Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Polri membebastugaskan tiga polisi yang diduga terlibat penembakan empat laskar FPI.
Polisi melanjutkan penyidikan setelah Presiden Jokowi bertemu Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar Front Pembela Islam.
Penyidik masih menutup rapat identitas ketiga polisi.
PRESIDEN Joko Widodo mengalihkan pandangan ke sebuah kotak merah berisi cakram optik. Tangan kanannya mengangkat kotak, lalu menunjukkannya kepada tetamu, kelompok yang menamakan diri Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar Front Pembela Islam, yang menemuinya di Istana Negara, pada Selasa, 9 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cakram tersebut menyimpan hasil investigasi dan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang diserahkan kepada Presiden pada pertengahan Januari lalu. “Presiden mengaku sudah membaca isi laporan itu dan menyatakan komitmen pemerintah yang akan menyelesaikan masalah itu secara adil dan transparan,” kata Ketua Tim Pengawal Abdullah Hehamahua, menceritakan lagi pertemuan tersebut kepada Tempo, Rabu, 17 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi hanya sekitar tiga menit mengutarakan pandangannya. Menurut Abdullah, dalam pertemuan tersebut Jokowi sesekali mengarahkan tatapan ke Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Md. dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Di barisan Tim Pengawal, Abdullah ditemani bekas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Muhammad Amien Rais, dan enam anggota lain. Tak ada tanya-jawab.
Istana menerima Abdullah dan kawan-kawan setelah kelompok ini meminta bertemu. Abdullah mengatakan mereka melayangkan surat ke Istana pada Kamis, 4 Februari lalu. Beberapa hari sebelumnya, Tim Pengawal menggalang dukungan dari sejumlah tokoh. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, dan anggota Dewan perwakilan Daerah, Marwan Batubara, ikut meneken petisi.
Petisi tersebut di antaranya berisi desakan kepada pemerintah agar mengumumkan nama polisi yang diduga menembak mati enam anggota laskar FPI—empat di antaranya diduga dibunuh di luar hukum karena sudah di bawah penguasaan petugas. Petisi juga menuntut proses hukum yang transparan. Tim Pengawal menyerahkan petisi tersebut kepada Jokowi pada pertemuan di Istana.
Tim Komnas HAM didampingi Bareskrim Polri memeriksa mobil yang ditumpangi oleh 6 anggota laskar FPI saat insiden penembakan di Tol Jakarta - Cikampek KM 50, Karawang, Jawa Barat pada 7 Desember 2020 lalu, Senin, 21 Desember 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Abdullah menilai proses hukum kematian enam anggota laskar di Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI lamban. Dua bulan setelah Komnas HAM mempublikasikan hasil investigasinya, polisi tak kunjung menetapkan tersangka unlawful killing seperti yang disebutkan dalam rekomendasi Komnas HAM. “Ada indikasi unable dan unwilling negara dalam kasus ini,” ujarnya.
Komnas HAM mengeluarkan empat rekomendasi setelah menginvestigasi kematian enam anggota laskar FPI di jalan tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 di wilayah Karawang, Jawa Barat, pada 8 Desember 2020. Selain mendesak pengusutan dugaan pelanggaran hak asasi dan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing, Komnas meminta penegak hukum menelusuri dua pistol rakitan dan dua mobil misterius pada hari pembunuhan.
Peristiwa bermula saat pentolan FPI, Muhammad Rizieq Syihab, hendak menuju Karawang dari kediaman keluarganya di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Rizieq dikawal dua mobil yang masing-masing berisi enam anggota laskar FPI. Rombongan pengawal berupaya menghalangi tiga mobil yang mencoba mendekati kendaraan yang ditumpangi Rizieq.
Gesekan memanas saat rombongan keluar dari pintu jalan tol Karawang Timur menuju pusat permukiman. Dua anggota laskar FPI diduga tewas saat kejar-kejaran di dalam kota. Empat anggota laskar lain tewas ketika dibawa tiga polisi dari tempat peristirahatan jalan tol di Kilometer 50 sewaktu menuju Jakarta. Menurut polisi, sebelum keempat anggota laskar itu tewas, mereka mencoba merebut senjata api petugas.
Komnas HAM menganggap kematian empat anggota laskar sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Penembakan dilakukan kepada warga sipil yang telah berada di bawah penguasaan petugas. Ketiga polisi yang menggelandang empat anggota laskar FPI dituding tak berupaya menghindari korban jatuh lebih banyak. “Saat bertemu dengan Komnas HAM, Presiden Jokowi sudah berjanji menindaklanjuti rekomendasi tersebut,” tutur Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara
•••
SEHARI setelah persamuhan Presiden Joko Widodo dengan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar Front Pembela Islam yang dipimpin Abdullah Hehamahua, Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI melakukan gelar perkara. Pada hari itu juga polisi menaikkan status kasus kematian empat anggota laskar FPI ke tingkat penyidikan.
Bareskrim langsung mengirimkan surat perintah dimulainya penyidikan ke Kejaksaan Agung. Namun penyidik belum menunjuk tersangka. Penyidik hanya menetapkan tiga polisi berpangkat brigadir yang berada di dalam mobil bersama empat anggota laskar FPI sebagai terlapor. “Dugaannya mengarah pada tiga anggota Polri,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi.
Polisi masih menutup rapat identitas ketiganya. Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, ketiganya adalah Brigadir Satu Fikri Ramadhan Tawainella, Brigadir Kepala Faisal Khasbi Alaeya, dan Brigadir Kepala Adi Ismanto. Mereka bertugas di Subdirektorat Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus belum memberikan penjelasan hingga Sabtu, 20 Maret lalu. Adapun Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono hanya menjawab singkat. “Tunggu saja penyidikan selesai,” ujarnya. Yusri dan Argo tak memberikan bantahan saat Tempo menyebut nama ketiga polisi itu dalam pesan pendek ihwal permintaan konfirmasi.
Nama Fikri, Faisal, dan Adi sempat muncul saat penyelidik Bareskrim memeriksa Dedi alias Abah, 54 tahun, sopir mobil derek gendong di jalan tol Jakarta-Cikampek. Saat peristiwa itu terjadi, Dedi adalah orang terakhir yang melihat keempat anggota laskar masih bugar. Ia juga melihat keempat anggota laskar dimasukkan ke dalam mobil Daihatsu Xenia yang membawa empat anggota laskar tersebut dan tiga polisi.
Dedi diperiksa di kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat. Penyelidik melontarkan nama Fikri, Faisal, dan Adi, lalu bertanya apakah Dedi mengenal ketiganya. “Saya bilang, saya tidak kenal,” ucap Dedi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono memastikan status ketiga personel polisi tersebut baru sebagai terlapor, belum tersangka. Penyidik masih menelusuri siapa yang paling bertanggung jawab di antara ketiganya dalam peristiwa kematian empat anggota FPI.
Nantinya, menurut Rusdi, penyidik akan menjerat tersangka unlawfull killing dengan pasal pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian. Ancaman hukumannya mencapai delapan tahun penjara. “Untuk mempermudah proses penyidikan, ketiganya sudah kami bebas tugaskan,” ujar Rusdi.
•••
BEKAS tumpahan darah terlihat berceceran di kursi belakang mobil Daihatsu Xenia yang membawa empat anggota laskar FPI. Dalam foto yang dilihat Tempo, darah juga terlihat di dudukan botol di depan jok tengah. Tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menggeratak mobil yang kini terparkir di Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya itu setelah insiden penembakan di jalan tol Jakarta-Cikampek.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan timnya sudah merekonstruksi peristiwa penembakan tersebut. Peragaan ulang itu memperlihatkan penembakan bermula ketika seorang anggota laskar diduga berusaha merebut senjata api petugas yang duduk di kursi tengah.
Tiga anggota FPI lain yang berada di baris paling belakang mencoba membantu. Melihat ini, polisi yang duduk di kursi depan mencabut pistol, lalu menembakkan peluru. Tembakan juga dilepaskan oleh polisi di kursi tengah setelah menguasai kembali senjata yang akan direbut. “Tapi itu keterangan versi polisi. Kami tidak memiliki keterangan pembanding,” ujarnya.
Barang bukti ditunjukkan saat keterangan pers terkait tewasnya 6 anggota FPI di Karawang, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 7 Desember 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menurut Beka, hanya dua dari tiga polisi yang melepaskan tembakan ke arah laskar. Polisi yang bertugas menjadi sopir tetap memegang kemudi. Namun rekonstruksi tak menjelaskan fakta bahwa semua korban tewas dengan luka tembak tepat di bagian jantung.
Rekonstruksi juga tak menjawab misteri arah tembakan dan jumlah luka tembak dibandingkan dengan proyektil peluru yang ditemukan. “Penyelidikan mengenai senjata dan temuan proyektil sudah kami periksa di pusat laboratorium forensik. Hasilnya masih bersesuaian,” kata Beka.
Ia meminta polisi menjalankan rekomendasi Komnas HAM untuk menelusuri kepemilikan senjata api rakitan dan keberadaan dua mobil lain pada malam itu. “Dua hal ini akan membuka misteri di balik rangkaian peristiwa kematian enam anggota FPI,” ucapnya.
Polisi mengklaim memperoleh dua pistol rakitan jenis revolver itu setelah terjadi bentrokan dengan laskar FPI. Polisi juga menyebutkan mendapat informasi bahwa FPI sudah menyiapkan senjata sejak jauh hari.
Petunjuk itu berasal dari percakapan Andi Oktiawan, salah seorang anggota FPI yang belakangan tewas, dengan rekannya pada akhir November 2020. Percakapan itu menyebut Andi menanyakan pembelian senjata bersandi nama buah. Polisi meyakini senjata itu adalah pistol yang dipakai untuk menyerang petugas.
Pengacara sekaligus bekas Sekretaris Umum FPI, Munarman, membantah tudingan polisi. Menurut dia, percakapan keduanya tidak membahas pembelian senjata api. “Sudah saya cek kepada sepupu korban. Tidak benar itu soal senjata,” tuturnya.
Munarman mengungkit soal keberadaan dua unit mobil pada malam itu. Menurut dia, dua mobil sempat terlihat di kediaman keluarga Rizieq Syihab di Sentul, tiga hari sebelum penembakan. Mobil itu juga ikut mengejar rombongan Rizieq saat berada di jalan tol dan ada pada saat terjadi bentrokan di kawasan permukiman di Karawang.
Beka Ulung mengatakan timnya sudah menelusuri kedua mobil itu. Dari sejumlah keterangan, kedua mobil itu berpelat nomor B-1759-PWQ dan B-2178-KJE. Komnas sudah mencari kedua nomor tersebut di basis data kendaraan bermotor. “Kedua nomor tersebut tak pernah tercatat dalam daftar kepemilikan kendaraan,” ujarnya.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono enggan menanggapi permintaan menindaklanjuti dua rekomendasi Komnas HAM itu. “Biarkan penyidik bekerja,” katanya
RIKY FERDIANTO, ANDITA RAHMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo