Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tipuan Besar di Musim Haji Kecil

Penipuan dan penelantaran jemaah umrah kian sering terjadi. Modusnya dari pemasaran berantai hingga inden keberangkatan.

24 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan orang berwajah kusut satu per satu turun dari bus di halaman Masjid Darussalam, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Jawa Timur. Rabu pekan lalu itu, sebagian dari mereka tak kuasa menahan tangis saat dijemput sanak familinya. "Tak hanya uang hilang, kami pun malu setengah mati," kata Sumarno, pemimpin rombongan yang pulang kampung setelah gagal berangkat umrah ke Mekah.

Warga Kecamatan Puri, Mojokerto, itu memang korban penipuan oleh perusahaan travel yang mengaku bisa menerbangkan mereka ke Tanah Suci. Alih-alih berangkat, mereka terlunta-lunta. Tak jadi pergi dan akhirnya, ya tadi itu, kembali ke kampung.

Ketika antrean calon anggota jemaah haji semakin panjang, umrah kini menjadi pilihan banyak orang. Maklum, untuk bisa berkunjung ke Mekah, orang Indonesia yang baru mendaftar harus antre di belakang 2,3 juta calon anggota jemaah haji, yang masa tunggunya bisa sampai 15 tahun. Walhasil, tiga tahun terakhir ini, jumlah peminat umrah pun melonjak tajam.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, sebelumnya jemaah umrah Indonesia rata-rata hanya 150-200 ribu orang per tahun. Tapi tahun lalu mencapai 750 ribu. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu memperkirakan tahun ini jumlahnya mencapai satu juta.

Di tengah minat umrah yang terus meningkat ini, rupanya banyak pula yang mencari untung dengan cara culas. Penipuan dan penelantaran jemaah umrah pun terus terjadi. Ada yang gagal berangkat, ada yang berangkat lalu "dibuang" di tengah jalan, di Batam, Singapura, atau Kuala Lumpur. Ada pula anggota jemaah yang sampai ke Arab Saudi, tapi tak dibelikan tiket pulang.

n n n

Sumarno, pensiunan TNI Angkatan Laut, sudah lama bermimpi pergi umrah bersama istrinya, Siswati. Dia pun menyisihkan uang pensiunnya untuk menunaikan ibadah "haji kecil" itu. Tawaran umrah bersama datang awal tahun lalu, ketika Sumarno ikut majelis taklim asuhan Masrikhan Asy'ari di Pesantren Robithotul Ulum, Jatirejo.

Pak Kiai menyarankan Sumarno mendaftar ke CV Harta Mulia Sejahtera (HMS), biro umrah asal Jombang. Alasannya, antara lain, ongkos umrah di biro ini hanya Rp 17,5 juta, lebih murah daripada di biro lain, yang rata-rata Rp 20 juta.

Sumarno tak curiga karena HMS pernah memberangkatkan 19 murid Masrikhan ke Mekah. Sumarno pun dua kali mengangsur uang umrah. Uang itu diserahkan kepada perwakilan HMS yang datang ke pesantren Masrikhan. Sumarno dan kawan-kawan dijanjikan berangkat pada 22 Januari lalu.

Sepekan sebelum jadwal terbang, Sumarno menggelar selamatan dengan mengundang kerabat dan tetangga. Belakangan, dia diberi tahu bahwa jadwal keberangkatan ditunda hingga 28 Februari. Pada tanggal itu, bersama 101 anggota jemaah Masrikhan lainnya, dia berangkat dengan tiga bus dari Mojokerto menuju Bandar Udara Juanda, Surabaya, lantas terbang ke Jakarta.

Di Jakarta, Sumarno dan kawan-kawan diinapkan di sebuah hotel di kawasan Cempaka Putih. Belakangan, jemaah baru tahu biaya menginap dan makan selama di Jakarta tak ditanggung CV HMS alias mesti bayar sendiri. Sebagian jemaah memilih pindah menginap di masjid atau rumah kerabat.

Tiga hari berlalu, CV HMS tak kunjung memberi mereka tiket, visa, dan dokumen umrah lainnya. Ketika didesak jemaah, Direktur CV HMS Hartono menyebutkan yang mengurus dokumen keberangkatan adalah PT Religi, sebuah agen perjalanan di Jakarta.

Di tengah kekecewaan, pada hari kelima, jemaah Masrikhan menemui Mufid, Komisaris PT Religi. Mufid berjanji memberangkatkan mereka pada 22 Maret. Karena kehabisan bekal, jemaah Masrikhan memilih pulang dulu ke Mojokerto.

Kuasa hukum Masrikhan, Darmawan, mengatakan kliennya dikelabui CV HMS. "Mereka memanfaatkan kiai yang jemaahnya tersebar di mana-mana," ujar Darmawan.

Darmawan menuduh CV HMS dan PT Religi menyelewengkan dana jemaah. HMS, kata dia, baru menyetorkan Rp 500 juta kepada PT Religi. Sisanya, Rp 1,36 miliar, dipakai untuk investasi di bidang usaha lain.

Agar jemaahnya bisa berangkat, Darmawan menyatakan Masrikhan telah menalangi setoran ke PT Religi dengan uang sendiri. Tapi jemaah Masrikhan tetap tak bisa berangkat. Soalnya, kata Darmawan, uang itu dipakai PT Religi mengurus jemaahnya yang telantar di Singapura dan Malaysia.

Kasus itu kini ditangani polisi. Rabu pekan lalu, Kepolisian Resor Mojokerto memanggil jemaah dan perwakilan CV HMS. Wakil HMS tak datang. Dari penelusuran Tempo, CV HMS dan PT Religi tak terdaftar sebagai biro perjalanan yang punya izin menyelenggarakan umrah.

n n n

Setelah berkali-kali pergi umrah pada bulan Ramadan, tahun lalu Henny Lestari memilih paket agak berbeda. Direktur sebuah perusahaan public relations di Jakarta itu tergiur oleh penawaran seorang temannya untuk berakhir tahun di Tanah Suci. Paket spesial ini dipromosikan berkaitan dengan ulang tahun PT Happy Prima Wisata Primasaidah, biro umrah di Jakarta Selatan.

Henny mengambil paket bertarif US$ 2.400. Fasilitas yang dijanjikan, antara lain, menginap di hotel bintang lima. Henny percaya. Soalnya, agen itu terdaftar resmi di Kementerian Agama dan gencar berpromosi.

Pada 25 Desember tahun lalu, Henny pun berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta untuk naik pesawat Saudi Arabia Airlines. Di Terminal II, telah berkumpul sekitar 450 anggota jemaah PT Happy. Yang membuat dia heran, hanya ada tiga petugas biro travel yang mengurus orang sebanyak itu.

Cekcok kecil juga terjadi ketika beberapa anggota jemaah baru diberi tahu di bandara bahwa mereka tak bisa berangkat karena kesalahan visa. Meski tak puas terhadap layanan petugas, Henny dan ratusan anggota jemaah lain tak punya pilihan. Pukul satu dinihari itu, mereka bertolak menuju Madinah.

Di Madinah, rombongan kembali mangkel. Soalnya, mereka dibawa ke hotel yang tak sesuai dengan yang dijanjikan, Movenpick Hotel. Ternyata mereka diinapkan di Elaf Al Huda, hotel bintang tiga.

Henny dan sejumlah anggota jemaah lantas menemui Direktur PT Happy, Rahmat, yang menginap di Movenpick. Setelah diprotes keras jemaah, Rahmat kembali menegaskan bahwa hotel diberikan sesuai dengan perjanjian. Sore hari, jemaah dikumpulkan oleh seorang ustad pembimbing umrah. Ia berceramah, menasihati jemaah, agar selama umrah lebih bersabar. Bila ada kesulitan, kata sang ustad, "Anggap saja itu ujian."

Seusai ceramah itu, Henny dan beberapa jemaah menghampiri sang ustad. Mereka meminta ustad yang sering tampil di televisi itu tak ikut-ikutan membohongi jemaah. "Tolong jangan menyamakan ujian dengan mismanajemen," kata Henny kala itu.

Di Mekah, kekecewaan Henny dan kawan-kawan kembali membuncah. Mereka tak diinapkan di Royal Dar El Iman Hotel, seperti yang dijanjikan. Mereka menginap di Makarim Umm Alqura Hotel. Selain berbintang lebih rendah, hotel itu jauh dari Masjidil Haram, sekitar 5 kilometer.

Sepulang dari Mekah, bersama 50-an anggota jemaah lain, Henny memperkarakan soal ini. Pada 13 Januari, lewat pengacara Syamsul Zakaria, Henny melayangkan somasi ke PT Happy. Pengacara PT Happy, Yehezkiel J. Kaligis, membantah tudingan bahwa kliennya ingkar janji. Pemesanan hotel yang sudah dilakukan pada Agustus 2013, kata dia, dibatalkan sepihak oleh pengelola. "Hotel itu dipakai untuk acara kenegaraan berkaitan dengan Hari Raya Teluk," kata Yehezkiel.

Dua pekan lalu, Yehezkiel menemui Syamsul. PT Happy menawarkan pengembalian sebagian biaya dalam bentuk voucher umrah. Nilai voucher bergantung pada paket setiap anggota jemaah. Untuk paket yang dipilih Henny, misalnya, voucher-nya bernilai US$ 700. "Kami menolak tawaran itu," ujar Syamsul. "Target kami memberi pelajaran kepada agen yang nakal."

Pekan lalu, Henny dan teman-teman melaporkan dugaan penipuan oleh PT Happy ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Dalam waktu dekat, Syamsul pun akan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Tuntutan kami, izin operasi mereka dicabut," kata Syamsul.

PT Happy Prima Wisata Primasaidah belum bisa dimintai komentar. Berkali-kali dihubungi, nomor telepon Rahmat tak aktif. Pesan pendek yang dikirim Tempo pun tak dia balas. Ketika telepon kantornya dihubungi Jumat sore pekan lalu, seorang resepsionis mengatakan Rahmat sudah beberapa hari tak masuk kantor.

Menurut Baluki Ahmad, Ketua Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), penipuan terhadap jemaah umrah mulai marak dua tahun lalu. Modus pertama yang terungkap, kata dia, umrah dengan sistem pemasaran berantai. Masyarakat diiming-imingi paket umrah dengan harga hanya Rp 3 juta, tapi syaratnya mereka harus merekrut sejumlah calon anggota jemaah lain.

Awalnya, biro perjalanan tersebut bisa memberangkatkan peserta yang berada di puncak piramida jaringan mereka. Lama-kelamaan, anggota jaringan semakin banyak dan sulit dikontrol. "Mereka sampai tak tahu lagi berapa banyak yang direkrut dan harus berangkat kapan," ujar Baluki.

Setelah sistem pemasaran berantai itu dilarang, menurut Baluki, tahun lalu muncul modus penipuan baru. Banyak kelompok menawarkan umrah dengan biaya sedikit lebih mahal daripada sistem pemasaran berantai, tapi masih lebih murah daripada tarif umum-sekitar Rp 20 juta-yakni Rp 13 juta. Modus seperti ini antara lain menunda keberangkatan umrah selama satu-dua tahun.

Agar masyarakat percaya, kelompok itu biasanya memberangkatkan dulu sejumlah tokoh. Sepanjang perjalanan umrah, para tokoh dilayani dengan baik. Begitu pulang ke Indonesia, tokoh itu diminta ikut mempromosikan umrah sistem inden ini.

Akibat akumulasi janji biro umrah semacam itu, menurut Himpuh, tahun ini bakal terjadi "ledakan" kegagalan umrah. Sampai Maret ini saja, sekitar 1.500 orang gagal berangkat umrah. Padahal musim umrah masih bertahan hingga bulan Ramadan, sekitar Juli nanti.

Karena tak mau terkena getah ulah biro nakal itulah pekan lalu Himpuh mengadu ke Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Mereka meminta pemerintah lebih ketat mengawasi agen umrah yang tak berizin. Himpuh memperkirakan jumlah agen umrah "liar" itu hampir sama banyak dengan agen resmi-sekitar 570 perusahaan.

Data sementara yang masuk Direktorat, dari 15 agen umrah yang dilaporkan nakal, empat di antaranya tercatat sebagai agen resmi. "Agen resmi yang melanggar bisa dicabut izinnya. Yang jelas-jelas menipu akan kami serahkan ke polisi," kata Anggito.

Jajang Jamaludin, Febriyan, Nur Alfiyah, Ishomuddin (Mojokerto)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus