Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat cinta lelaki

Nuryati, 24, mengadu ke lbh jakarta, menggugat dadan rahadian, 25, calon pengantin pria, karena tidak datang di hari pernikahan. menurut bismar siregar: perbuatan dadan itu tak terjangkau lembaga hukum formal.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN akhir-akhir ini mulai repot mengurusi soal cinta. Seorang wanita muda, Nuryati, 24 tahun, Senin pekan lalu mengadukan kekasihnya, Dadan Rahadian, 25 tahun, ke Polres Jakarta Pusat. Ia merasa dipermalukan Dadan karena tak muncul ketika hari pernikahan, yang sebelumnya sudah disepakati kedua pihak. Padahal, pada hari itu penghulu dan para tamu sudah memenuhi rumah pengantin putri. Nuryati mengaku berkenalan dengan Dadan sekitar Desember 1986. Ketika itu Dadan mengalami kecelakaan lalu lintas dan dirawat di RS Pelni, tempat Nuryati bekerja sebagai perawat. Sejak itu terjalin hubungan asmara antara mereka. Sampai suatu hari, ayah Nuryati, Abdul Wahab, 56 tahun, mengetahui mereka telah melakukan hubungan "intim". Karena itu, sekitar Maret lalu Abdul Wahab menemui orangtua Dadan di Tegal untuk merundingkan soal itu. Kedua belah pihak sepakat menikahkan Dadan dan Nuryati pada 12 Juni. Tak lupa ayah Dadan, Komara, 52 tahun, memberikan biaya sebesar Rp 250.000 untuk membantu resepsi pengantin putri. Tapi beberapa hari sebelum hari "H", Nuryati kaget. Calon suaminya tiba-tiba menyodorkan surat perjanjian bersegel. Isinya, Dadan, yang karyawan BBD, bersedia mengawininya asal Nuryati tak melaporkan pernikahan itu ke atasan Dadan dan bersedia cerai dua hari setelah pernikahan. Tentu saja Nuryati menolak menandatangani perjanjian itu. Surat itu pun dirobek-robeknya. Kendati begitu, upacara pernikahan terus dipersiapkan. Bahkan dua hari menjelang pernikahan, mereka berlatih melangsungkan ijab kabul. Sementara itu, 300 buah surat undangan disebarkan. Hari pernikahan pun tiba. Di rumahnya di bilangan Salemba Bluntas, Jakarta Pusat, Nuryati mengenakan busana pengantin Sunda. Lebih dari 100 tamu hadir, begitu pula penghulunya. Namun, hingga siang hari, Dadan, si mempelai pria, tak kunjung muncul. Panik. Beberapa orang diutus untuk menjemput Dadan, tapi nihil. Tak sanggup menghadapi kenyataan, Nuryati pingsan. Keesokan harinya, orangtua Dadan di Tegal dihubungi. Tapi anehnya, mereka justru minta perkawinan dibatalkan secara kekeluargaan. Mereka, entah kenapa, tak setuju perkawinan itu dirayakan dan nama mereka dicantumkan pada surat undangan. Buntu. Sebab itu, pihak Nuryati mengadukan Dadan ke Polres Jakarta Pusat. Lelaki itu dituduhnya melakukan perbuatan tidak menyenangkan. "Mereka telah mempermalukan saya. Perasaan saya sakit sekali," ujar Abdul Wahab, yang sehari-harinya bekerja sebagai penjahit dan berjualan beras. Nuryati pun sependapat dengan ayahnya. "Bagaimanapun, saya akan memperkarakan dia ke meja hijau," kata wanita berkulit hitam manis dan berambut keriting itu. Melalui Pengacara Pipien Uniekowaty dari LBH Jakarta, Nuryati juga berniat menggugat Dadan. Dadan mengaku di hari pernikahan itu bingung, karena orangtuanya rupanya tak setuju dengan pernikahan itu. Saat itu juga ia pulang ke Tegal. Menurut Dadan, setelah itu, ia minta maaf kepada Nuryati dan akan menikahinya tanpa syarat apa pun. "Tapi Nuryati tidak mau, padahal saya berjanji akan berbuat baik," ujarnya. Sebab itu, ia kini pasrah saja diperkarakan Nuryati. "Sudahlah, biar pengadilan nanti memutuskan siapa yang beriar," ucap Dadan. Menurut Hakim Agung Bismar Siregar, perbuatan Dadan itu tak terjangkau lembaga hukum formal. Tapi dari segi moral dan agama, "mereka telah mengotori dan mempermainkan lembaga perkawinan yang begitu luhur dan sakral," ujar Bismar. Mereka bukan hanya telah melakukan hubungan tercela sebelum menikah. Tapi juga membuat perkawinan, kalaupun terjadi, menjadi tidak sah dengan adanya perjanjian cerai itu. Hal serupa juga dialami Yuni, 21 tahun, di Wonosari, Yogyakarta. Wanita itu kecewa gara-gara hubungan asmara dan pertunangannya dengan Sumantoro, 23 tahun, diputuskan lelaki itu secara sepihak. Alasannya Yuni tak pantas dikawini karena sudah tak perawan lagi. Sebab itu, Yuni belakangan menggugat ke pengadilan. Pengadilan Negeri Yogyakarta, Oktober lalu, memutuskan Sumantoro bersalah karena memutuskan pertunangan secara sepihak. Perbuatan semacam itu, menurut yurisprudensi, dianggap melanggar norma-norma hukum. Maka, hakim memutuskan Suman membayar ganti rugi Rp 15 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus