melihat kondisi jenazah Afif. Mereka lantas melaporkan masalah ini ke LBH Padang. Hasil investigasi LBH Padang menyatakan Afif tewas karena penyiksaan, bukan melompat. Pasalnya, di tubuh Afif terlihat bekas jejakan sepatu orang dewasa. LBH Padang juga menyatakan tak terdapat bekas luka seperti orang terjatuh di tubuh Afif.
LBH Padang juga menyatakan mendapatkan kesaksian jika Afif Maulana sempat tertangkap oleh sejumlah anggota polisi. Selain itu, terdapat pula 18 korban lainnya yang mengaku ditangkap polisi dan mendapatkan penyiksaan.
Meskipun demikian, Polda Sumatera Barat tetap membantah jika Afif Maulana tewas karena dianiaya. Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono, berkeras Afif tewas karena melompat dari atas jembatan. Suharyono pun membantah adanya penyiksaan terhadap 18 orang yang ditangkap anggotanya. Dia menyatakan hal itu hanya kesalahan prosedur.
INTAN SETIAWANTY
Pilihan Editor: Usut Kasus Kematian Afif Maulana, Kak Seto akan ke Padang