MAHKAMAH Militer Medan, Selasa pekan lalu, mengganjar Serma. Pol. Irwan Suwandi, 47 tahun, 5 bulan penjara. Anggota polisi Langkat ini menurut majelis yang diketuai Letkol. CHK Mujiyo terbukti menembak batok kepala Desmon Napitupulu hingga tewas. Selain mengadili Irwan, mahkamah pekan-pekan ini juga menyidangkan dua oknum polisi Asahan karena menembak mati seorang tersangka perampokan, dan dua oknum polisi Munthe, Kabupaten Tanah Karo, yang dituduh menganiaya seorang tersangka pencuri. Pada 10 Juli 1987, Irwan bersama atasannya, Lettu. Banjarnahor, dalam perjalanan dari Binjai ke posnya di Langkat. Di sebuah desa, mereka melihat sekelompok pemuda sedang mengejar seorang pemuda lain, Suwandi. Pasalnya, Suwandi, yang mahasiswa Medan, tanpa "permisi" berani pacaran dengan gadis desa itu. Spontan Banjarnahor menyetop mobilnya dan turun dengan kalem. Tapi entah bagaimana, Irwan malah mencabut pistolnya. Tak disangka moncong pistol, yang menganga ke arah kelompok pemuda itu, meletus. Tak ayal lagi, seorang di antara pemuda itu, Desmon, jatuh tertelungkup. Desmon, yang masih berusaha berdiri, dipukul dan disepaki Irwan. "Ampun, Pak, ampun," rintih Desmon, mengiba. Dalam keadaan sekarat, pemuda itu dilarikan Banjarnahor ke rumah sakit. Tapi sia-sia. Anak muda itu tewas di perjalanan. Lain lagi cerita dua orang oknum polisi Asahan. Kedua oknum anggota Polsek Teluknibung itu, Pelda. Demas Pardede dan Koptu. Mahmun, diseret Oditur Militer Letkol. CHK Srihari ke mahkamah juga karena sewenang-wenang sehingga seorang tersangka Syafaruddin alias Udin tewas. Pada 4 Juni tahun lalu, kedua hamba hukum ditugasi menangkap Udin. Penduduk Teluknibung ini memang diburu karena merampok di Tanjungbalai, Asahan, pada 28 Oktober 1987. Seorang penduduk bernama Ismail memberi informasi, hari itu Udin mencarter ojek miliknya dan akan kembali pada malam harinya. Kedua polisi itu pun menunggu Udin di rumah Ismail. Betul juga, pada tengah malam itu Udin muncul di rumah Ismail untuk menyetor sewa ojek. Mahmun segera menyergap buron itu dari belakang. Tapi Udin mengelak sehingga polisi itu jatuh tersungkur. Sergapan Demas juga gagal. Buron itu malah mencoba lari. Demas melepaskan dua kali tembakan peringatan. Tapi Udin tak berhenti. Apa boleh buat Demas terpaksa membidik sehingga peluru menembus tubuh korban sehingga korban tewas. Akibat itu, oditur menuntut Demas dijatuhi hukuman 4 bulan penjara. Lebih tak senonoh tindakan yang dituduhkan dilakukan dua oknum Polsek Munthe, Tanah Karo, Serda. Parulian Siagian dan Bharatu. Koran Sinulingga. Kedua oknum itu, pada 22 Juni 1987, ditugasi menangkap seorang tersangka pencuri lembu, Namsam Tarigan. Berhasil. Dengan tangan digari, Namsam diboncengkan mereka bertiga dengan sepeda motor. Di tengah jalan yang sunyi, menurut oditur ABRI, yang membawa kasus itu ke mahkamah, mereka berhenti. Kedua oknum itu mulai menggebuk Namsam agar terdakwa mengakui kejahatannya. Tapi celakanya Namsam bungkam. Sinulingga pun naik pitam dan membuka kancing celana. Oknum itu mengencingi mulut pesakitan itu. Masih belum puas, masih menurut oditur, Siagian kemudian memaksa Namsam memakan pasir. "Telan, jangan buang," ancam Siagian menjejalkan pasir ke mulut tersangka. Lagi-lagi Namsam terpaksa melaksanakan permintaan tak senonoh itu. Selesai menyiksa korban, kedua oknum itu kembali memboyong tersangka ke Polsek Munthe. Di sana lagi-lagi Namsam dipaksa mengaku. Karena ia tetap bungkam, Siagian menempelkan pistolnya ke pelipis tersangka. Kemudian pistol itu digesernya lagi ke paha kanan si tersangka. "Jika tak mengaku kutembak kau," sergah Siagian. Belum sempat Namsam menjawab, sontak pistol itu meletus dan pelurunya menembus kakinya hingga darah muncrat ke lantai. Ia meraung kesakitan. Siagian grogi. Ia melarikan korban ke RSU Kabanjahe. Untung, bisa tertolong. Di persidangan para tersangka mengakui perbuatannya -- termasuk yang tak senonoh tadi. Tapi, tentu saja, kebenarannya akan diputuskan mahkamah pada pekan-pekan mendatang. Oh, dar-der-dor. BL & Sarluhut Napitupulu (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini