Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mantan Pejabat BNN soal Polisi Razia Narkoba di Konser DWP 2024: Penyalahgunaan Wewenang dan Penyimpangan Prosedur

Arman mengatakan operasi razia narkoba di tempat hiburan harus memiliki konsep kertas kerja, berbeda dengan yang dilakukan polisi di DWP 2024.

14 Januari 2025 | 05.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Arman Depari. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional yang kini menjadi Ketua Umum Garda Mencegah dan Mengobati Arman Depari mengatakan kasus pemerasan dengan modus razia narkoba terhadap penonton konser musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 asal Malaysia merupakan penyalahgunaan kewenangan. Menurut dia, tindakan para polisi itu juga sebagai penyimpangan prosedur dalam hal razia narkoba, khususnya di tempat hiburan malam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arman menceritakan saat masih menjabat sebagai Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya periode 2006 hingga 2009 dan berlanjut sebagai Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri periode 2009 hingga 2014. Dia mengatakan tujuan razia oleh tim penanggulangan narkoba BNN maupun kepolisian untuk memastikan di tempat hiburan tersebut tidak terjadi penyalahgunaan barang haram itu. "Paling tidak, jangan sampai anak-anak muda kita merasa tidak terawasi terus boleh berbuat apa pun," ujar Arman Depari saat ditemui Tempo di Jakarta Pusat, pada Rabu, 8 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arman mengatakan operasi razia narkoba di tempat hiburan harus memiliki konsep kertas kerja mulai dari nama petugas yang dikerahkan, sasaran/lokasi, jumlah personel yang dilibatkan, waktu razia, hingga berapa lama proses razia. "Di situ semuanya harus disebutkan," ucapnya. 

Menurut Arman, petugas yang terlibat dalam razia narkotik tidak hanya dari direktorat narkoba saja, harus ada dari jajaran polisi umum hingga provos. "Kalau kami melibatkan TNI, ada POM (Polisi Militer) TNI," kata dia. Petugas yang melakukan razia narkoba juga harus ada yang berpakaian dinas. 

Dalam melakukan razia narkoba, purnawirawan jenderal bintang dua itu menuturkan harus ada petugas dari dinas kesehatan sebagai pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan narkoba, dugaan kecenderungan memakai narkoba, hingga melakukan tes urine. "Pengambilan sampel urine itu dilakukan petugas dari dinas kesehatan, karena mereka yang punya latar belakang," tutur Arman.

Setelah di tes urine, proses selanjutnya adalah pendalaman melalui uji labolatorium. "Nanti baru kelihatan, orang ini sudah mengkonsumsi apa enggak, jenis narkobanya apa yang dikonsumsi," kata Arman menjelaskan proses razia narkoba di tempat hiburan. 

Tahap akhir dari razia narkoba, kata dia, merupakan keputusan hasil apakah seorang tersebut positif menggunakan narkoba serta jenis narkoba yang digunakan. Hal ini melalui asesmen yang dipimpin oleh tim dari BNN, serta melibatkan kejaksaan, dan kepolisian. "Mereka yang akan menentukan orang ini direhabilitasi atau tidak. Apakah direhabilitasi rawat jalan atau rawat inap," ujarnya.

Dalam tahap akhir ini, kata Arman, juga belum bisa ditentukan apakah seorang tersebut ditahan atau tidak karena harus ada  barang bukti. "Jadi tidak segampang itu. Dan yang jadi permasalahan sekarang ini, begitu mereka ada indikasi menggunakan narkoba, dinegosiasi," tutur dia. 

Sebelumnya, Divisi Pengamanan dan Profesi Mabes Polri telah menangkap 18 polisi yang diduga melakukan pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia di konser musik DWP 2024 di Jakarta International Expo (JIExpo), Jakarta Pusat, pada 13 hingga 15 Desember 2024. 

"Terdiri atas personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam keterangan resminya pada Jumat, 20 Desember 2024. 

Seorang korban pemerasan DWP 2024 asal Malaysia Amir Mansor (29 tahun) bercerita kala itu dia bersama delapan temannya ditangkap oleh polisi dan dibawa ke kantor Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya, pada 13 Desember 2024. Nominal uang yang harus mereka bayar yakni Rp 360 juta.

Selain Amir dan delapan kawan, dia mengatakan ada empat teman perempuannya yang dibawa ke Polsek Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Sabtu malam, 14 Desember 2024. “Teman saya yang lain empat orang, ditangkap di second night di Polsek Kemayoran,” kata Amir saat dihubungi pada Jumat malam, 3 Januari 2025.

Menurut Amir, empat teman itu ditahan di Polsek Kemayoran hingga empat hari. Mereka dimintai uang senilai Rp 800 juta. “Harus bayar Rp 800 juta, baru bebas setelah empat hari karena uangnya baru terkumpul,” ucap dia.

Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro mengatakan, soal 4 Warga Negara Malaysia yang ditangkap terkait pemerasan kepada penonton DWP masih daam proses dati tim gabungan Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. “Sudah dari tiga minggu lalu dan sudah ditangani Propam, dan sedang menunggu proses sidang kode etik,” katanya saat dikonfirmasi pada Ahad, 5 Januari 2024.

Susatyo enggan menjelaskan mengenai detail empat WN Malaysia yang ditangkap pada 14 Desember 2024 lalu serta nominal yang mereka bayar.  “Tunggu hasil sidang kode etik ya,” ucap dia.

Advist Khoirunikmah

Advist Khoirunikmah

Bergabung di Tempo sejak November 2023. Alumni Bakrie University dan Politeknik Negeri Bandung. Mengawal isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus