Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tingginya minat masyarakat berumrah di satu sisi digunakan banyak oknum dan perusahaan untuk melakukan penipuan. Pekan lalu Himpunan Pengusaha Umrah dan Haji Indonesia (Himpuh) mendatangi Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu. Mereka meminta Anggito mengambil langkah tegas agar kasus semacam itu tak terus terjadi. Kamis pekan lalu, bertempat di ruang kerjanya, Anggito diwawancarai wartawan Tempo Febriyan dan Jajang Jamaludin perihal maraknya "tipu-tipu umrah" ini.
Belakangan ini banyak muncul kasus penipuan berkaitan dengan umrah.
Ya, secara umum modusnya dua. Pertama, penipuan kriminal murni. Uangnya diambil tapi jemaahnya tidak diberangkatkan. Kedua, ada orang yang pakai bendera travel resmi. Yang kedua ini biasanya diberangkatkan tapi jemaahnya telantar.
Sudah ada laporan yang masuk ke Kementerian Agama?
Kami sudah mencatat ada 15 penyelenggara umrah bermasalah, di antaranya ada empat travel resmi yang bekerja sama dengan yang tidak resmi. Ada satu perusahaan yang izinnya sudah kami bekukan.
Siapa saja mereka?
Tidak bisa saya sebutkan karena ini masih dalam proses di lingkup internal kami. Itu sudah kami panggil dan mereka juga mengakui kesalahan bekerja sama dengan travel tidak resmi. Itu tidak boleh.
Dari mana laporan itu?
Kami mendapatkan laporan, antara lain, dari media, SMS, dan dari call centre kami. Laporan yang masuk biasanya langsung kami tindak lanjuti. Kami cari travel yang biasanya sudah tutup atau tidak ada sama sekali.
Modus penipuan itu seperti apa biasanya?
Penipuan ini banyak yang bergerak secara individu. Biasanya mereka masuk ke kelompok pengajian ibu-ibu. Diiming-imingi, misalnya, Rp 15 juta. Itu kan murah banget. Dibilang hotel bintang tiga, dekat Masjid Al-Haram, dekat Masjid Nabawi. Setelah uang diterima, kabur orangnya. Jadi ini murni penipuan kriminalitas.
Sekarang banyak juga yang memakai semacam sistem multilevel marketing(MLM). Ini termasuk penipuan?
Kalau MLM itu lain. Selama dia travel resmi, silakan saja. Kalau haji tidak boleh.
Apakah yang membayar sekitar Rp 3 juta kemudian mereka disuruh mencari downline itu tetap diperbolehkan?
Begini, kami tidak mengurusi bagaimana model pembiayaannya. Kami hanya mengurusi apakah yang memberangkatkan itu penyelenggara umrah resmi atau tidak.
Banyak kejadian penyelenggara umrah tidak menepati janji. Hotel bintang lima ternyata bintang tiga. Bagaimana ini?
Itu yang akan kami tindak tegas. Tapi saya juga memahami urusan dengan orang-orang Arab tidak mudah. Kadang ada yang sudah booking hotel, tapi sampai di sana hotelnya diserobot orang karena ada yang datang lebih dulu dan bayar cash langsung.
Jadi dilihat dulu juga apakah itu karena faktor force majeure atau bukan. Begitu?
Iya dilihat, apakah force majeure atau ada faktor kesengajaan. Jadi kami lihat derajat kesalahannya.
Jika terbukti kesengajaan?
Kalau travel resmi, belum saya lihat ada yang sengaja seperti itu. Yang terjadi adalah ketidaksengajaan atau ketidaktelitian. Misalnya perjanjian pembayaran 20 persen dulu, tapi hanya dibayar 8 persen. Ada juga yang dia booking, tapi tidak ada uang muka, hotelnya lalu dipakai orang lain.
Setelah banyak keluhan masyarakat, apa yang akan Anda lakukan?
Saya sudah minta dilakukan evaluasi. Misalnya apakah jaminan bank guarantee yang Rp 150 juta itu harus ditingkatkan atau tidak. Bentuknya apakah tunai atau dalam bentuk lain tapi bersifat likuid. Kemudian standardisasi pembimbing dan tenaga kesehatan.
Dari sisi penegakan hukum bagaimana?
Kami sudah punya MOU dengan Polri. Kami sudah rajin memberikan laporan kepada polisi kalau ada kasus penipuan.
Sejauh ini sudah ada yang ditindak?
Masih dalam penyelidikan. Kemarin ada yang di Blitar, itu sedang diselidiki. Ada juga yang di Makassar. Kami sudah memerintahkan kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk melaporkan ke polisi karena, setelah dicek, travel-nya tidak ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo