Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat kubur batak

Kubu lehem sirait & kubu daniel sirait saling mengklaim desa pagarbatu sejak 1923. hangat kembali setelah dohan siallangan dikubur di pagarbatu. ma memenangkan lehem, tapi eksekusinya tetap macet.(hk)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH kisah baku rebut desa di Pagarbatu, Lumbanjulo, Tapanuli Utara - Mereka yang bertarombo kepada Ompu Panggilingan Sirait, sang nenek moyang im hmgga kini masih 'ngotot beperkara. Ompu yang tak jelas kapan lahirnya ini selain punya sejumlah anak perempuan, juga punya dua anak lelaki penerus marga. Mereka adalah Ompu Tatar dan Ompu Sorilan Karena di pihak bersengketa tersebut banyak nama, dan silsilahnya mirip garis prakira cuaca yang disiarkan TVRI tiap malam itu, baiklah dibagi saja dalam dua kubu. Pihak pertama, kubu Lehem Sirait, generasi kelima Ompu Tatar. Dan kubu kedua Daniel Sirait, generasi keenam Ompu Sorilan. Pertengkaran yang dibiarkan menganga ini sudah dibuka sejak zaman Belanda. Amang Senge Sirait, buyut Sorilan, menggugat Ompu Sojuangon Sirait, cucu Tatar. Pokok perkaranya: siapa pemilik Desa Pagarbatu itu? Pengadilan kolonial di Balige, 27 Mei 1932, memvonis bahwa keturunan Ompu Tandang Bisara, anak Tatar atau sang kakek dari Lehem, sebagai nampuna huta alias pemilik desa tadi. Ompu Sojuangan adalah saudara kandung Ompu Salagsap, ayah Le hem Sirait. Setelah itu, aman sebentar. Tapi batu terendam ini timbul kembali dua belas tahun lalu. Itu, ketika jenazah Nan Raja Dohon Siallagan, ibu Daniel Sirait, dikuburkan di Pagarbatu. Kompleks kuburan 40 X 70 meter itu 2 km dari kota turis Parapat, di tepi Danau Toba. Kendati tak terjadi baku tinju, toh, acara penguburan ini sempat dilarang kelompok Lehem. Mereka, 26 Juli 1974, menggugat ke pengadilan di Balige. Yang dianggap sang biang keributan, Daniel, Asal Sirait, dan Elkom Sirait. Kubu Lehem menyebut Daniel cs sebagai pajolo gogo, papudi uhum, sok kuasa, dan mengangkangi hukum, karena menguburkan mayat ibunya tanpa izin mereka. "Selain melanggar adat Batak, kuburan itu harus dibongkar," tuding grup Lehem. Elkom, malah, mereka anggap sebagai parippe, pendatang, di desa seluas 400 hektar dan berpenduduk 932 jiwa itu. Cucu Amang Senge Sirait ini, lagi-lagi, dituduh mengangkangi adat Batak karena pada 1964 membuka sawah darat di situ tak setahu kubu Lehem. Gara-gara soal itu Elkom gagal membangun tugu besar di kubur orangtuanya, karena Musda Kecamatan Lumanjulu terpaksa turun tangan. "Elkom harus diusir dari desa ini," begitu menurut kelompok Lehem. Pengadilan Negeri Balige, di bawah Hakim T.W Siregar, 21 November 1974, selain menguatkan vonis Rapat Besar (Voorzitter der Groote Rapat) di Balige yang menyidangkan kasus ini, 1932, juga memutuskan Elkom harus hambus dari Pagarbatu. Sedangkan rumah ayah Elkom, Herman Sirait, yang 6 meter dari kubur ibu Daniel, kedua-duanya mesti dibongkar dari desa sengketa ini. Siregar, yang kini jadi Ketua Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Asahan, tak mau berkomentar apa-apa mengenai perkara ini ketika ditelepon Bersihar Lubis dari TEMPO. "Saya sudah lupa," katanya singkat. Dalam banding ke pengadilan tinggi di Medan, 19 Mei 1975, kubu Daniel dimenangkan. Menurut Safar Luthan, yang menggiring sidang tingkat banding pada waktu itu, tanah ulayat bukanlah milik perorangan, tetapi milik bersama. Lagi pula, begitu putusan tersebut, yang bersengketa ini adalah satu keturunan Ompu Panggilingan Sirait. "Mereka masih abang-adik," kata Sahat Mangapul Napitupulu, kuasa Daniel - yang meninggal 1985. Kendati Lehem juga sudah meninggal, kelompoknya masih mengocok perkara ini ke Mahkamah Agung, kasasi. Pada 18 November 1976, Mahkamah Agung membatalkan putusan bawahannya, dan mengukuhkan vonis Balige. Tapi kubu Lebem tak bisa ketawa lama karena eksekusi yang sudah dimohon sejak 1976, 1979, 1985 dan 1986, masih macet. Anak perempuan Daniel, Sauria boru Sirait, 42, pada 18 Februari 1986 mengajukan perlawanan, bulan lalu. "Jika Mahkamah Agung mau menghapuskan adat Batak, silakan laksanakan eksekusi itu," ujar Sauria, ibu 10 anak yang bersuamikan Mangapul, Si pengacara tadi. Syahdan, 1860, yang membuka Desa Pagarbatu adalah Ompu Sorilan. Tetapi putusan 1932 menetapkan bahwa keturunan Ompu Tandang Bisara sebagai raja ihutan, yang dituakan. Pengertiannya, "Bukan nampuna huta," ucap Mangapul. "Kenapa pula mereka yang mau berkuasa di sini?" Ompu Tatar membuka Desa Hutabolon, bertetangga dengan Pagarbatu. Dan di dua desa inilah keturunan mereka berkembang biak. Tetapi, awal abad ke-20, banyak keturunan Ompu Tandang Bisara pindah ke Pagarbatu yang terbilang lebih subur itu. Bosi Sirait, 54, buyut Ompu Sorilan, mengatakan bahwa pekuburan yang disengketakan tersebut sudah ada sebelum ada vonis Balige 1932. Sudah lebih 60 mayat dikuburkan di sini. Sedangkan turunan Ompu Tandang Bisara tak seorang pun berkubur di situ. Cucu Ompu Salassap, Jamauli Sirait, 55, tetap bersikeras. "Putusan Mahkamah Agung itu sudah ada, kenapa masih tinggal di atas kertas saja?" ucap ayah 10 anak dari kubu Lehem ini. Seharusnya eksekusi dilaksanakan pekan ini. Tapi, minggu lalu, Pengadilan Tinggi minta ke Pengadilan Negeri Tarutung untuk menundanya: sampai ada putusan lebih lanjut. Yang saling melibas dalam perkara ini adalah sang buntut dari titisan darah Ompung Panggilingan Sirait, yang berasal dari Dolokmartahan, 1 km dari Pagarbatu. "Sebaiknya kedua pihak berdamai sajalah," kata Rumroyen Gurning, kepala desa di situ. Zakaria M. Passe, Laporan Bersihar Lubis (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus