Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menghapuskan potret muram

Nasib perempuan Australia tragis. hal itu diungkap dalam seminar perempuan oleh wardiningsih soerjohardjo di jakarta. dalam urusan seks para napi mendapat perlakuan tak senonoh.

4 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENURUT sejarahnya, perempuan di Australia menyimpan potret muram. Dalam rekaman terhadap mereka itu, sampai pertengahan abad ke-19, mereka masih dijuluki pelacur terkutuk (damned whores). Posisi perempuan masa itu, demikian tertuang dalam makalah Ketua Pusat Kajian Australia Universitas Indonesia, Wardiningsih Soerjohardjo, dalam seminar di Jakarta pekan lalu, sangat tidak menguntungkan. Nestapa itu berawal dari keputusan Kerajaan Inggris menjadikan benua ini sebagai tanah buangan para narapidana. Dibandingkan dengan napi perempuan, napi lelaki masih mendapat keistimewaan. Jika masa hukuman habis, mereka boleh pulang ke Inggris. Tiket kapal dibayar dengan bekerja di kapal selama perjalanan pulang. Napi perempuan tak boleh pulang. Akibatnya, ya, melacur, agar bisa mendapat uang dan pulang. Sampai 1841, napi perempuan ada 9.422 (napi laki-laki 78.O77). Sebagian besar melacur sehingga dijuluki damned whores tadi. Cacian bermunculan, misalnya dari Thomas McQueen bekas napi, lalu menjadi hakim. ''Pelacur itu objek paling menjijikkan yang pernah dialami perempuan,'' katanya. Pada masa itu, secara seksual, wanita kerap diperlakukan tidak senonoh. Misalnya, ada istri yang dijual suaminya demi satu ons emas atau sebotol minuman keras. Sejak di kapal, napi perempuan menjadi objek seks para pelaut. Tak jarang mereka menceburkan diri ke laut karena malu. Situai berubah setelah penemuan emas tahun 1851. Imigran bebas (bukan napi) berdatangan dan menikah dengan wanita Australia. Kehidupan normal mulai dikenal. Julukan damned whorse berganti menjadi god's police wanita menjadi polisi moral bagi suami dan anak-anaknya. Pada masa Perang Dunia II, wanita punya kesempatan menduduki posisi pria yang pergi berperang. Misalnya, mereka bekerja di pabrik senjata ataupun menjadi sopir taksi, operator, atau portir kereta api. Dan sampai perang usai, mereka tak mau meninggalkan posisinya sehingga protes muncul. Wanita harus ditarik pulang. Protes itu tak bersambut walau muncul masalah, seperti anak- anak tidak terkontrol. Kenakalan remaja, seks bebas, dan minuman keras di kalangan remaja merajalela. Sampai pertengahan abad ke-2O, kaum wanita di Australia makin mantap bekerja. Kendati lelaki memegang berbagai kedudukan penting, wanitanya sudah tak bisa lagi dipulangkan ke rumah.SPR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum