Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo berbincang serius dengan Kepala Korps Brimob Kepolisian RI Inspektur Jenderal Murad Ismail di Istana Negara pada Rabu pekan lalu. Keduanya bersirobok di Istana setelah Presiden Joko Widodo melantik Jenderal Tito Karnavian sebagai Kepala Polri.
Mulanya Agus membuka perbincangan dengan tema kerja sama antarlembaga penegak hukum. Kemudian ia masuk ke persoalan inti. "Saya sampaikan, KPK sudah menyiapkan surat panggilan untuk empat anggota Brimob terkait dengan kasus yang kami tangani," kata Agus menceritakan kembali pertemuan itu, Kamis pekan lalu.
Keempat anggota Brimob yang dicari KPK ini merupakan pengawal Nurhadi Abdurrachman, Sekretaris Mahkamah Agung. Tiga dari empat polisi itu berpangkat brigadir, yaitu Fauzi Hadi Nugroho, Dwianto Budiawan, dan Ari Kuswanto. Satu polisi lain Inspektur Dua Andi Yulianto.
Mereka rencananya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Doddy Aryanto Supeno, pegawai PT Artha Pratama Anugerah. Doddy kini menjadi terdakwa kasus penyuapan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Keduanya ditangkap ketika sedang bertransaksi suap di basement Hotel The Acacia, Jakarta Pusat, pada 20 April lalu.
Menurut Agus, KPK tinggal mencari tanggal yang pas untuk memeriksa keempat orang tersebut. "Saya akan koordinasi juga dengan Pak Tito sebagai Kepala Polri baru," ujarnya. Sebelumnya, Agus menuturkan sudah berbicara dengan Kepala Polri lama, Badrodin Haiti.
Penyidik KPK memang berkepentingan mengorek info dari para pengawal Nurhadi. Seorang penegak hukum mengatakan keempat polisi itu diduga melihat kedatangan Doddy Aryanto dan Royani ketika mengantarkan uang ke rumah Nurhadi pada 12 April lalu. Sebelum tim KPK menggeledah rumah Nurhadi, sepekan kemudian, para pengawal itu juga ditengarai diperintahkan seseorang untuk memindahkan sejumlah mobil dan sepeda motor mewah milik Nurhadi. Selain itu, sampai Royani raib, keempat pengawal tersebut kerap berkomunikasi dengan sopir Nurhadi yang seharusnya menjadi saksi kunci tersebut.
Para pengawal ini, menurut si penegak hukum, juga kerap berperan sebagai simpul penghubung Nurhadi dengan beberapa pejabat polisi. Brigadir Ari Kuswanto, misalnya, beberapa kali berkomunikasi dengan ajudan salah seorang petinggi di Markas Besar Polri. Pernah suatu hari Nurhadi terpantau berkomunikasi dengan seseorang memakai telepon sang pengawal. Kala itu Nurhadi mengaku sedang berada di ruang kerja seorang petinggi polisi. Soal ini, baik Ari maupun Nurhadi belum bisa dimintai konfirmasi.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menegaskan pentingnya keterangan keempat pengawal Nurhadi bagi pengusutan kasus di KPK. "Mereka diduga mengetahui kegiatan Nurhadi yang berkaitan dengan kasus ini," kata Yuyuk.
Di Korps Brimob, keempat pengawal Nurhadi tak punya jabatan resmi yang penting. Tapi KPK seperti membentur tembok ketika hendak menyentuh mereka. Korps Brimob baru memberi lampu hijau untuk pemeriksaan keempat orang tersebut setelah berkas perkara Doddy dilimpahkan dari penyidik KPK ke jaksa penuntut pada 20 Mei lalu. "Sudah telat, tapi apa boleh buat," ujar seorang penyidik.
Pemeriksaan pertama keempat pengawal Nurhadi kemudian dijadwalkan pada 24 Mei. Ternyata pada panggilan pertama mereka mangkir. Penyidik KPK buru-buru mengirim surat panggilan kedua yang ditembuskan kepada Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti dan Kepala Korps Brimob Inspektur Jenderal Murad Ismail. Kali ini KPK menjadwalkan pemeriksaan pada 7 Juni lalu. Namun lagi-lagi keempat anggota korps baret biru ini tidak datang.
Sore harinya, Markas Besar Polri menjelaskan alasan ketidakhadiran keempat anggota Brimob ini. "Mereka dipindahtugaskan ke Poso," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar waktu itu. Ia mengatakan keempatnya bergabung dengan Satuan Tugas Tinombala yang memiliki misi memburu kelompok teroris Santoso yang diduga bersembunyi di hutan Sulawesi Tengah. Menurut Boy, mereka dipindahtugaskan pada akhir Mei lalu.
Tim penyidik KPK seperti kecolongan. Sebab, sampai surat pemanggilan kedua dikirim, penyidik mendapat info bahwa keempat pengawal Nurhadi masih berada di Jakarta. Belakangan, mereka pun menduga-duga strategi penyidikan yang memutar ke pengawal Nurhadi merembes ke luar gedung KPK. Termasuk yang mereka duga bocor adalah tanggal pelimpahan penyidik ke jaksa.
Tak mau kehilangan momentum, penyidik pernah mengusulkan untuk mencari keempat anggota polisi itu ke Poso dan memeriksa mereka di sana. Namun, di tingkat pimpinan, usul "jemput bola" itu seperti maju-mundur. "Bahkan ada yang mencoba mempengaruhi pimpinan KPK agar tak memeriksa mereka," ucap si penegak hukum. Ketua KPK Agus Rahardjo menolak berkomentar soal ini.
Karena tak bisa diperiksa sampai tenggat pelimpahan perkara, nama keempat anggota Brimob itu tak masuk dakwaan Doddy Aryanto yang dibacakan jaksa pada 29 Juni lalu.
Markas Besar Polri membantah anggapan bahwa mereka sengaja mengirim keempat anggota Brimob itu ke Poso untuk menghindari pemeriksaan oleh KPK. "Ini rotasi murni," ujar Boy Rafli. "Semoga pada pemeriksaan berikutnya bisa didatangkan." Meski begitu, Boy tak bisa menjamin keempat pengawal Nurhadi akan cepat dipulangkan ke Jakarta. Menurut dia, masa tugas mereka akan berakhir di Poso pada Agustus nanti. "Bisa diperpanjang, tergantung situasi di sana," kata mantan Kepala Kepolisian Daerah Banten ini.
Tempo mencoba menelusuri keberadaan empat anggota Brimob tersebut di Poso. Namun jejak mereka tak mudah diendus. Beberapa petugas intel yang bergabung dengan Satgas Tinombala 2016 malah mengatakan tidak mengetahui keberadaan mereka.
Kepala Polda Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Rudy Sufahriadi awalnya mengatakan akan mencari tahu apakah keempat anggota Brimob tersebut ada di Poso. "Akan saya cari tahu ada di mana mereka, sambil menunggu surat dari Markas Besar Polri," ujar Rudy kepada Tempo pada 13 Juni lalu. Kala itu ia mengaku hanya tahu bahwa keempat orang tersebut diburu KPK dari pemberitaan media. Rudy "berubah" ketika Tempo menagih janji soal informasi keempat anggota Brimob tersebut. "Tanyakan langsung ke Brimob pusat," katanya pada 28 Juni lalu. "Saya tidak punya wewenang."
Kepala Korps Brimob Murad Ismail belum bisa dimintai tanggapan. Surat permohonan wawancara yang dikirim ke Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, belum dibalas. Adapun Wakil Kepala Korps Brimob Brigadir Jenderal Anang Revandoko menolak berkomentar ketika ditemui di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian. "Langsung ke Kepala Korps saja," ujar Anang seusai serah-terima jabatan Kepala Polri, Kamis pekan lalu.
Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan tidak mengetahui sejak kapan dan bagaimana keempat anggota Brimob tersebut menjadi pengawal Nurhadi. Lazimnya, menurut dia, setiap pejabat yang memerlukan pengawalan khusus akan mengajukan permohonan kepada instansi masing-masing untuk diteruskan ke Kepala Kepolisian RI.
Prosedur itu diatur dalam Peraturan Kepala Polri Nomor 1 Tahun 2013 tentang penugasan anggota polisi di luar struktur organisasi Polri. "Dikabulkan atau tidaknya bergantung pada induk kepolisian," kata Suhadi. Jika disetujui, gaji pengawal ditanggung oleh lembaga negara pengusul.
Suhadi tak bisa memastikan apakah para pengawal Nurhadi dipekerjakan sesuai dengan prosedur atau tidak. Ia juga tak mau menilai apakah seorang Sekretaris Mahkamah Agung layak mendapat pengawalan empat polisi. Yang jelas, menurut Suhadi, seorang pejabat eselon I biasanya hanya memiliki seorang ajudan. "Hakim agung saja kalau tidak membutuhkan ya tidak perlu," ujarnya.
Syailendra Persada, Linda Trianita, Muhamad Rizki (Jakarta), Amar Burase (Poso)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo