MANIPULASI restitusi pajak bagaikan virus yang mewabah. Sebulan lalu, dua pengusaha di Jawa Timur, Deliph Khumar dan Helmy Nazar Mahmud, dikabarkan panen Rp 9,8 miliar dengan bekal dokumen ekspor fiktif (TEMPO, 27 Maret 1993). Dan pekan lampau, Jaksa Agung Singgih mengungkapkan, manipulasi restitusi pajak sudah merambat ke seluruh Indonesia. ''Restitusi pajak merupakan makanan empuk para manipulator,'' kata Jaksa Agung Singgih. Ada sekitar 90 perusahaan yang diduga menggergaji pos penerimaan negara tersebut. Yang sedang diusut tuntas oleh pihak kejaksaan baru 11 perusahaan, yang diperkirakan berhasil melahap Rp 14 miliar lebih. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, misalnya, kini selain mengusut dua tersangka tadi, juga Sugih Harto alias A King, 42 tahun. Dengan dokumen faktur ekspor fiktif, selama 1991-1992, pengusaha sepatu tersebut berhasil meraup kelebihan pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 2 miliar lebih. Pada Januari hingga Februari 1992, contohnya, A King mengaku lima kali mengekspor sepatu ke Mesir. Tiap kali ekspor ia kirim 5.500 pasang sepatu tanpa merek melalui Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya. Ongkos bahan baku produksinya Rp 165 juta, ditambah PPN Rp 16,5 juta (10 persen). Dalam lima kali ekspor, A King bisa menunjukkan bukti pembayaran PPN Rp 82,5 juta pada faktur masukan. Menurut aturan perpajakan, ekspor produksi dalam negeri, selain hasil alam, PPN-nya nol persen alias bebas pajak. Artinya, PPN yang pernah disetor bisa ditarik kembali melalui restitusi. Maka, bos CV Mekar Sari ini pun mengajukannya ke Kantor Penerimaan Pajak Surabaya Timur. Dan keluarlah Surat Perintah Membayar Kembali Pajak, yang langsung ditujukan ke Bank Bumi Daya, tempat rekening A King. Permainan A King masih lebih ''halus'' dibandingkan dengan Deliph dan Helmy, yang menciptakan perusahaan fiktif, juga puluhan perusahaan pemasok fiktif. Misalnya, istri Deliph, Yoke, didudukkan sebagai bos perusahaan PT Mulia Cipta Kasih. Djatiran, sopir Deliph, menjadi direktur perusahaan pemasok PT Prima Rahayu. Yang digarap pun aneka komoditi, yakni paku, besi polos, dan tekstil. Lewat perusahaan resminya, PT Prima Adikarya Perwira, Deliph membuat faktur pembelian dari pemasok-pemasok fiktif itu. Djatiran dan Yoke menandatangani faktur kosong, yang kemudian diisi Deliph. Faktur itu dilaporkan ke kantor pajak, dan Deliph membayar PPN-nya. Dengan bekal dokumen ekspor, ia minta restitusi 100 persen. Adapun kasus di Tangerang, yang terbongkar sejak sebulan silam, melibatkan Kusuma Amri, Direktur Utama PT Genio Mitra Makmur Bersama, dan Mulyadi Djoyomartono, Direktur Utama PT Ciputat Perkasa. Mereka memainkan selisih PPN dari faktur masukan dan faktur keluaran melalui transaksi siluman. Sejak Juli 1992, PT Genio, sebagai pemasok material bangunan, berlagak melakukan pembelian berjumlah besar dari PT Ciputat. Dari kegiatan ini, PT Genio memperoleh faktur masukan, dengan pajak sebesar Rp 2,4 miliar. Lalu PT Genio seolah-olah menjual barang kepada beberapa perusahaan di Bekasi, dengan pajak yang dikutipnya cuma Rp 20 juta. Selisihnya, hampir Rp 2,4 miliar, mereka gasak melalui restitusi. Kenapa Kantor Pajak gampang bobol? Kepala Humas Kejaksaan Agung Suparman menilai ada kelemahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38/1983, yang menetapkan pemrosesan permohonan restitusi selambat-lambatnya sebulan. ''Karena jumlah pemohon restitusi tidak sedikit, akibatnya aparat pajak tergesa-gesa,'' kata Suparman. Bisa diduga, manipulasi itu mulus berkat oknum aparat pajak juga. ''Kalau dokumen klien saya itu fiktif, mengapa kantor pajak mengeluarkan uang restitusinya?'' ujar Moch. Amien, pengacara A King. Menurut sumber di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, dua petugas pajak yang diduga terlibat sedang diperiksa. Hasilnya kita lihat nanti. Baru-baru ini Mahkamah Agung membebaskan terdakwa Mohammad Ali Husin Arief, bekas Kepala Kantor Inspeksi Pajak Surabaya Selatan. Ali sebelumnya didakwa jaksa menyalahgunakan wewenangnya, sehingga menguntungkan NV Djawa Indah, yang memperoleh restitusi pajak Rp 599 juta lebih, 12 tahun silam. ATG, Taufik Alwie (Jakarta), Jalil Hakim, dan Edy Hafidl (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini