Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial atau KY akan periksa hakim PN Jakarta Pusat yang menangani perkara Harvey Moeis. Pemeriksaan itu dilakukan karena penjatuhan vonis oleh majelis hakim itu menimbulkan gejolak di masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, pihaknya sedang melakukan penyelesaian analisis terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) hakim yang dimaksud. Laporan tersebut masuk ke KY pada Senin, 6 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim itu menjatuhi vonis 6 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara terhadap Harvey Moeis.
"KY menyadari bahwa putusan ini menimbulkan gejolak di masyarakat," kata Mukti dikonfirmasi Tempo, Kamis 9 Januari 2025. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dihukum 12 tahun penjara, membayar denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 210 miliar.
Mukti mengatakan, apalagi dalam pertimbangan hakim, Harvey Moeis bersikap sopan dan memiliki tanggungan keluarga, sehingga perlu diganjar hukuman ringan.
"Karena menjadi perhatian publik, KY memastikan perkara ini akan menjadi prioritas lembaga. KY akan terus menelusuri informasi dan data sedalam-dalamnya," kata Mukti
Mukti mengatakan, jika analisis laporan telah selesai dilakukan, KY mulai pemeriksaan terhadap beberapa pihak terkait. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pemanggilan terhadap terlapor.
"KY dalam menjalankan tugasnya terus berkoordinasi dengan lembaga terkait, seperti Kejaksaan Agung. KY juga telah berkirim surat untuk bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto sebagai kepala Negara untuk membahas berbagai problematika peradilan," kata Mukti.
Sebagai informasi, Senin 23 Desember 2024, majelis hakim PN Jakarta Pusat yang terdiri dari Eko Aryanto sebagai ketua, lalu hakim Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir dan Mulyono masing-masing sebagai anggota, menyatakan terdakwa HM terbukti bersalah melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s.d. 2022.
Kasus ini juga melibatkan terdakwa lain, yaitu SG selaku Komisaris PT SIP, RI selaku Direktur Utama PT SBS, RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, S selaku Direktur Utama PT RBT, R selaku General Manager PT TIN, dan HL yang merupakan pengusaha.