Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UMUR panjang dengan uang bergudang, apa lagi yang kurang? Pandangan awam tentang harta berlimpah itu bagi orang Jepang dewasa ini justru bagai simalakama. Seperti diketahui, anak cucu Tenno Heika itu kini mencapai rekor di dunia dalam usia terpanjang: rata-rata 81,81 tahun untuk wanita dan 75,86 tahun untuk pria. Manusia dikategorikan lanjut di sana adalah berusia di atas 65 tahun bagi pria, dan di atas 60 tahun buat wanita. Saat ini mereka meliputi 4,7 juta kepala keluarga (kk) atau 11,6% dari jumlah kk di Jepang. Angka ini melonjak hampir tiga kali lipat dibanding tahun 1975. Dan separuh dari mereka terdiri dari kakek atau nenek yang betul-betul hidup sorangan. Pada tahun 2000 nanti, menurut taksiran, manusia kesepian di negeri yang gemuruh kemajuannya itu bakal mencapai 17% dari jumlah penduduk. Menjadi orang panjang umur di Jepang kenyataannya adalah derita, terutama akibat sikap anak yang kian nafsinafsi. Hidup sunyi dalam usia senja bukan di rumah jompo justru lebih memilukan. Dan bumbu tragis kemajuan fisik materi ini kemudian ada yang melirik sebagai lahan bisnis. Bukan dalam bentuk membuka rumah jompo -- dan itu bukan lagi cerita baru -- melainkan biro jasa dengan nama rental family service. Yang ditawarkan: putra atau putri serta cucu bagi jompo, khususnya di Tokyo yang berpenduduk 12 juta jiwa. Yang menyediakan anak icak-icak itu adalah NKH (Nihon Koukasei Honbu), atau Japan Effectiveness Headquarters. Perusahaan yang dipimpin Satsuki Oiwa, 37 tahun, ini berkantor di Shinjuku, Tokyo. Berdiri tahun 1988. "Kami sudah melayani 19 kepala keluarga," katanya kepada Seiichi Okawa dari TEMPO. Menurut ibu seorang putra berusia 15 tahun ini, pihaknya kewalahan melayani permintaan. Dan karena masih kekurangan tenaga, 75 kk lagi menunggu giliran. Saat ini Oiwa baru mempunyai tujuh tenaga yang disebut entertainer. Mereka siap memainkan peran bagai anak sungguhan bagi jompowan. Pada awalnya Oiwa membuka lembaga pendidikan bisnis bagi karyawan swasta, misalnya untuk manajemen dan cara melayani klien. Tapi tahun 1990 ada pasangan kakek nenek 75 tahun yang mukim di Distrik Suginami, Tokyo, yang minta jasa khas: agar dikirimi orang yang bisa mengesankan seperti anak dan cucunya. Mereka mempunyai tiga anak betulan, namun tinggalnya di luar Tokyo dan jarang menjenguk mereka. "Kalaupun mereka datang, cuma minta uang dan membicarakan soal warisan, hingga mereka frustrasi dan stres," tutur Oiwa. Akibat kecewa yang dalam itulah mereka memesan putraputri palsu. Waktu itu Oiwa berperan bagai anak sang jompo, didampingi Masaaki Takiguchi, 29 tahun, sehari-hari salesman sebuah perusahaan swasta, yang memainkan rol menantu. Takiguchi bukanlah suami Oiwa. "Saya bawa juga anak perempuan tiga tahun," kata Oiwa. Bocah ini, yang mengesankan cucu, dipinjam Oiwa dari saudaranya. Maka, lengkaplah pentas sandiwara itu. "Di rumah klien kami diajak ngobrol sambil makan siang, seolah kami memang keluarga betulan," cerita Oiwa seraya mengungkapkan sang jompo minta tambuh untuk bisa bercengkerama lagi. Meski dijamu tuan rumah, Oiwa dkk., yang berstatus tamu khusus itu, tetap mengajukan rekening. Untuk tiga jam meminjamkan kuping dan memainkan peran keluarga sintetis bagi para kakeknenek itu, tarifnya 150 ribu yen atau Rp 2 juta lebih. Dalam paket tarif itu juga sudah termasuk biaya observasi ke rumah klien yang sering dilakukan beberapa kali, hingga kunjungan keluarga buatan itu bisa mulus sesuai dengan kehendak si klien. Misalnya, ada kakek-nenek yang didampingi belanja ke pasar swalayan. Itu dilakukan oleh mereka yang, mungkin, sudah melupakan budaya harakiri alias bunuh diri. Menurut statistik Kepolisian Jepang (Keisatsucho) awal Mei barusan, di antara 21.084 orang yang bunuh diri tahun lalu, terdapat 5.825 yang berusia di atas 65 tahun. Bisnis Oiwa kemudian beroleh liputan media massa di Jepang. Sampai masuk pesanan lucu, katanya, yaitu seorang guru SMP bujangan 45 tahun, memesan istri dan satu anak. Impiannya, seolah mereka itu keluarga dan bisa berjalan-jalan ke taman hiburan. Sang klien puas, namun tak ada petunjuk ia ingin membina rumah tangga dengan pasangan sintetisnya tadi. Juga ada permintaan dari pasar swalayan untuk mengirim pencuri sintetis, sebagai bagian dari latihan karyawan toko itu. Lebih runyam adalah pesanan untuk pemeran yang siap diserapahi, semata-mata karena sang klien marah tapi tak tahu siapa yang harus dimarahi. Untuk bagian begini, Oiwa tak mengungkapkan berapa tarifnya. Meski menyebut bisnisnya sebagai jasa yang memberikan hati berbudi baik, Oiwa menyatakan prihatin dengan gejala runtuhnya ikatan orangtua dan anak. "Tapi sekarang ada yang membutuhkannya, dan orang punya hak untuk menikmati kehidupannya. Itu yang kami layani," katanya. "Jika bisnis jasa itu laku, ini adalah tanda masyarakatnya sakit," komentar Yoji Yamada, sutradara film Jepang ternama yang pernah membuat film Kazoku (Keluarga) serta serial Torasan. Namun, bisnis aneh ini bakal mendapat pasaran di Jepang. Kelak tak mustahil kalangan muda juga ada yang perlu orangtua, atau pacar, atau istri sintetis. Dan boleh jadi Oiwa perlu pula menyiapkan orang yang memainkan rol perdana menteri sekalipun. "Maklum, di negeri yang ultramodern ini tampaknya kita kian rabun membedakan mana yang tulen dan mana yang palsu," ujar seorang anak muda di Tokyo. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo